Fokus Menulis, Titik!
Apapun itu, kita layak bersyukur karena akhirnya Allah menyediakan fasilitas atau media penopang yang membuat setiap orang punya alasan untuk berkarya. Apa yang kita saksikan di berbagai media online dan media sosial membuktikan bahwa apa yang kita peroleh dari kemajuan teknologi adalah keberkahan yang benar-benar menentukan: kita sekadar menjadi generasi penikmat atau juga sebagai produser. Sepertinya kita harus pertegas, kita harus fokus menulis, titik!
Menulis butuh banyak hal, baik sebagai modal maupun penopang kunci. Penulis mesti menjaga niat ikhlas Lillah, bukan untuk yang lain. Ia juga harus memiliki tekad yang kuat, tanpa itu, ia akan mati langkah bahkan cepat puas dengan satu karya. Karena itu pulalah penulis mesti memiliki keberanian untuk memulai menulis dari sekarang. Maksudnya, ia tak boleh puas dengan satu tulisan atau karya adalah musuh penulis. Menulis dulu, menulis lagi dan menulis terus!
Penulis adalah pembaca aktif. Tak ada penulis yang malas membaca. Artinya, kalau mau punya karya tulis, ya mesti rajin membaca karya orang lain. Membaca merupakan salah satu sumber ide, di samping merenung, menganalisa, melihat dan mendengar. Atau kegiatan lainnya yang memungkinkan ide itu muncul. Ada yang berjalan di depan rumah, tetiba ide muncul begitu saja. Berarti penulis juga harus rajin jalan-jalan dan melihat kehidupan atau fenomena di sekitar. Atau berkunjung ke perpustakaan, toko buku dan penulis lainnya.
Penulis yang sudah punya tekad yang kuat untuk berkarya umumnya konsistensi dalam menulis. Ia tak berhenti karena tak dibayar. Ini penting untuk diperhatikan. Penulis fokusnya hanya satu: berkarya, titik! Baginya, setiap hari menulis hingga kelak jadi karya yang terpublikasi, bahkan menjadi buku adalah sebuah proses panjang yang mesti dilalui. Ia tak boleh berhenti menulis hanya karena alasan receh yang membuat waktu yang ada terbuang begitu saja. Malas, tak ada mood, dan berbagai alasan receh lainnya.
Penulis yang giat selalu punya alasan untuk meningkatkan keterampilan dirinya dalam menulis. Karena itu, ia akan terus belajar, sebab berhenti belajar sama saja memutus mata rantai produktifitas dalam berkarya. Melatih dan terus melatih adalah rutinitas penulis. Berbagai ajang kepenulisan seperti audisi dan pelatihan kepenulisan menjadi momentum yang selalu ia ikuti. Di samping itu, ia juga tak bosan mendengar saran dari siapapun hingga tulisannya selalu naik kelas. Bahkan pada konteks tertentu, hinaan pembaca merupakan sumber energi yang mesti ia rasakan.
Penulis pemula mesti punya semangat menulis, menanamkan dalam diri bahwa menulis adalah menebar kebaikan, menginspirasi dan mencerahkan pembaca, terutama dirinya sendiri. Ia sadar betul bahwa dengan menulis tak sedikit yang merasakan manfaat dari tulisannya. Secara moral hal ini akan terus mendorongnya agar berkarya dan terus berkarya. Bayangkan, tak sedikit yang membaca sebuah tulisan lalu tergerak untuk berbuat baik. Maka tulisan itu telah membuat si penulisnya memiliki saldo pahala dan kebaikan yang beranak pinak.
Ingat, kualitas setiap karya tulis tidak bisa diukur dari jumlah pembacanya. Sebab tak semua tulisan yang direbut pembaca itu menjadi garansi bahwa sebuah tulisan itu berkualitas. Karena itu, penulis tak perlu merasa kecewa bila tulisannya mungkin hanya dibaca beberapa orang, atau bahkan tak ada yang membaca. Fokusnya, cukup tingkatkan kualitas diri hingga berdampak pada kualitas tulisan itu sendiri. Maka penulis pemula mesti terus mengasah keterampilan dan berbenah diri. Bila kelak karyanya dibaca pun, ia tetap merasa bahwa semua itu adalah anugerah dari Allah, bukan karena kuasa dirinya. (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Inspiring To Your Success"
Komentar
Posting Komentar