Buku, Pena dan Kita
Tak menunggu lama, seketika saya meminta bantuan istri saya, Eni Suhaeni, untuk membuka plastik bukunya. Setelah itu, saya langsung membacanya hingga tuntas tanpa jeda. Ini termasuk buku ke-40 yang saya baca satu kali duduk hingga selesai. Saya sengaja melakukan ini agar pesan buku yang saya baca langsung masuk ke pikiran saya. Buku ini sendiri menggambarkan tekad dan kesungguhan penulisnya untuk berbagi semangat dan giat sehingga siapapun terus berkarya terutama menulis buku.
Penulisnya adalah sahabat baik saya Iwan Wahyudi, akrab saya sapa Bang Iwan. Melalui buku setebal 179 (plus xx) ini, Bang Iwan sukses berbagi 171 buah motivasi yang menyadarkan, menggerakkan dan memajukan. Lagi-lagi, saya membaca buku ini dalam waktu yang cukup singkat dan sekali duduk. Hal ini bukan saja karena pilihan diksinya yang mudah dicerna sehingga langsung masuk akal, tapi memang ungkapan yang dimuat mencerminkan betapa besarnya motivasi penulisnya, yang menurut saya tak bisa dihitung bilang.
Saya menyarankan agar pembaca, terutama penulis pemula, segera memiliki dan membaca buku terbitan Zahir Publishing, Yogjakarta, Januari 2025 lalu ini secara tuntas. Jangan pernah malu dan ragu untuk memiliki atau membeli buku karya teman kita sendiri atau siapapun yang belum kita kenal. Berkaitan dengan semangat memiliki dan membaca buku, saya termasuk agak galak. Apa sebab? Karena tak sedikit yang begitu semangat mengeluarkan uang ratusan ribu bahkan jutaan rupiah demi makan dan minum di tempat mewah, tapi untuk karya teman sendiri seperti buku diminta gratis alias gratisan.
Saya kira, sebagai teman yang baik atau pembelajar yang giat, penulis pemula seperti saya, termasuk pecinta literasi di luar sana, kita harus berani memulai sesuatu yang kerap kita remehkan selama ini: membeli buku teman sendiri. Termasuk membeli buku Bang Iwan ini. Kita harus berani melawan egoisme yang mengkristal dan menggunung dalam diri kita. Jangan pernah bakhil kepada teman kita sendiri. Kita harus berani menjadi orang, bahkan bila perlu orang pertama yang ridho memiliki dan membaca buku karya teman kita sendiri. Kita harus bangga sekaligus antusias untuk memiliki atau membelinya.
Tentu pekerjaan selanjutnya adalah membaca dan memahami isi bukunya. Pikiran dan hati kita mesti siap sedia menampung inspirasi yang kita temukan atau dapatkan, bahkan bisa juga dengan menulis buku baru. Baik tema yang sama maupun tema yang baru. Karena pembaca yang baik bukan saja mampu membaca bukunya hingga tuntas, tapi juga berusaha untuk menulis buku baru. Buku, Pena dan Kita adalah tiga kata yang mewakili semangat Bang Iwan dalam menebar kebaikan dan semangat berbuat baik kepada siapapun selama ini. Ketiganya adalah tiga elemen paketan atau satu kesatuan yang saling melengkapi.
Berkaitan dengan hal tersebut, saya menjadi teringat dengan ungkapan salah satu tokoh penting negeri ini yang berasal dari Muhammadiyah: Prof. Dr. Haedar Nashir. Ketua Umum PP Muhammadiyah ini pernah mengatakan begini, "Jika kita ingin menjadi bangsa yang maju, datanglah ke museum, perpustakaan, dan toko buku. Melalui kesadaran budaya dan sejarah, kita dapat membangun Indonesia yang memiliki jiwa pada nilai-nilai agama, kebudayaan leluhur bangsa, dan Pancasila, yang kemudian dikapitalisasi menjadi sistem ilmu pengetahuan."
Bang Iwan telah membuka jalan bagi siapapun untuk terus memastikan dunia literasi terutama kepenulisan di Indonesia terus menyala. Kita salut dan bangga pada Bang Iwan yang telah mengisi ruang yang selama ini tak banyak orang yang mau dan mampu mengisinya. Bagaimana pun, jumlah penulis buku di Indonesia semakin menurun dan tak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang kini mencapai 280 juta jiwa. Karena itu, kehadiran buku Bang Iwan ini menjadi pemantik semangat kita untuk segera berkarya. Selebihnya, kita perlu memastikan diri untuk menjalani tiga kunci peradaban maju ini: rajin membaca, giat menulis dan aktif mempublikasi! (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Belasan Biografi Tokoh Nasional
Komentar
Posting Komentar