Pak Natsir dan Dakwah Bil Hikmah untuk Indonesia
Gagasan besar Pak Natsir bisa dilihat dari berbagai buku dan artikel yang beliau tulis sendiri sejak usia pelajar hingga kelak menjadi tokoh besar dan memiliki peran besar dalam perjalanan sejarah Indonesia. Misalnya, gagasan tentang pentingnya pendidikan, pendidikan sebagai jalan dakwah, Islam dan politik, Islam dan negara, dakwah politik, politik dakwah, dakwah dan kebudayaan, dan tema-tema lain yang memang selalu relevan untuk diketengahkan dalam segala dinamika zaman. Dan uniknya semuanya terdokumentasi dengan baik dalam berbagai buku dan artikel yang beliau tulis sendiri.
Membaca sejarah Indonesia sangat melekat dengan perjalanan hidup dan perjuangan juga pemikiran Pak Natsir. Bila kita menelisik sejarah Indonesia, maka begitu banyak yang berkaitan dengan Pak Natsir. Selain berbagai pemikiran tentang Indonesia dan Islam, serta berbagai hal yang sudah disebutkan di awal, beliau juga sangat akrab dengan gagasan integrasinya, yaitu "Mosi Integral". Gagasan ini kelak menjadi tonggak penting terbentuknya Indonesia sebagai negara kesatuan. Ini adalah gagasan yang sangat jenial dan bersejarah bagi Indonesia.
"Mosi Integral” adalah sebuah hasil keputusan parlemen mengenai bersatu kembalinya sistem pemerintahan Indonesia dalam sebuah kesatuan yang digagas oleh Pak Natsir yang kemudian kelak menjadi sebuah keputusan parlemen pada 3 April 1950. Setelah melalui perdebatan panjang di Parlemen Sementara Republik Indonesia Serikat (RIS) akhirnya Mosi ini diterima secara bulat. Bahkan Perdana Menteri Mohammad Hatta kala itu menegaskan akan menggunakan “Mosi Integral” sebagai pedoman dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara.
Pak Natsir bukan saja berjasa besar dalam menenun Indonesia sehingga kini menjadi negara besar, tapi juga berjasa besar dalam menjalankan dakwah Islam di Indonesia dengan pola dakwah yang terarah, tepat sasaran dan menyejukkan. Pada banyak hal Pak Natsir selalu bersikap terutama bila bersentuhan dengan kepentingan umat Islam. Pembelaan beliau tidak diwujudkan dalam bentuk tindakan anarkis dan sikap fanatis buta, tapi selalu dalam bentuk dialog dan dakwah yang membuat kawan dan lawan selalu terkagum-kagum.
Perbedaan pendapat Pak Natsir dengan Bung Karno tentang berbagai hal terutama perihal dasar negara, tidak membuat beliau memutuskan silaturahim. Bahkan beliau menjaga komunikasi dengan non muslim yang dalam banyak hal berbeda pandangan dalam memahami Indonesia. Lagi-lagi beliau bukan tipe tokoh pendendam dan bukan tipe tokoh yang suka bermuka dua: lain di depan dan lain di belakang. Beliau tegas dalam bersikap namun dijalankan dengan adab yang menyentuh akal dan hati orang. Beliau sosok negarawan ulung, model pemimpin yang di era kita kini menjadi langka, bahkan mungkin tidak ada lagi.
Beliau juga sukses memimpin Masyumi, satu-satunya partai politik berbasis Islam yang terbesar selama republik ini berdiri. Partai ini berdiri pada 24 Oktober 1943. Walau kelak mengalami berbagai tantangan bahkan membubarkan diri, namun Pak Natsir tidak cengeng dan berhenti berjuang. Pak Natsir bersama generasi sezaman berikhtiar dan sukses mendirikan Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (Dewan Dakwah) pada 26 Februari 1967. Kini lembaga dakwah ini dipimpin oleh seorang cendikiawan produktif sekaligus tokoh pendidikan Dr. Adian Husaini.
Dewan Dakwah termasuk kekuatan yang sangat diperhitungkan di negeri ini, baik dalam hal pemikiran maupun geliat dakwah, pendidikan dan sosial yang dijalankannya. Hal ini sangat wajar, sebab lembaga dakwah ini bukan saja didirikan oleh Pak Natsir, tapi juga mewarisi pemikiran dan perjuangan beliau yang memang digandrungi oleh banyak kalangan. Walau demikian, bukan berarti perjuangan dan peranan Dewan Dakwah mengkultuskan sosok yang lahir pada 17 Juli 1908 dan wafat pada 6 Februari 1993 ini. Hanya saja, berbagai prinsip, pemikiran dan pola perjuangan beliau menjadi peta jalan perjuangan Dewan Dakwah.
Apapun itu, kita harus akui bahwa Pak Natsir menjadi model tokoh yang sukses menjadi perekat berbagai keragaman pemikiran dan pandangan politik pada eranya. Dulu Pak Natsir dan para pemimpin lainnya berbeda dalam banyak hal, namun basisnya adalah ketajaman ide atau gagasan. Pak Natsir seperti juga para tokoh lainnya, memiliki kemampuan komunikasi dan diplomasi yang sangat telaten, dan punya sikap ilmiah yang kuat. Mereka dewasa dan berani menerima perbedaan pendapat dan sikap politik. Mereka adalah negarawan sejati, bukan politisi perebut atau penikmat kekuasaan.
Jasa besar Pak Natsir telah menjadi oase yang melekat dan menyejarah bagi Indonesia. Selain sukses menjalankan peran sebagai pemimpin umat dan bangsa selama puluhan tahun, bahkan kelak pada 2008 oleh pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) ditetapkan menjadi pahlawan nasional, Pak Natsir juga sukses menjadi dai dan penulis handal. Warisan terbaik beliau, sekali lagi adalah Dewan Dakwah yang kini menyebar ke berbagai pelosok Indonesia. Buku-buku karya beliau pun dibaca dan dikaji di berbagai tempat bahkan di beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dan sebagainya.
Dalam berbagai tulisan dan forum saya sering menyampaikan bahwa dalam konteks gagasan “Mosi Integral” yang dicetuskan oleh Pak Natsir, saya mengusulkan dua hal penting kepada pemerintah dan Dewan Dakwah. Pertama, pemerintah perlu menetapkan tanggal 3 April sebagai Hari Persatuan Indonesia atau Hari Integrasi Nasional. Bukan sekadar untuk menghormati dan mengenang gagasan dan jasa Pak Natsir, tapi juga untuk membangun kesadaran kolektif elemen bangsa tentang sejarah bangsa dan negaranya, bahkan tentang betapa pentingnya merawat Indonesia dengan jalan damai.
Kedua, Dewan Dakwah perlu membentuk tim khusus yang mengkaji dan menyampaikan usulan resmi kepada negara atau pemerintah agar poin pertama menjadi perhatian dan diwujudkan oleh pemerintah. Secara teknis, mungkin perlu diadakan berbagai agenda pendalaman atas gagasan “Mosi Integral” tersebut dari berbagai aspeknya. Sehingga pemikiran beliau semakin meluas dan menjadi diskursus banyak kalangan. Tentu bukan pada “ramai” atau tidaknya, tapi pada substansi gagasannya. Berbagai kajian ilmiah juga perlu dibuka lebar agar berbagai kalangan dapat menyumbangkan ide, saran dan kritik konstruktif.
Pak Natsir tidak seketika menjadi teladan dalam banyak aspek, sebab beliau meraihnya dengan menempuh proses belajar dalam waktu yang panjang. Beliau juga sejatinya mendapatkan anugerah “hikmah” dari Allah, sehingga mampu memahami sesuatu secara mendalam dan jernih, bahkan menjadi sosok berintegritas. Tertibnya struktur gagasan sekaligus percakapan intelektual Pak Natsir dan kawan-kawan pada pra dan pasca kemerdekaan menandakan tingginya peradaban para pendahulu kita. Singkatnya, jangan pernah kalah oleh lelah untuk merawat Indonesia dengan "jalan damai", atau dalam skema dakwah Dewan Dakwah kita sebut sebagai dakwah bil hikmah. (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Merawat Indonesia"
Komentar
Posting Komentar