Kematian Tak Mengenal Siaran Tunda


BEBERAPA waktu terakhir kita mendapatkan berita atau kabar meninggalnya beberapa kolega, senior atau yunior kita selama di Pondok Pesantren Nurul Hakim, salah satu pondok pesantren terbesar di Nusa Tenggara (Bali, NTB, NTT) bahkan kawasan timur Indonesia, yang beralamat di Jl. Taruna No. 5, Kediri, Lombok Barat-NTB. Merasa sedih dan kehilangan merupakan rasa yang datang begitu saja dan memang sangat manusiawi. Apalah lagi mereka yang meninggal pernah bahkan sangat dengan kita, meninggalnya merupakan sebuah kondisi yang kadang membuat kita kaget tak kepalang.  

Kematian atau meninggal merupakan salah satu bagian dari rangkaian perjalanan hidup kita. Ia merupakan sebuah perjalanan yang pasti kita lalui sebagai akhir kehidupan kita di dunia. Ya, kematian merupakan sesuatu yang pasti kita alami, kita inginkan atau tidak kita inginkan. Bahkan dalam perspektif al-Quran ditegaskan bahwa setiap yang bernyawa pasti mengalaminya. Allah berfirman, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya, pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu." (QS. Ali 'Imran: 185)

Kedatangan ajal kematian tidak bisa ditunda dan tidak bisa dipercepat sesuai selera kita. Bila ia tiba, maka terjadilah. Walau pun kita berusaha agar dijauhkan dari kematian, bila sudah jadwalnya maka kita pun tetap mengalami kematian. Allah berfirman, "Bagi setiap umat ada ajal, ketika ajalnya telah tiba, maka mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun." (QS  Yunus: 49). Kemudian pada surat lain, "Walaupun berusaha lari, mereka tidak akan pernah lepas dari kematian." (QS. al-Jumu'ah: 8)

Kedatangan maut memang pada umumnya secara tiba-tiba dan tidak dapat dihentikan. Ia pun benar-benar sebuah rangkaian kehidupan yang tak bisa diganggu gugat. Ia merupakan proses pasti dan bukan akhir kehidupan yang sesungguhnya. Ia hanyalah pintu gerbang menuju kehidupan lain yaitu alam akhirat. Di sana setiap manusia akan mempertanggung jawabkan semua amal perbuatannya selama di dunia. Sehingga dunia pun benar-benar menjadi medan amal, tempat kita menanam berbagai kebaikan sebagai bekal menuju kehidupan yang abadi di sana kelak. 

Kemudian, tiap kita akan memeroleh balasan sesuai dengan apa-apa yang telah diperbuat. Ya prinsipnya, dunia adalah tempat menanam dan akhirat menjadi tempat menuai. Di sinilah letak pentingnya kita mengingat kematian. Setiap kita, dalam kehidupan di dunia ini berpeluang untuk menyimpang dari jalan lurus. Jalan yang kita yakini yaitu al-Islam, dapat mengantarkan kita untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Dengan mengingat kematian, kita akan teringat kepada misi hidupnya. Kita akan ingat, semua perbuatan kelak akan dipertanggungjawabkan. Pada akhirnya, kita berupaya kembali pada jalan benar.

Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, sebagaimana diriwayatkan Imam Tirmidzi,  "Perbanyaklah kalian mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kenikmatan, yaitu mati." Mengingat kematian, menurut Imam Al-Ghazali, dapat pula mengobati jiwa yang sakit, menyegarkan spiritual yang letih, serta membangun kembali kekuatan dan energi batiniah yang tidak berdaya. Maka semakin banyak mengingat kematian, semakin meningkat pula ketekunan dan optimisme dalam melaksanakan hak-hak Allah, di samping semakin ikhlas dalam beramal.

Mengingat kematian adalah sarana yang tepat untuk menyucikan jiwa, meredam gejolak nafsu dan melembutkan hati. Sebaliknya lupa akan kematian akan menyebabkan tidak terkontrolnya nafsu, kerasnya hati, sehingga seseorang lupa terhadap kewajibannya sebagai manusia. Banyak cara bisa digunakan untuk mengingat kematian, diantaranya dengan berziarah kubur. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Semula aku melarang kalian berziarah kubur, tetapi sekarang, berziarahlah kalian!" (HR Muslim).

Ziarah yang dimaksud bukan untuk meminta sesuatu dari ahli kubur, tetapi untuk mengingatkan bahwa kita pun akan seperti mereka. Tidak ada batasan kuburan siapa yang mesti diziarahi. Tidak hanya kubur orang-orang terkenal saja, kuburan siapa saja bisa diziarahi.

Membaca kisah wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, para sahabat, orang-orang saleh dan para ulama, juga bisa dilakukan. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari kisah-kisah mereka. Paling tidak dengan membacanya terlintas keinginan untuk meninggal dengan sebaik-baik kematian, yaitu husnul khatimah, seperti mereka.

Mengingat kematian, selain bermanfaat, juga merupakan sunnah yang harus terus dilestarikan. Dengan harapan sunah yang baik ini dapat mensucikan jiwa dan melembutkan hati. Maka kepergian mereka yang kita cinta, kolega dan orang-orang yang pernah akrab dengan kita sejatinya adalah alarm paling nyata  betapa kehidupan di dunia ini sangat terbatas dan sesaat. Siapapun kita, apapun pangkat dan jabatan kita, serta profesi kita, sejatinya bakal bersua juga dengan kematian. Sakit atau sehatnya kita tidak menjadi penentu, sebab bila saatnya tiba ajal kematian bakal menjumpai siapapun dan dalam kondisi siapapun. 

Mengingat kematian adalah cara paling sederhana agar kita tidak lalai dengan kehidupan dunia yang sesaat ini. Terus mengingat kematian merupakan langkah jenial agar kita selalu terdorong untuk menyiapkan amal terbaik sekaligus memperbanyak taubat juga ampunan kepada Allah. Kita tak tahu kapan kita meninggal dunia atau bersua dengan ajal kematian, untuk itu ikhtiar untuk terus memperbaiki diri merupakan pilihan yang niscaya. Sebab kematian tak mengenal siaran tunda. Semoga mereka yang telah meninggal mendapat ampunan dari Allah dan kelak mendapat jatah surga terbaik dari-Nya! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Anggota Bidang Pendidikan dan Dakwah PB IKAPPNH 2022-2027





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok