Korupsi Ugal-ugalan di Proyek Pembangunan Setda Kota Cirebon
Pada 27 Agustus 2025, Kejaksaan Negeri Kota Cirebon telah menetapkan enam tersangka yang ditahan di Rutan Kelas 1 Cirebon. Mereka adalah Budi Raharjo (mantan Kepala Dinas PUTR), Irawan Wahyono mantan Kadis PUTR yang kini masih menjabat Kadispora Kota Cirebon, Pungki Hertanto yang menjabat PPTK Dinas PUTR Kot Cirebon, Heri Mujiono yang pernah menjadi Konsultan Pengawas PT Bina Karya, R. Adam mantan Kepala Cabang PT Bina Karya, serta Fredian Rico Baskoro mantan Dirut PT Rivomas Penta Surya.
Berdasarkan hasil penyelidikan Kejaksaan Negeri Kota Cirebon, pada proyek ini terdapat penyimpangan sejak tahap perencanaan, penyusunan RAB, spesifikasi teknis, pelaksanaan kontrak, hingga administrasi keuangan. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap kerugian negara sebesar Rp 26,52 miliar, sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara BPK RI Nomor 33/SR/LHP/DPJ/P/PKN.01/08/2025 tertanggal 6 Agustus 2025.
Dalam pengungkapan kasus ini, penyidik juga menyita uang sebesar Rp 788 juta yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi. Kasus ini mencuat ke publik setelah adanya temuan BPK dan laporan masyarakat pada 2024. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Para tersangka juga dijerat Pasal 3 UU yang sama dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Pada Senin 8 September 2025, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Sekretariat Daerah (Setda) Kota Cirebon. Kali ini, giliran mantan Wali Kota Cirebon, Nashrudin Azis (NA), yang resmi ditetapkan sebagai tersangka. Tersangka NA dinilai melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, Jo Pasal 55 ayat (1).
Kota Wali Tercemari Manusia Korup
Kita sangat maklum bahwa Kota Cirebon bukan saja dikenal sebagai Kota Udang, tapi juga dikenal sebagai Kota Wali. Satu label yang sangat mulia dan mestinya layak dijaga. Labelitas Kota Wali bukan asal-asalan, tapi dibuktikan oleh sejarah bahwa salah satu penyebar Islam di negeri ini adalah Sunan Gunung Jati. Beliau bermukim di Cirebon dan sukses menyebarkan Islam di Tatar Sunda hingga Jakarta dan Banten. Kita pun menjadi saksi dampak perjuangan beliau, dari dekade ke dekade, sehingga Jawa Barat menjadi salah satu provinsi lumbung umat Islam di Indonesia bahkan dunia.
Namun kini label mulia nan suci itu dikotori oleh praktik korupsi yang sangat memalukan. Pelakunya adalah mereka yang semestinya menjaga marwah sekaligus kesucian Kota Wali. Namun justru melakukan tindakan senonoh atau aksi korupsi yang benar-benar di luar nalar sehat. Mereka mestinya menjadi penjaga martabat para leluhur, tapi justru mencemari tanah warisan para leluhur itu dengan tindak tanduk tak patut. Walau pun status mereka masih tersangka dan belum terpidana bahkan belum inkrah, tapi fenomena ini merupakan satu kenyataan yang sangat memalukan dan merusak citra Kota Cirebon.
Bila menelisik mereka yang terlibat, terutama mereka yang kini sudah menjadi tersangka, mereka adalah orang-orang yang secara ekonomi sudah cukup memadai. Mereka adalah sosok-sosok yang secara standar ekonomi cukup bahkan sangat sejahtera. Mereka bukan pedagang kaki lima yang bercucuran keringat berjualan siang dan malam demi mendapatkan uang tak seberapa. Mereka bukan guru ngaji, guru swasta dan guru honorer yang diupah tak seberapa padahal mereka bekerja banting tulang demi mencerdaskan anak bangsa. Dan mereka bukan orang miskin yang hanya makan dua kali bahkan hanya makan sekali sehari.
Korupsi sepertinya sudah menjadi penyakit kronis yang kerap menimpa banyak kalangan di negeri ini, dari pusat hingga daerah bahkan desa. APBN, APBD dan Dana Desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan justru dikorupsi demi kepentingan pribadi, keluarga dan kelompoknya. Hampir setiap hari publik disuguhkan berbagai berita kasus korupsi yang mencengangkan, rerata mereka berlatar belakang pejabat, pengusaha dan pemain proyek dengan watak sekaligus perilaku melanggar hukum. Bahkan konon, di beberapa tempat, tak sedikit yang juga terlibat kasus narkoba, mabuk-mabukan dan main perempuan atau perselingkuhan.
Solusi dan Langkah Tegas
Dalam kondisi demikian, ada dua hal yang mesti ditempuh. Pertama, penegak hukum, dari polisi dan jaksa hingga hakim mesti menjaga integritas dan profesional dalam menjalankan tugas. Pada saat yang sama, harus mendengar jeritan rakyat dan hari nuraninya. Dengan begitu, penegak hukum tak tergoda dengan penyuapan dan korupsi. Sehingga lebih fokus dan tegas dalam menegakkan hukum. Mereka yang korup harus dihukum seberat-beratnya, tak ada toleransi. Secara khusus, hakim mesti menghukum mereka yang korup dengan hukuman berat.
Kedua, perampasan aset menjadi keniscayaan. Saat ini Undang-Undang Perampasan Aset masih berada di meja DPR. Dalam kondisi darurat korupsi seperti ini, DPR dan Presiden mesti segera menyepakati UU yang memungkinkan penegak hukum untuk melakukan perampasan aset para koruptor. Mengesahkan UU tersebut menjadi ancaman serius bagi para koruptor. Sebab dengan begitu, mereka tidak punya peluang untuk melakukan tindakan penyucian uang dan tindakan korupsi dengan cara-cara terselubung. Pemiskinan pada koruptor mesti dipayungi dengan aturan yang tegas.
Melawan teror korupsi adalah perang semesta yang sangat panjang. Diperlukan soliditas dan kesungguhan para penegak hukum serta dukungan publik yang kuat, dari daerah hingga nasional, agar proses ini bisa kita menangkan. Pemerintah dibawah Presiden, Kementrian terkait seperti Kementrian Hukum dan penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim dan pengacara serta KPK sebagai penanggung jawab utama penuntasan korupsi perlu mengencangkan semangat perlawanan. Melawan korupsi mesti menjadi jihad kolektif elemen bangsa, sehingga seluruh jengkal negeri ini tidak terus dicemari oleh tindak tanduk senonoh para koruptor. Kita percaya Presiden Prabowo Subianto mampu memimpin perlawanan ini. (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Prabowo Subianto; Optimisme, Kepemimpinan dan Sepak Terjang"
Komentar
Posting Komentar