Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2017

Memupus Budaya Sampah Perguruan Tinggi

Gambar
SANGAT menarik tulisan Jejen Musfah yang berjudul “Budaya Orang Pendidikan” di Harian Republika edisi 22 Agustus 2016 lalu. Walau sudah lama, tulisan itu masih sangat relevan untuk dikaji secara mendalam dalam konteks untuk membangun—apa yang diungkap oleh Mohammad Naquib Al-Attas—pendidikan yang berkeadaban. Pada tulisan itu Dosen Pascasarjana Manajemen Pendidikan UIN Jakarta tersebut membentang secara terbuka beberapa budaya rendahan yang menjangkiti pendidikan tinggi di Indonesia dari level mikro, messo dan makro. Dalam diksi yang berbeda saya bisa menyebutkan kembali, misalnya mahasiswa yang suka dan bangga menyontek alias tidak jujur dalam ujian akademik, mahasiswa dan dosen yang asal-asalan dalam melakukan penelitian ilmiah dan menghadirkan produk ilmiah, manajemen yang lamban dan kerap mempersulit proses akadmeik, dosen yang gila jabatan dan gelar tanpa peningkatan kualitas ril, serta mahasiswa yang suka memanipulasi nilai dan karya ilmiah.

Perkembangan Pemikiran dalam Islam

Gambar
M UNCULNYA pemikiran Islam sebagai cikal bakal kelahiran peradaban Islam pada dasarnya sudah ada pada awal pertumbuhan Islam, yakni sejak pertengahan abad ke-7 M, ketika masyarakat Islam dipimpin oleh Khulafa’ al-Rasyidin . [1] Kemudian mulai berkembang pada masa Dinasti Umayyah, dan mencapai puncak kejayaannya pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketinggian peradaban Islam pada masa Dinasti Abbasiyah merupakan dampak positif dari aktifitas “kebebasan berpikir” umat Islam kala itu yang tumbuh subur ibarat cendawan di musim hujan. Setelah jatuhnya Dinasti Abbasiyah pada tahun 1258 M, peradaban Islam mulai mundur. Hal ini terjadi akibat dari merosotnya aktifitas pemikiran umat Islam yang cenderung kepada ke- jumud -an (stagnan). Setelah berabadaban umat Islam terlena dalam “tidur panjangnya”, maka pada abad ke-18 M mereka mulai tersadar dan bangkit dari stagnasi pemikiran untuk mengejar ketertinggalannya dari dunia luar (Barat/Eropa).

Guru Sebagai Penentu Anak Berkarakter

Gambar
Menurut ajaran Islam, pendidikan adalah kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus dipenuhi, demi untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan pendidikan itu pula manusia akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal dalam dan kehidupannya. Pendidikan Islam sendiri merupakan disiplin ilmu yang di dalamnya mengandung berbagai dimensi. Seperti dimensi manusia sebagai subyek atau pelaku pendidikan (baik berstatus sebagai pendidik atau peserta didik), maupun dimensi landasan, tujuan, materi atau kurikulum, metodologi, dan dimensi institusi dalam penyelengaraan pendidikan. Dimensi-dimensi tersebut merupakan faktor penting yang mendukung keberhasilan pelaksanaan proses kegiatan pendidikan, dan masing-masing dimensi ini memiliki paradigma fungsional sendiri-sendiri dan saling terkait bersinergi dalam sebuah sistem pendidikan.