Spirit al-Qolam dan Prof. Haedar Nashir


MEMBACA merupakan salah satu perintah utama dalam al-Qur’an (al-Alaq: 1). Selain itu, al-Quran juga menegaskan untuk menulis. (al-Alaq: 4-5). Bagaimana pun, manusia adalah makhluk yang paling sempurna diciptakan oleh Allah diantara semua makhluk ciptaan-Nya. Sebab, manusia diberi anugerah oleh Allah berupa indera yang dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan. Dari pengetahuan inilah manusia dapat mengelola bumi, menundukkan makhluk lain untuk dimanfaatkan bagi kelangsungan hidupnya, membuat suatu perubahan diatas dunia, hingga mampu mengenal Tuhan yang menciptakan dirinya.

Ilmu pengetahuan manusia boleh jadi didapatkan dari hasil  pembelajaran mereka sendiri. Namun perlu untuk diketahui bahwa dalam pembelajaran itu, terdapat kontribusi Allah, Zat yang Maha Mengetahui segala sesuatu, yang mengajari manusia dengan perantaraan qalam. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an, “(Dzat) yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan qalam, mengajar manusia apa yang belum diketahui(nya) (QS. al-Alaq: 4-5)

Alat yang digunakan untuk menulis dinamai dengan qalam karena pada mulanya alat tersebut dibuat dari suatu bahan yang dipotong dan di peruncing ujungnya. Quraish shihab melanjutkan bahwa kata qalam di sini dapat berarti hasil dari penggunaan alat tersebut, yakni tulisan. Ini karena bahasa sering kali menggunakan kata yang berarti “alat” atau “penyebab” untuk menunjukkan “akibat” atau “hasil” dari penyebab atau penggunaan alat tersebut. Misalnya, jika seseorang berkata, “saya khawatir hujan”, maka yang dimaksud dengan kata “hujan” adalah basah atau sakit, hujan adalah penyebab semata.

Makna di atas dikuatkan oleh firman Allah dalam al-Quran surat al-Qalam ayat 1, “Nun, demi Qalam dan apa yang mereka tulis”. Apalagi disebutkan dalam sekian banyak riwayat bahwa surah al-Qalam turun setelah akhir ayat kelima surah al-‘Alaq. Ini berarti dari segi masa turunnya kedua kata qalam tersebut berkaitan erat, bahkan bersambung walaupun urutan penulisannya dalam mushaf tidak demikian.

Berkaitan dengan makna tersebut, Buya Hamka menafsirkan, terlebih dahulu Allah mengajar manusia menggunakan qalam. Setelah ia pandai mempergunakan qalam itu,  Allah lalu memberikan pengetahuan yang banyak kepadanya, sebagaimana firman Allah, “mengajar manusia apa yang belum diketahui(nya)”,  sehingga ia dapat mencatat ilmu yang baru didapatnya dengan qalam yang telah ada di tangannya.

Berangkat dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung manusia dianjurkan untuk menulis sebagai sarana dalam memperoleh pengetahuan. Al-Quran pun dalam tafsirnya mengatakan bahwa pada ayat ini Allah mengingatkan kepada manusia akan fadhilah ilmu menulis dan anjuran menulis, karena di dalam ilmu penulisan terdapat hikmah dan manfaat yang sangat besar, yang tidak dapat dihasilkan kecuali melalui penulisan. Ilmu-ilmu pun tidak dapat diterbitkan kecuali dengan penulisan, begitu pula dengan hukum-hukum yang mengikat manusia agar selalu berjalan di jalur yang benar.

Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ikatlah ilmu dengan tulisan.” (HR. At-Thabrani dan Hakim dari Abdullah bin Amr). Dalam redaksi yang lain, “Ilmu pengetahuan adalah laksana binatang buruan dan penulisan adalah tali pengikat buruan itu. Oleh sebab itu, ikatlah buruanmu dengan tali yang teguh.”

Prof. Dr. Haedar Nashir tergolong salah satu tokoh penting dan Ketua Umum PP Muhammadiyah yang paling aktif dan produktif menulis. Tulisannya dapat kita baca pada banyak buku dan halaman Bingkai Suara Muhammadiyah yang terbit dua pekan sekali.  

Diantara 34 judul buku yang sudah ditulis, buku yang cukup tebal adalah buku “Gerakan Islam Berkemajuan”. Buku yang ditulis sejak Januari 2024 tersebut ditulis ketika di berbagai momentum. Misalnya, menjelang atau sudah naik kreta, menjelang atau ketika di pesawat, bahkan ketika delay pesawat. Di samping itu, sebagiannya ditulis kala Prof. Haedar di rumah bersama keluarga. 

“Saya paling suka delay. Karena emosi tidka tresalurkan ke tempat lain kecuali ke IPad. Kemudian ketika di rumah. Biasanya dini hari saya menulis. Atau ketika mencuri-curi waktu di rumah,” ungkap Prof. Haedar suatu ketika. 

Menjelang Tanwir Muhammadiyah di Kupang, NTT (4-6 Desember 2024) diramaikan oleh peluncuran buku setebal 734 halaman karya Prof. Dr. Haedar Nashir (Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah). Acara buku yang berjudul “Gerakan Islam Berkemajuan” ini berlangsung di Ballroom Hotel Harper Kupang, Selasa, 3 Desember 2024.

Buku tersebut ditulis secara komprehensif untuk menjawab pertanyaan tentang Islam Berkemajuan yang sudah menjadi jiwa persyarikatan Muhammadiyah. Sebagaimana diketahui, sejak tahun 2010 Muhammadiyah telah melahirkan istilah Islam Berkemajuan lewat Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua yaitu Islam sebagai dienul hadlarah.  

Buku ini menguatkan sekaligus menegaskan bahwa gerakan Muhammadiyah sudah berjalan pada jalur gerakan yang benar. Termasuk upaya maksimal bagaimana mewujudkan, menjalankan dan mengaktualisasikan Islam Berkemajuan itu sendiri.

“Realitas itu ada bersama kita setiap hari yaitu Muhammadiyah, Muhammadiyah itu role model, contoh, fakta sosial yang melambangkan, mewujudkan, mengimplementasikan, merepresentasikan dari Islam Berkemajuan sejak lahirnya hingga sekarang,” ucap Prof. Haedar.   

Ke depan dibutuhkan agenda yang lebih dinamis untuk mewujudkan itu. Maka ada “Risalah Islam Berkemajuan” hingga “Pandangan Islam Berkemajuan” dapat dijadikan sebagai konstruksi berfikir. Lebih rinci ditulis dan diulas dalam buku ini.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) yang juga Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Abdul Mu’ti turut mengapresiasi dengan memberikan testimoni atas lahirnya buku tersebut. Prof. Mu’ti mengungkapkan pengalaman saat bersama Prof. Haedar yang memang gemar menulis termasuk menuangkan pemikiran melalui tulisan di berbagai media termasuk Suara Muhammadiyah.

“Tentu kita semua bersyukur tulisan-tulisan Pak Haedar yang bisa kita baca di Suara Muhammadiyah tentu memberikan pencerahan bagi kita semua, memberikan haluan bagi kita semua,” ujar Prof. Mu’ti.

Dalam pandangan Prof. Mu’ti, sosok Prof. Haedar adalah seseorang yang sangat kalem, tenang, teduh, mengambil keputusan dengan sangat komprehensif dengan mendengar berbagai macam masukan. “Kita semua kompak sama-sama memiliki komitmen yang sama memajukan Indonesia melalui persyarikatan Muhammadiyah,” ujarnya. 

Buku ini dibedah juga di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), pada Jumat 20 Desember 2024 lalu. Acara ini menghadirkan pembicara terkemuka, yakni Prof. Bambang Setiadji (Ketua Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan PP Muhammadiyah), Prof. Syamsul Arifin (Guru Besar Universitas Muhammadiyah Malang), dan Assoc. Prof. Muhammad Qorib (Dekan Fakultas Agama Islam UMSU).

Tak berhenti menulis, pada forum tersebut Prof. Haedar juga mengungkapkan rencananya untuk menulis sebuah buku baru sebelum tahun 2027 nanti, yang akan diluncurkan pada Muktamar Muhammadiyah ke-49 di Medan, Sumatra Utara. Harapannya, buku tersebut menjadi pematangan persiapan dan kontribusi yang lebih strategis bagi Muhammadiyah dalam menghadapi era baru. 

“Menurut saya, Haedar Nashir adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah yang berhasil mendinamisasi organisasi melalui pemikirannya. Buku ini mencerminkan evolusi panjang pemikiran beliau,” ujar Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Dr. Fajar Riza Ul Haq yang turut hadir di acara ini.   

Buku ini sendiri dapat digunakan sebagai bahan bacaan bagi kalangan luas, bukan saja untuk warga Muhammadiyah. Bahkan tidak hanya untuk kaum intelektual Muhammadiyah, tetapi juga bagi Indonesianis yang ingin memahami kajian keislaman dan keindonesiaan dalam perspektif Muhammadiyah. 

Lebih jauh lagi, posisinya sebagai orang nomor satu di Muhammadiyah, buku karya Prof. Haedar ini juga diharapkan menjadi panduan strategis bagi pengembangan Muhammadiyah di masa depan, di samping untuk memperkuat perannya sebagai gerakan Islam yang inklusif dan relevan dengan tantangan zaman. Itulah energi yang memungkinkan terwujudnya Islam Berkemajuan di bumi pertiwi Indonesia bahkan dunia. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku “Muhammadiyah: Ide, Narasi dan Karya”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah