Goreskan Pena, Cerahkan Dunia!
Bang Iwan Wahyudi, inspirator sekaligus sahabat saya dalam banyak aktivitas, menjadi salah satu dari sedikit orang yang bisa membaca dan menulis, bahkan mampu menghasilkan karya tulis yang layak dibaca oleh banyak orang. Bang Iwan, demikian saya menyapanya, memang bukan pakar dalam bidang tertentu, namun kemampuannya untuk menemukan ide dan mengelaborasi ide menjadi tulisan inspiratif, ia adalah ahlinya.
Saya berani mengatakan demikian karena beberapa alasan, pertama, menulis setiap momentum. Setiap momentum apa pun ia selalu menulis dan menghasilkan minimal satu tulisan pendek. Tentu bukan asal menulis, tapi menulis sesuatu yang layak dipublikasi dan renyah bila dinikmati pembaca.
Baginya, pertemuan dengan kolega dan kawan lama serta menghadiri kegiatan ilmiah bisa menjadi bahan tulisan. Membaca satu artikel, jurnal dan buku bisa menjadi inspirasi untuk menghasilkan sebuah tulisan baru. Bahkan hal-hal yang terlihat sepele dan sederhana dapat menjadi sumber sekaligus ide penulisannya. Ia lakukan itu setiap hari. Ingat, setiap hari!
Kedua, aktif mempublikasi tulisan. Dalam dunia kepenulisan, publikasi adalah kuncinya. Sebaik apa pun tulisan, selama tulisan itu hanya didiamkan di laptop atau komputer, maka selama itu pula tulisannya tidak berdampak apa-apa. Karena itu, setiap tulisan, selevel apa pun kualitasnya, hanya akan berdampak manakala dipublikasi.
Bang Iwan termasuk sosok yang paling aktif mempublikasi tulisannya. Bukan saja di akun media sosial seperti facebook tapi juga di blog pribadinya. Ia juga suka membagi link tulisannya di status WhatsApp. Dampaknya, bukan saja tulisannya dibaca orang, tapi ide tulisannya bisa dinikmati oleh banyak pembaca. Bahkan terinspirasi dari tulisan-tulisannya.
Ketiga, konsistensi dalam berkarya. Bang Iwan termasuk sosok yang konsisten dalam menulis. Hal ini dapat dipahami dari berbagai karya yang ia torehkan, terutama selama satu dekade terakhir. Setiap satu bulan selalu ada karya terbaru, baik karya solo maupun karya keroyokan (antologi) dengan penulis lainnya dari seluruh Indonesia. Menghasilkan karya tulis dalam waktu yang begitu cepat hanya bisa dilakukan oleh mereka yang konsisten. Dan saya menjadi saksi bahwa Bang Iwan menjadi salah satu yang konsisten untuk menulis atau menghasilkan karya tulis.
Keempat, menjadi sosok yang telaten. Menulis memang bukan pekerjaan mudah, tapi bila kita menekuninya, maka kita pun bakal mampu menghasilkan karya tulis yang terpublikasi, bahkan mampu mencerahkan banyak orang. Karena karya tulis bakal bermakna bila ia berdampak, misalnya, pembaca tercerahkan lalu tergerak untuk melakukan kebaikan.
Bahkan pembaca terdorong untuk menebar kebaikan itu ke berbagai penjuru. Dari membaca, menulis kembali dan melakukan publikasi secara rutin melalui berbagai platform media yang belakangan ini bisa dikelola secara gratis dan diakses secara terbuka oleh siapapun. Lagi-lagi Bang Iwan sangat telaten menulis dan mempublikasi karyanya sebagai upaya menebar kebaikan dan manfaat bagi sesama.
Itulah pelajaran sekaligus inspirasi berharga yang saya peroleh selama berinteraksi dengan Bang Iwan, termasuk setelah membaca buku-buku karyanya, lebih khusus lagi setelah membaca tuntas buku berjudul “Hidup adalah Catatan” setebal xxii + 312 terbitan Penerbit Panggita (Bima, NTB) pada Agustus 2025 ini. Tulisannya sederhana dengan diksi yang mudah dipahami oleh siapa pun, lintas latar belakang pembaca karyanya. Karya-karyanya bergizi dan mengandung pesan-pesan berharga. Tentu tetap dalam tema yang sama: penguatan sekaligus pemajuan literasi. Ia pun menjadi penulis yang kaya ide dan inspirasi yang layak diteladani oleh siapa pun, terutama oleh penulis pemula di seluruh Indonesia.
Indonesia membutuhkan sosok semacam Bang Iwan yaitu penulis yang bisa membaca dan menulis, juga mampu menghasilkan karya tulis yang bisa dibaca sekaligus dinikmati pembaca lintas zaman. Ia telah menulis dan akan terus menulis. Ia pun kaya, kaya karya tulis. Kita mesti mengikuti jejaknya, menjadi sosok yang kaya karya tulis.
Bang Iwan memang melampaui label sebagai penulis, sebab baginya penulis itu bukan profesi tapi aktivitas manusia berakal sehat yang menembus batas label profesi dan sosial apa pun. Tapi kalaupun ia tetap ditempatkan sebagai penulis, maka ia adalah penulis yang terus menggoreskan pena untuk tujuan mulia yaitu mencerahkan dunia dan seisinya, bukan untuk meraih jabatan dan puja-puji tak bermutu. (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku “ Never Give Up, Keep Fight!”
Komentar
Posting Komentar