Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia
HAKIKATNYA
manusia membutuhkan pendidikan sesuai karakter dan latar sosial, juga kultur
budayanya. Dalam sejarah Yunani dan Romawi pendidikan sudah dikenal, bahkan
memiliki kurikulum tersendiri sesuai zaman itu. Sehingga peradaban Yunani dan
Romawi terkenal dan terkenang dalam sejarah umat manusia.
Dalam
konteks Indonesia juga demikian. Sebelum masa kemerdekaan 1945, semangat
menempuh pendidikan sudah mulai menggeliat. Semangat tersebut semakin
menggeliat ketika proklamasi dikumandangkan dan penetapan UUD 1945 sebagai
konstitusi utama negara. Di dalamnya tertera dengan jelas mengenai tujuan
berbangsa dan bernegara, salah satunya mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
kemudian diperjelas dalam pasal dan beberapa ayat tentang pendidikan, yang
kemudian diperjelas dalam pasal 31 ayat 1-5 tentang pendidikan dan kebudayaan.
Sebagai
tindak lanjut dari konstitusi maka disusunlah Undang-undang tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas), kemudian Instruksi Presiden (Inpres),
Peraturan Menteri (Permen), dan sebagainya terkait dengan pendidikan juga
kurikulum yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan zaman.
Perjalanan
pendidikan di Indonesia memiliki keunikan dan sejarahnya sendiri.
Perkembangannya begitu dinamis seiring pergantian pengendali kekuasaan. Pada
level berikutnya, hal ini pun berpengaruh besar terhadap sistem dan proses
pendidikan secara nasional, termasuk perubahan kurikulum sebagai salah satu
instrumen penentu.
Secara
historikal, perubahan kurikulum di dunia pendidikan Indonesia dapat diuraikan
sebagai berikut: Pertama Kurikulum
1947, Kedua Kurikulum 1952, Ketiga Kurikulum 1964, Keempat Kurikulum 1968, Kelima Kurikulum 1975, Keenam Kurikulum 1984, Ketujuh Kurikulum 1994, Kedelapan Kurikulum 2004, Kesembilan Kurikulum 2006, dan Kesepuluh Kurikulum 2013.
Melalui
makalah ini sebagai pemakalah saya berupaya
untuk membahas kurikulum pada masing-masing periode tersebut, tentu sesuai
karakter dan kekhasannya masing-masing. Saya memilih beberapa buku sebagai
referensi, di samping Undang-undang, Peraturan Pemerintah (seperti Peraturan
Presiden), makalah dan tulisan yang berkaitan dengan sejarah perkembangan
kurikulum yang relevan dan sesuai dengan judul pembahasan makalah ini. Semoga
pembaca berkenan menyampaikan saran dan kritik konstruktif, sehingga ke depan
saya mampu menghadirkan makalah yang semakin berkualitas, yang pada ujungnya
makalah ini dan hasil perbaikannya semakin bermanfaat bagi masyarakat luas.
1.1. Sejarah
Perkembangan Kurikulum Zaman Klasik
Secara sederhana, sejarah kurikulum
terbagi ke dalam beberapa zaman. Misalnya, menurut Ahmad (1998: 79), yaitu :
1. Kurikulum
Zaman Zaman Yunani Kuno
2. Kurikulum
Zama Romawi
3. Kurikulum
Abad Tengah Modern
Pertama,
kurikulum Yunani Kuno. Pada zaman Yunani Kuno kurikulum masih sangat primitif
dan belum ada sekolah formal, sehingga kurikulumnya pun tidak tertulis. Pada
masa nenek moyang bangsa kita, proses pendidikan berjalan secara informal,
yaitu para orangtua memberikan pengalaman pada anak-anaknya, seperti cara-cara memburu
binatang, menangkap ikan, bertani, dan sebagainya.[1]
Pada zaman kuno, kurikulum saat itu
sangat sederhana dan masih berbentuk jadwal pelajaran seperti:
1. Literatur
secara tertulis tidak ada, hanya berupa dongeng dan pesan secara lisan.
2. Ilmu
pengetahuan hanya terbatas pada kenyataan-kenyataan alam langsung, tanpa ukuran
buku.
3. Matamatika
(ilmu hitung) hanya mengenal angka dan hanya terbatas pada penjumlahan saja
yang diperlukan.
4. Mengenal
dan mengutamanakan pendidikan jasmani atau latihan-latihan fisik.
5. Mengenal
dan mengutamakan pendidikan religius atau ritual (berupa kepercayaan)[2]
Kedua, Kurikulum zaman Romawi. Kurikulum
saat ini hanya berisi pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Pendidikan saat
itu sifatnya informal karena hanya dilakukan di rumah-rumah dan pendidikan di
sekolah-sekolah hampir tidak ada. Pendidikan tidak menjadi tugas negara, tetapi
diselenggarakan di rumah-rumah.
Tujuan pendidikan zaman Romawi lama,
yaitu: membentuk warga negara yang berani berkorban membela tanah airnya, dan
diutamakan pembentukan warga negara yang cakap sebagai tentara.[3]
Ketiga,
kurikulum abad tengah dan pendidikan modern. Pada zaman pertengahan asimilasi
kebudayaan berjalan terus. Sejalan dengan itu, pendidikan saat itu hampir
sebagian besar berada di tangan kaum baru, agama Kristen yang tidak
membeda-bedakan derajat manusia atau warna kulit. Segenap manusia adalah
makhluk Tuhan dan sama derajatnya. Bahan kebudayaan pada saat itu diambil dari
Romawi dan Yunani.[4]
1.2. Sejarah
Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Sejarah
kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri
Pendidikan, sehingga mutu pendidikan di Indonesia hingga kini masih dinilai belum
memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah
sejak tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 dan 2006[5],
hingga kini yang masih berlaku Kurikulum 2013.
Perubahan
tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik,
sosial budaya, ekonomi, dan IPTEK dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab,
kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara
dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat secara
luas.
Menurut
M. Ahmad (1998), perubahan kurikulum itu dapat terjadi karena dipengaruhi juga
oleh beberapa faktor antara lain:
1. Faktor
sistem warisan pendidikan yang sudah tidak cocok dengan kondisi lapangan.
2. Faktor
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah maju cepat.
3. Faktor
ledakan penduduk dimana generasi bertambah, hal ini membutuhkan pendidikan.[6]
Mengutip
pendapat S. Naution (2003), Moh. Yamin (2012) mengakui bahwa kurikulum tidak
pernah lepas dari cengkeraman kepentingan politik.[7]
Bahkan setiap peraturan dan pasal-pasal kebijakan pendidikan, termasuk arahan
dan perubahan kurikulum merupakan produk dinamika politik dalam perjalanan
bangsa dan negara.
Menurut
Nasution (2003), apapun yang akan dicapai di sekolah harus ditentukan oleh
kurikulum. Jadi, barangsiapa yang menguasai kurikulum maka ia memegang peranan
penting dalam mengatur nasib bangsa dan negara ke depannya.[8]
Walau
begitu, semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama,
yaitu Pancasila dan Undang-Undang 1945. Perbedaannya adalah pada penekanan
pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
1.3. Perkembangan
Kurikulum Pada Masa Berlakunya Kurikulum
Secara historikal, perubahan
kurikulum di dunia pendidikan Indonesia beserta tujuan yang ingin dicapai dapat
diuraikan sebagai berikut:
Pertama, Kurikulum 1947
Kurikulum
pertama di masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu
penyebutan lebih populer menggunakan Leer
Plan (Rencana Pelajaran) ketimbang
istilah Curriculum dalam bahasa Inggris.
Rencana pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia
pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan
pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda.[9]
Rencana
Pelajaran 1947 ini lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara,
dan masyarakat daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan
dengan kejadian sehari-hari, perhatiaan terhadap kesenian, dan
pendidikan jasmani. Pada masa itu juga dibentuk kelas masyarakat yaitu sekolah
khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti
pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya, agar anak yang tak mampu
sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.[10]
Kedua, Kurikulum 1952
Pada
tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran terurai 1952. Kurikulum ini sudah
mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol
dan sekaligus ciri dari kurukulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Fokusnya
pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya dan moral (pancawardhana).
Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi : moral,
kecerdasan, emosional, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan
dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
Ketiga, Kurikulum 1964
Kali
ini beri nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang
menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan
agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang Sekolah
Dasar (SD), sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang
meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral.[11]
Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi : moral,
kecerdasan, emosional, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan
dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.[12]
Keempat, Kurikulum 1968
Kurikulum
1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan
struktur kurikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan
dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari
segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan
pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelima, Kurikulum 1975
Kurikulum
1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (management by objective) yang
terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan
pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Setiap
satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus
(TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan
evaluasi. Pada kurikulum ini juga menekankan pada pentingnya pelajaran
matematika sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
Walau
demikian, perubahan kurikulum selalu berpijak pada prinsip-prinsip tertentu. Sekadar
contoh, prinsip kurikulum Sekolah Dasar (SD) 1975, diantaranya: (1) prinsip
fleksibilitas program, (2) prinsip efesiensi dan efektivitas; (3) prinsip
berorientasi pada tujuan; (4) prinsip pendidikan seumur hidup.[13]
Keenam, Kurikulum 1984
Dari
evaluasi Kurikulum 1975 dan masukan-masukan lain yang relevan, ditemukan
masalah-masalah yang melatarbelakangi perbaikan Kurikulum 1975 dan
ditetapkannya Kurikulum 1984, yaitu sebagai berikut:
(1) Adanya
beberapa unsur baru dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1983 yang
perlu ditampung dalam Kurikulum Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan Menengah).
(2) Masih
terdapatnya kesenjangan baik antara program kurikulum dengan pelaksanaannya di
sekolah maupun antara program kurikulum dengan kebutuhan lapangan kerja dan
kebutuhan pendidikan pendidikan tinggi.
(3) Masih
belum sesuainya materi kurikulum berbagai mata pelajaran dengan taraf kemampuan
anak didik.
(4) Adanya
kelemahan-kelemahan isi kurikulum dalam berbagai mata pelajaran pada jenis dan
jenjang pendidikan, antara lain terlalu syaratnya materi kurikulum yang harus
dijalankan, termasuk pelajaran matematika.
(5) Adanya
perbedaan kemajuan pendidikan antara suatu daerah dengan daerah lainnya, yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan perkembangan dari pertumbuhan masyarakat,
lingkungan kehidupan masing-masing daerah, serta ilmu dan teknologi.
(6) Adanya
kesenjangan antara jumlah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan daya
tampung Perguruan Tinggi (PT).[14]
Sehingga
dapat dipahami bahwa Kurikulum 1984 memiliki kekhususan yaitu mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini
juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang Disempurnakan”. Posisi siswa
ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) atau Student Aktive Learning (SAL).
Kurikulum
1984 ini berorientasi kepada tujtuan interaksional. Didasari oleh pandangan
bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat
terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu,
sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang petama harus dirumuskan adalah
tujuan apa yang harus dicapai siswa.
Dalam
kajian Karso dijelaskan bahwa, materi Kuirkulum 1984 pada dasarnya tidak banyak
berbeda dengan materi Kurikulum 1875, yang berbeda adalah organisasi
pelaksanaan, sehingga dengan demikian Kurikulum 1984 dapat dilaksanakan dengan
menggunakan bahan-bahan dan buku-buku serta sarana yang sudah ada sebelumnya.[15]
Ketujuh, Kurikulum 1994
Kurikulum
1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai UU No.
2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Hal ini berdampak
pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem
semester ke sistem caturwulan. Tujuan pengajaran lebih menekankan pada
pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Kedelapan, Kurikulum 2004
Kurikulum
ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan
berbasis kopetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan
(kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan.
Hal
ini dapat diartikan bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang
mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah
perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman
pembelajaran. Kurikulum ini berorientasi pada hasil dan dampak dari proses
pendidikan serta keberagaman individu dalam menguasai semua kompetensi.[16]
Kesembilan, Kurikulum 2006
Kurikulum
2006 ini dikenal dengan sebutan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Awal
2006 uji coba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses
pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi
tidaklah banyak perbedaan dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol
adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai
dengan lingkungan dan kondisi sekolah berada.
Hal
ini dapat disebabkan kerangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL),
standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk
setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Depertemen Pendidikan Nasional—yang
kini bernama Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Jadi
pengembangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian
merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) di bawah koordinasi dan
sepervisi pemerintah Kabupatena/Kota.[17]
Kesepuluh, Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 diluncurkan secara
resmi pada tanggal 15 Juli 2013.[18]
Kurikulum
2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam rintisan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan karena
desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) 2006. Sederhananya, pengembangan Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan
atas beberapa kurikulum yang berlaku sebelumnya.
Selain
itu, penataan kurikulum pada Kurikulum 2013 dilakukan sebagai amanah dari UU
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Peraturan
Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN).
Kurikulum
2013 dikembangkan untuk meningkatkan capaian pendidikan dengan dua strategi
utama, yaitu peningkatan efektifitas pembelajaran pada satuan pendidikan dan
penambahan waktu pembelajaran di sekolah.
Sedangkan
efektifitas pembelajaran dicapai melalui tiga tahap, yaitu:
1) Efektifitas
interaksi, akan tercipta dengan adanya harmonisasi iklim akademi dan budaya
sekolah. Efektifitas interaksi dapat terjaga apabila kesinambungan
manajemen dan kepemimpinan pada satuan pendidikan.
2) Efektifitas
pemahaman, menjadi bagian penting dalam pencapaian efektifitas pembelajaran.
Efektifitas tersebut dapat dicapai apabila pembelajaran yang mengedepankan
pengalaman personal siswa melalui observasi, asosiasi, bertanya, menyimpulkan
dan mengkomunikasikan.
3) Efektivitas
penyerapan, dapat tercipta manakala adanya kesinambungan pembelajaran horizontal
dan vertikal.
Penerapan
Kurikulum 2013 diimplementasikan dengan adanya penambahan jam pelajaran. Hal
tersebut sebagai akibat dari adanya perubahan proses pembelajaran yang semula
dari siswa diberi tahu menjadi siswa yang mencari tahu. Selain itu, akan
merubah pula proses penilaian yang semula berbasis output menjadi berbasis proses dan output.
Menurut
Sulaiman (2014), Kurikulum 2013 menekankan kompetensi sikap, pengetahuan dan
keterampilan secara terpadu.[19]
Singkatnya, kurikulum 2013 berorientasi pada kondisi terjadinya peningkatan dan
keseimbangan antara ketiga kompetensi tersebut.
Hal
itu sejalan dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdknas) sebagaimana tersurat dalam penjelasan pasal 35, yaitu: kompetensi
lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar yang telah disepakati.
Hal
ini sejalan pula dengan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang telah
dirintis pada tahun 2004 dengan mencangkup kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan secara terpadu.
1.4. Kesimpulan dan
Saran
Perjalanan
pendidikan di Indonesia memiliki keunikan dan sejarahnya sendiri.
Perkembangannya begitu dinamis seiring pergantian pengendali kekuasaan. Pada
level berikutnya, hal ini pun berpengaruh besar terhadap sistem dan proses
pendidikan secara nasional, termasuk perubahan kurikulum sebagai salah satu
instrumen penentu.
Secara
historikal, perubahan kurikulum di dunia pendidikan Indonesia dapat diuraikan
sebagai berikut: Pertama Kurikulum
1947, Kedua Kurikulum 1952, Ketiga Kurikulum 1964, Keempat Kurikulum 1968, Kelima Kurikulum 1975, Keenam Kurikulum 1984, Ketujuh Kurikulum 1994, Kedelapan Kurikulum 2004, Kesembilan Kurikulum 2006, dan Kesepuluh Kurikulum 2013. Setiap periode
tersebut memiliki kurikulumnya masing-masing; yang tentu saja memiliki karakter
dan kekhasannya sendiri.
Pembahasan
mengenai berbagai hal tentang pendidikan khususnya tentang sejarah perkembangan
kurikulum pendidikan di Indonesia tentu tak cukup dibahas dalam makalah sederhana
ini. Untuk itu, sebagai pemakalah saya menyarankan agar pembaca berkenan
mencari dan mengkaji sumber lain yang membahas secara detail, sehingga
pengetahuan tentang hal tersebut lebih luas dan memberi efek positif pada upaya
kita semua dalam memperdalam sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia itu
sendiri, sejak dulu hingga kini. []
Daftar Pustaka
Buku:
Ahmad, M., Dkk., Pengembangan Kurikulum, Penerbit Pustaka
Setia, Bandung,
1998.
Karso, Pengantar Kurikulum SMA, Penerbit Setia
Budi, Bandung, Tanpa Tahun.
Sulaiman, Pengembangan Kurikulum; Pendidikan Agama
Islam dan Budi Pekerti,
Penerbit STAI
Bunga Bangsa Cirebon, Cirebon, 2014.
Nasution, S, Asas-asas Kurikulum, Bumi Aksara,
Jakarta, 2003.
Yamin, Moh., Panduan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan,
Diva Press,
Jogjakarta, 2012.
Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia dan Amandemennya, Penerbit Giri
Ilmu, Solo,
2014.
Website
atau Blog:
1.
http://informasipendidikanindonesia.blogspot.co.id/2014/10/makalah-sejarah-perkembangan-kurikulum_4.html,
diakses pada Rabu, 21 Desember 2016 pukul 13.30 WIB.
2.
http://www.gurungapak.com/2016/03/perkembangan-kurikulum-1947-sampai.html
, diakses pada Rabu, 21 Desember 2016 pukul 13.45 WIB.
3.
http://atcontent.com/publication/878784857071999mb..text/-/Menyongsong-kurikulum-2013,
diakses pada Rabu, 21 Desember 2016 pukul 14.00 WIB.
4.
http://taqwimislamy.com/index.php/en/57-kurikulum/297-sejarah-perkembangan-kurikulum-di-indonesia
Dokumen Undang-undang dan Peraturan
Pemerintah:
- Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
- Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Dokumen Kurikulum 2013. Jakarta: Depdiknas.
- Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Oleh: Syamsudin Kadir—Direktur Eksekutif Penerbit
Mitra Pemuda, Pegiat PENA dan Pendidikan Islam di IAI Bunga Bangsa Cirebon,
penulis buku “Membangun Pendidikan dan Bangsa yang Beradab”.
[1] M. Ahmad Dkk., Pengembangan
Kurikulum, (Bandung: Penerbit Pustaka Setia), hlm. 80.
[2] Ibid. Hal. 83.
[3] Ibid. Hal. 86.
[4] Ibid. Hal. 86.
[5]http://informasipendidikanindonesia.blogspot.co.id/2014/10/makalah-sejarah-perkembangan-kurikulum_4.html,
diakses pada Rabu, 21 Desember 2016 pukul 13.30 WIB.
[6] M. Ahmad Dkk., Pengembangan
Kurikulum (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hlm. 92.
[7] Moh. Yamin, Panduan Manajemen
Mutu Kurikulum Pendidikan (Jogjakarta: Diva Press, 2012), hlm. 15.
[8] S. Nasution, Asas-asas Kurikulum
(Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 1.
[9] http://www.gurungapak.com/2016/03/perkembangan-kurikulum-1947-sampai.html
, diakses pada Rabu, 21 Desember 2016 pukul 13.45 WIB.
[10] Ibid.
[11]http://informasipendidikanindonesia.blogspot.co.id/2014/10/makalah-sejarah-perkembangan-kurikulum_4.html,
diakses pada Rabu, 21 Desember 2016 pukul 13.30 WIB.
[12] Ibid.
[13] M. Ahmad Dkk., Pengembangan
Kurikulum (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hlm 184-185.
[14] Karso, Pengantar Kurikulum SMA
1984 (Bandung: Setai Budi, Tanpa Tahun), hlm. 2-3.
[15] Ibid, hlm. 1
[16]http://informasipendidikanindonesia.blogspot.co.id/2014/10/makalah-sejarah-perkembangan-kurikulum_4.html,
diakses pada Rabu, 21 Desember 2016 pukul 13.30 WIB.
[17] Ibid.
[18]http://www.gurungapak.com/2016/03/perkembangan-kurikulum-1947-sampai.html
, diakses pada Rabu, 21 Desember 2016, pukul 13.45 WIB.
[19] Sulaiman, Pengembangan
Kurikulum; Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (Cirebon: STAI Bunga
Bangsa Cirebon, 2014), hlm. 1.
Assalaamu'alaikum, izin copas ya 🙏🏻
BalasHapus