Langkah dan Teknik Konseling Kelompok



SAAT ini kita menyaksikan dinamika globalisasi melaju dengan kecepatan mahadasyat dan tentu saja menimbulkan masalah psikologi, moral, mental, mind set, dan transformasi kultural dan struktural yang canggih dan supercepat; tak terkecuali dalam dunia pendidikan (sekolah), khususnya pada peserta didik. Dalam konteks itu, keberadaan, peran dan fungsi Bimbingan Konseling (BK), dalam hal ini Konseling Kelompok (KK) menjadi penting. Sebab lewat KK, penyadaran akan potensi yang ada pada diri peserta didik akan tumbuh dengan baik. Di sisi lain, peserta didik juga terhindar dari pergaulan negatif dan perilaku buruk lainnya yang mengancam masa depannya.

Keberadaan KK di sekolah, dapat meminimalisir angka kenakalan peserta didik, juga meningkatkan kualitas anak didik itu sendiri. Karena itu, seorang konselor mesti mampu mengidentifikasi, memetakan, dan menemukan faktor penyebab masalah, lalu menyusun formula untuk menanganinya dengan cara mengetahui teknik dan prosedur dalam KK. Ia mesti memahami dan mampu melakukan proses konseling melalui langkah-langkah dan teknik-teknik konseling, supaya ia semakin mahir dan berpengalaman dalam menjalankan tugasnya. 

1.1. Pengertian Bimbingan Konseling Kelompok
            Menurut Pauline Harrison (2002)—sebagaimana dikutip oleh M. Edi Kurnanto (2013: 7)—konseling kelompok adalah konseling yang terdiri dari 4-8 konseli yang bertemu dengan 1-2 konselor. Dalam prosesnya, konseling kelompok dapat membicarakan beberapa masalah, seperti kemampuan dalam membangun hubungan dan komunikasi, pengembangan harga diri, dan keterampilan-keterampilan dalam mengatasi masalah.
Pengertian tersebut sejalan dengan pendapat A. Juntika Nurihsan (2007) yang mengatakan bahwa konseling kelompok adalah suatu bantuan kepada individu dalam situasi kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, serta diarahkan pada pemberian kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya.[1]
Konseling kelompok bersifat memberikan kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangn individu, dalam arti bahwa konseling kelompok memberikan dorongan dan motivasi kepada individu untuk membuat perubahan-perubahan dengan memanfaatkan potensi secara maksimal sehingga dapat mewujudkan diri.
Bimbingan Konseling Kelompok (BKK) sendiri mulai dikembangkan tahun 1980 yang menekankan pada konsep efisiensi. Individu yang terlibat dalam kelompok dapat saling memahami dan berbagi satu sama lain. Konselor tidak dipandang sebagai satu-satunya sumber, sebab konselipun sejatinya dapat menjadi sumber utama. Dengan begitu, proses BKK lebih efisien dalam hal waktu dan tenaga.
BKK sendiri merupakan proses antar pribadi yang dinamis dan berfokus pada pikiran dan perilaku yang melibatkan fungsi-fungsi terapi yang permisif, orientasi pada realitas, katarsis dan kepercayaan mutual, perhatian, penerimaan, dan dukungan.
Pelayanan BKK adalah salah satu kegiatan layanan yang paling banyak dipakai karena lebih efektif. Banyak orang yang mendapatkan layanan sekaligus dalam satu waktu. Layanan ini juga sesuai dengan teori belajar karena mengandung aspek sosial yaitu belajar bersama. Peserta layanan akan berbagi ide dan saling mempengaruhi untuk berkembang menjadi manusia seutuhnya.[2]   
Dengan memperhatikan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok adalah proses konseling yang dilakukan dalam situasi kelompok, dimana konselor berinteraksi dengan konseli dalam bentuk kelompok yang dinamis untuk memfasilitasi perkembangan individu dan atau membantu individu dalam mentasi masalah yang dihadapinya secara bersama-sama.

1.2. Langkah-langkah Konseling Kelompok
Konseling kelompok diawali dengan menghimpun calon peserta yang akan dilibatkan dalam koneling kelompok, serta menentukan waktu dan tempat yang akan digunakan. Umumnya konseling kelompok dibagi 4 tahap yaitu : Tahap 1, Pembentukan; Tahap 2, Peralihan; Tahap 3, Kegiatan; dan Tahap 4, Pengakhiran.
Pertama, tahap pembentukan. Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok.
Langkah praktisnya adalah sebagai berikut : (1) pembentukan kelompok dan pemimpin kelompok sesuai kebutuhan, (2) mengatur posisi duduk, sehingga antara sesama anggota dan antar kelompok bisa saling mengenal, (3) berdoa dan perenungan singkat untuk masing-masing individu secara bersamaan, (4) para anggota saling memperkenalkan diri sekaligus mengungkapkan tujuan dan harapan yang ingin dicapainya, (5) selanjutnya, pemimpin kelompok menjelaskan tujuan yang ingin dicapai melalui konseling kelompok, serta hal lain menyangkut pelaksanaan konseling yang sedang dilalui.
Kedua, tahap peralihan. Tahapannya adalah sebagai berikut: (1) pemimpin kelompok menjelaskan tata tertib dari kegiatan-kegiatan yang akan ditempuh pada tahap III. (merupakan kegiatan kelompok), (2) setelah itu pemimpin kelompok menawarkan apakah para anggota kelompok sudah siap untuk memulai kegiatan lebih lanjut; kalau tawaran ini masih menimbulkan suasana pelibatan yang masih ragu dan was-was dari para anggota maka sebaiknya ditegaskan kembali mengenai maksud dan tujuan dan jaminan kerahasiaan. Kalau perlu mengulang kembali beberapa aspek dalam tahap pembentukan.  
Ketiga, tahap kegiatan. Langkah praktisnya adalah: (1) tiap anggota kelompok secara bergiliran mengemukakan masalah yang sedang dialaminya, (2) setelah itu, masing-masing kelompok mengadakan musyawarah guna menentukan masalah siapa dulu yang harus diprioritaskan pemaparannya, (3) menentukan masalah anggota yang menjadi prioritas, (4) guru pembimbing mempersilakan anggota yang mempunyai masalah itu untuk mengungkap kembali secara mendalam, (5) guru pembimbing menawarkan kepada tsemua anggota kelompok untuk memberi tanggapan, saran, pendapat atau nasihat sebagai solusi atas masalah tersebut.
Keempat, tahap pengakhiran. Langkah praktisnya adalah: (1) pemimpin kelompok memberitahu bahwa kegiatan akan diakhiri, (2) konselor, pimpinan kelompok menyampaikan kesan dan pesan yang diperolehnya melalui kegiatan yang dilakukan, (3) konselor mempersilakan para anggota kelompok untuk mengemukakan kesannya dan hasil sesuai kegiatan yang dilakukan, (4) konselor menawarkan musyawarah merencanakan pertemuan berikutnya, tentunya untuk menentukan masalah berikutnya, (5) do’a penutup, dipimpin konselor.   

1.3. Teknik-teknik Konseling Kelompok
Di dalam konseling mengandung suatu proses komunikasi antar pribadi yang berlangsung melalui saluran komunikasi verbal dan non-verbal.  Dengan menciptakan kondisi-kondisi seperti empati (dapat merasakan perasaan konseli), penerimaan serta penghargaan, keikhlasan serta kejujuran dan perhatian tulus konselor, yang  memungkinkan konseli untuk merefleksikan dirinya melalui tanggapan-tanggapan verbal dan reaksi-reaksi non-verbal.
Konselor mengkomunikasikan kondisi-kondisi ini kepada konseli sehingga konseli menyadari dan bersedia pula untuk berkomunikasi dengan konselor. Kondisi-kondisi tersebut dapat dikomunikasikan melalui teknik-teknik  ungkapan verbal tertentu seperti klarifikasi, refleksi perasaan, meringkas dan menggunakan pertanyaan (probe).   
Teknik dalam menstimulasi konseling kelompok dapat dipilih tergantung perkembangan yang terjadi dalam kelompok. Hal ini bertujuan menstimulasi interaksi dalam kelompok agar semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan dirinya, mendorong anggota agar berani atau lebih spontan menyatakan pendapatnya. Kelompok seperti juga individu memiliki kebutuhan yang berbeda. Jadi, penting bagi konselor untuk mengenal karakter anggota kelompok yang mengikuti proses konseling.
Beberapa teknik dalam menstimulasi konseling kelompok yaitu :
1.      Teknik Re-inforcement (penguatan)
Salah satu cara dalam menstimulasi spontanitas dan interaksi antara anggota kelompok adalah dengan memberikan pernyataan verbal ataupun non verbal yang bersifat menyenangkan. Cara ini sangat membantu ketika memulai konseling pada kelompok baru.
Contoh :
Verbal :“ bagus!”. “Hebat!”.
Non verbal : acungan tangan, anggukan kepala
2.      Teknik Summary (Meringkas)
Summary adalah kumpulan dari dua tema atau lebih dan refleksi yang merupakan ringkasan dari pembicaraan konseli. Teknik ini digunakan selama proses konseling berlangsung. Setelah anggota kelompok mendiskusikan topik, konselor kemudian meringkas apa yang telah dibicarakan. Cara ini membantu untuk mempersiapkan kelompok melanjutkan pembicaraan ke topik berikutnya. Rangkuman atau ringkasan merupakan pendahuluan untuk konseling berikutnya.
            Tujuannya yaitu untuk: (1) menggabungkan beberapa elemen yang berkaitan, yang dapat dijumpai dalam pernyataan konseli; (2) mengidentifikasi tema umum (pola umum) menjadi lebih jelas terlihat setelah beberapa kali pembicaraan; dan (3) mengatur pembicaraan dari konseli, yang menyimpang dari topik.
Pembicaraan anggota yang perlu disesuaikan bila; (1) komentar anggota bertentangan dengan tujuan kelompok; (2) anggota mengatakan sesuatu yang tidak akurat; (3) anggota berargumen tentang sesuatu yang berkaitan dengan pelecehan nilai/ moral.
Langkahnya adalah: (a) mengingat kembali apa yang telah dikemukakan oleh  konseli; (b) mengidentifikasi bagian afektif dan kognitif dari pesan atau mengidentifikasi tema umum yang dapat dijumpai; (c) merangkum pesan atau tema secara verbal.
3.      Teknik Pick-Up
Konselor mengutip atau mengambil apa yang telah disampaikan anggota dan menggunakannya sebagai pernyataan pendahuluan untuk pernyataan baru.
Contoh :
Konseli :
“Saya pergi menonton pameran pendidikan dari berbagai universitas di Indonesia. Saya merasa itu adalah suatu pertunjukan pameran pendidikan yang hebat sekali”.
Konselor:
“Berapa banyak diantara kalian yang juga sudah menonotn pameran pendidikan? Tunjukkan tangan!”.
Atau
“Apakah dari pameran tersebut menampilan berbagai jurusan di berbagai jurusan tersebut? Keunggulan apa yang ditampilkan dari masing-masing jurusan tersebut? Keterampilan apa yang bisa didapatkan dari keunggulan tersebut?
Cara ini bisa dikembangkan untuk berbagai topik lain, misalnya mengenai cita-cita dan pengembangan karier, pendidikan lanjutan dan minat, serta hal yang lainnya. Konseli biasanya akan memahami topik diskusi lebih baik karena ia berada dalam topik pembicaraan itu.
4.      Ability Potential
Dalam suatu ability potential response, konselor menampilkan dan menunjukkan potensi konseli pada saat itu untuk dapat memasuki suatu aktivitas tertentu. Suatu ability potential response merupakan suatu respon yang penuh support dari konselor, dimana konselor dapat secara verbal mengakui potensi atau kapabilitas konseli untuk melakukan sesuatu.
Tujuannya adalah (1) untuk mendorong konseli yang ingin melakukan sesuatu namun kurang mempunyai inisiatif, dorongan atau kepercayaan diri untuk memulainya; dan (2) dapat mengembangkan kesadaran konseli akan kekuatan-kekuatan yang dimiliki atau kualitas positif yang dimiliki.
5.      Teknik Probing
Teknik probing seringkali digunakan dimana saja. Kepada konseli diajukan pertanyaan-pertanyaan pengarahan sehingga diperoleh jawaban yang diinginkan. Teknik ini dapat juga digunakan sebagai teknik pendahuluan untuk menstimulasi minat anggota terhadap materi yang ingin disajikan oleh konselor. Dalam mengajukan pertanyaan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika konselor ingin mengarahkan konseli memperoleh jawaban khusus yang tepat. Konselor membuat suatu keadaan dan membawa opini konseli ke dalam suatu keadaan yang mengarah kepada jawaban atas pertanyaan, sampai diperoleh jawaban selektif.
Suatu probe merupakan pertanyaan  yang dimulai dengan “Apa, bagaimana, siapa, bilamana atau dimana”. Pertanyaan hendaknya bersifat terbuka. Melalui probe, dapat diperoleh lebih banyak informasi. Tujuannya yaitu untuk (a) memulai suatu interview, misal  “apa yang akan dibicarakan hari ini?”. (b) mendorong konseli agar dapat mengekspresikan lebih banyak keterangan, misal “apa lagi yang dapat anda beritahukan kepada saya mengenai hal ini?”. (c) menanyakan apa yang dirasakan oleh konseli, misal “bagaimana perasaan anda ketika membicarakan hal ini?”. (d) memperoleh gambaran mengenai tingkah laku tertentu sehingga konselor dapat memahami lebih baik kondisi-kondisi yang turut berperan dalam masalah yang dialami oleh konseli, misal “dimana anda berada pada saat itu?, siapa saja yang terlibat dalam hal ini? apa yang anda lakukan dalam situasi itu?”.
6.      Refleksi Perasaan
Teknik  ini digunakan untuk memantulkan kembali perasaan-perasaan yang diungkapkan oleh konseli melalui pernyataan konselor “saya mengerti maksud pernyataan anda”. Perasaan-perasaan dapat diungkapkan dengan jelas oleh konseli seperti “saya bingung, kesal, marah, sedih dan sebagainya. Biasa juga tidak diungkapkan secara verbal, dapat dilihat dari tingkah lakunya atau nada suaranya. Maksud penggunaan teknik ini agar konseli dapat lebih mengungkapkan perasaan-perasaannya.
7.      Teknik Diskusi
Diskusi kelompok merupakan bentuk konseling dimana konselor melaksanakan konseling dengan cara diskusi kelompok. Teknik ini biasa digunakan dalam satu atau dua sesi konseling kelompok untuk menanyakan informasi yang penting. Penekanannya bukan pada diskusi, tetapi pada penjelasan hal-hal yang belum dipahami oleh kelompok.
Caranya :
a. Bagi kelompok besar menjadi kelompok kecil
Hal ini dilakukan agar anggota kelompok menjadi lebih produktif dalam tujuan mencapai suatu pemecahan masalah. Sebab pada kelompok besar, anggota yang paling aktif akan terpisah dengan anggota kelompok lain. Hal ini menjadi hambatan partisipasi bagi yang lain, akibatnya ada beberapa anggota kelompok yang kehilangan minta untuk berkontribusi dalam diskusi. Dengan kelompok kecil, maka konselor lebih bisa mengontrol arah diskusi dan mendorong semua anggota kelompok terlibat.
b.  Bentuk kelompok homogen
Pisahkan anggota kelompok sehingga pada kelompok kecil tersebut terbentuk kelompok yang homogen,  misal dari jenis permasalahan, usia, jenis kelamin, bahkan tingkat kemampuan anggota kelompok. Dengan berada pada situasi dan suhu lingkungan yang sama, maka para anggota kelompok lebih terdorong untuk berani mengungkapkan permasalahannya, dan lebih mampu merasakan masalah terhadap teman satu kelompoknya, sehingga bisa berperan aktif dalam diskusi pemecahan masalah.
c. Fokuskan masalah
Konselor berperan dengan menentukan pokok permasalahan yang akan dibahas, tentunya diawali dengan musyawarah dan persetujuan anggota kelompok. Pembahasan pada satu topik memudahkan konselor mengarahkan seluruh anggota kelompok untuk terlibat langsung dalam  dinamika interaksi sosial kelompok. Topik yang dipilih untuk dibahas, seyogyanya topik yang hangat, merangsang dan menantang bagi anggota kelompok, disesuaikan dengan tingkat kemampuan seluruh anggota kelompok, sehingga mereka merasa terpanggil untuk ikut membicarakannya.
8.       Teknik Interpretasi
Digunakan oleh  konselor yang ingin “membawa” atau menyampaikan” ide kepada kelompok. Mungkin sekali interpretasi itu tidak tepat, namun dapat diarahkan untuk menstimulasi diskusi lebih lanjut dan mendorong/menguatkan kemampuan individual untuk boleh tidak sepakat dengan konselor.
Interpretasi merupakan suatu teknik menyampaikan arti dari pesan yang disampaikan oleh konseli. Dalam membuat interpretasi, konselor akan membuka suatu pandangan baru atau penjelasan mengenai sikap dan tingkah laku interpretasi seperti mengajukan pertanyaan mengenai hipotesa mengenai hubungan atau mengenai arti suatu tingkah laku yang harus dipikirkan oleh konseli. Tujuannya yaitu (1) untuk mengidentifikasi hubungan antara pernyataan dan tingkah laku konseli yang eksplisit maupun implicit; (2) Membantu konseli memeriksa kembali tingkah laku mereka.
9.      Teknik Konfrontasi
Konfrontasi merupakan respon verbal dimana konselor mendeskripsikan beberapa penyimpangan atau ketidakcocokan yang terlihat dalam pernyataan atau tingkah laku konseli. Dalam teknik konfrontasi, anggota kelompok dihadapkan langsung (dikonfrontir) pada hal-hal yang terlihat adanya pertentangan, misal seorang konseli berbicara keras, kemudian konselor menanyakan “Apakah kamu sedang marah?”.
Tujuannya adalah untuk membuka kedok konseli agar bertanggungjawab terhadap diskrepansi, distorsi, permainan, dan tabir yang digunakan untuk menyembunyikan diri dari perubahan tingkah laku yang konstruktif.
10.  Klarifikasi
Teknik  ini digunakan apabila konselor ingin meminta penjelasan lebih lanjut yang di anggap belum mengerti dan tidak sistematis, atau untuk menyamakan persepsi apakah yang sudah di tangkap oleh konselor betul atau tidak.

11.  Bermain Peran (Role Playing)
Merupakan suatu teknik konseling melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan anggota kelompok/klien. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan dalam kelompok, bergantung kepada apa yang diperankan.
Kelebihan metode Role Playing adalah : (a) melibatkan seluruh anggota kelompok dapat berpartisipasi dan mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama; (b) anggota bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh; (c) permainan ini merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda; dan (d) konselor dapat mengevaluasi pemahaman tiap anggota melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
Teknik-teknik menstimulasi konseling kelompok yang sudah dijelaskan di atas  mendorong anggota kelompok untuk membentuk kelompok kohesi, yaitu suatu keadaan dimana terciptanya kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal di dalam kelompoknya dan mencegah anggota lain meninggalkan kelompoknya.
Kohesi kelompok dapat diukur dari keteratarikan anggota satu sama lain, ketertarikan pada kegiatan dan fungsi kelompok, sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personalnya. Kelompok kohesi mempunyai suasana yang mempertinggi umpan balik dan mendorong komunikasi efektif, anggota biasanya bersedia berdiskusi secara bebas, sehingga saling pengertian, saling membantu dalam mencapai perubahan sikap.
Konselor dapat meningkatka kohesi kelompok dengan cara menumbuhkan semangat anggota kelompok, mendorong terciptanya hubungan interpersonal yang akrab, menumbuhkan rasa kesetiakawanan dan perasaan yang mendalam satu sama lain.

Kesimpulan
Konseling kelompok adalah proses konseling yang dilakukan dalam situasi kelompok, dimana konselor berinteraksi dengan konseli dalam bentuk kelompok yang dinamis untuk memfasilitasi perkembangan individu dan atau membantu individu dalam mentasi masalah yang dihadapinya secara bersama-sama.
Konseling kelompok diawali dengan menghimpun calon peserta yang akan dilibatkan dalam koneling kelompok, serta menentukan waktu dan tempat yang akan digunakan. Umumnya konseling kelompok dibagi 4 tahap yaitu : Tahap 1, Pembentukan; Tahap 2, Peralihan; Tahap 3, Kegiatan; dan Tahap 4, Pengakhiran.
Teknik dalam menstimulasi konseling kelompok dapat dipilih tergantung perkembangan yang terjadi dalam kelompok. Hal ini bertujuan menstimulasi interaksi dalam kelompok agar semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan dirinya, mendorong anggota agar berani atau lebih spontan menyatakan pendapatnya.  

Saran
Langkah-langkah dan teknik-teknik dalam Bimbingan Konseling Kelompok (BKK) sangat penting untuk dipelajari dan dipahami dalam proses belajar mengajar. Sebab  dengan mempelajari dan memahaminya seorang konseler mampu berpikir dengan baik dan mengambil keputusan dengan bijak, sehingga cara ataupun metode yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan dapat membantu dan dapat mengarahkan seseorang atau kelompok agar menyadari dan mengembangkan potensi-potensi dirinya supaya bisa menentukan tujuan hidup.

Daftar Pustaka
Kurnanto, M. Edi. 2013. Konseling Kelompok. Bandung: Penerbit Alfabeta. 
Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. 2008. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurihsan, A. Juntika. 2007. Bimbingan & Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.
http://aquuhlizha.blogspot.co.id/2014/03/teknik-teknik-bimbingan-konseling.html, diakses pada Sabtu 20/08/2016, diakses pada Jumat 19/08/2016 pukul 10:00 WIB.

Oleh: Syamsudin Kadir—Pegiat PENA dan Pendidikan Islam di Institut Islam Bunga Bangsa Cirebon (IAI BBC), Direktur Eksekutif Penerbit Mitra Pemuda, Penulis buku “Membangun Pendidikan dan Bangsa yang Beradab”.


[1] A. Juntika Nurihsan, Bimbingan & Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan (2007: 24)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah