Jadilah Lelaki yang Bertanggung Jawab!


BAGI seorang suami atau ayah, fokus bekerja untuk istri dan anak adalah keniscayaan. Begitu juga untuk tanggungan atau kewajiban lainnya. Tak boleh kalah oleh lelah. Amanah tak boleh dianggap sepele dan remeh, mesti giat dan sungguh-sungguh dalam bekerja. Laki-laki harus bertanggung jawab, jangan malas dan jangan cengeng. Mesti banyak berkorban! 

Mengenai hal ini saya teringat pesan ayah saya atau yang akrab saya sapa Pua. Beliau pernah berpesan, "Istri dan anak adalah amanah yang sengaja Allah berikan kepada laki-laki, sebab Allah Maha Tahu bahwa laki-laki mampu menjalankan amanah itu. Bila pun tantangan muncul, itu pertanda Allah ingin agar laki-laki semakin kuat, kokoh dan bertanggung jawab".

Pesan tersebut Pua sampaikan berkali-kali, terutama bila saya pulang libur ke kampung halaman di Cereng, Manggarai Barat, NTT. Bahkan nasehat tersebut juga beliau sampaikan ketika dulu, tahun 2012-2013 beliau menjenguk saya dan keluarga kecil saya di Cirebon, Jawa Barat. Saat itu beliau sering menyampaikan motivasi pada saya. 

Pesan sekaligus nasehat tersebut mengandung beberapa catatan penting. Pertama, menjadi suami adalah amanah Allah. Karena amanah, maka tidak boleh disia-siakan atau dikhianati. Menjadi suami mengandung beban tanggung jawab yang sangat besar. Baik membimbing dan membina istri maupun melindungi dan menafakahinya dengan baik. 

Kedua, menjadi ayah adalah amanah. Pertanggungjawabannya sangat berat. Kewajiban mendidik, mengasuh dan menafkahi anak adalah kewajiban mulia. Kerja keras harus disertai oleh kerja ikhlas dan kerja cerdas. Mengapa? Karena tantangan dan hambatan dalam menjalankan kewajiban tersebut datang silih berganti. Tentu semuanya melelahkan. 

Apa yang disampaikan oleh Pua sejatinya merupakan rangkaian percikan firman Allah dalam al-Quran, terutama surat at-Tahriim ayat 6, "Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...". Allah menegaskan pentingnya tanggung jawab orangtua terutama ayah dalam kehidupan rumah tangga atau keluarganya. 

Kewajiban tersebut dibingkai oleh satu kata utama: pelihara. Pelihara, bukan saja dalam urusan lahir tapi juga batin. Bukan saja dalam hal spiritual tapi juga sosial. Bila lalai atau berkhianat maka Allah mengancam dengan neraka-Nya. Maka menjauhkan keluarga dari yang haram dan maksiat adalah keniscayaan. Inilah pekerjaan berat kepala keluarga. 

Saya sangat beruntung karena dilahirkan dari orangtua yang bertanggung jawab pada anak-anaknya. Saya banyak belajar pada Pua. Yaitu sosok yang cerdas dan bijak, juga paham dunia pendidikan termasuk pendidikan rumah tangga. Pesan atau nasehatnya selalu menyadarkan agar saya menjadi suami sekaligus ayah yang bertanggung jawab. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Never Give Up, Keep Fight!" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Anatomi dan Klasifikasi Ayat-Ayat Al-Qur’an