Tradisi Menulis Tiga Ketua Umum Ormas Islam


TIGA pemimpin Ormas Islam di Indonesia yang cukup aktif menulis adalah (1) Prof. Dr. Haedar Nashir (Ketua Umum PP Muhammadiyah), (2) Dr. Adian Husaini (Ketua Umum PP Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), dan (3) Dr. Nashirul Haq (Ketua Umum DPP Hidayatullah). Mungkin ada juga ketua umum ormas lain yang aktif menulis, namun saya belum menyaksikan dan membacanya secara rutin. Tapi untuk ketiga ketua umum tersebut, saya menyaksikan cukup aktif menulis dan saya rutin menikmati tulisan atau karya mereka. 

Ya, saya sangat bersyukur karena mendapat kesempatan untuk aktif membaca setiap tulisan ketiga tokoh tersebut. Baik dalam bentuk buku maupun dalam bentuk artikel yang dimuat di berbagai media online juga majalah. Sehingga asupan ide dan wawasan saya bertambah, tentu saja sangat mencerahkan. Ini juga menjadi penambah inspirasi dan motivasi ketika saya hendak menulis, baik buku maupun artikel untuk berbagai media. Kalau mereka bisa menghasilkan karya tulis, saya mestinya juga bisa. 

Ada dua majalah yang rutin saya baca selama ini yaitu Suara Muhammadiyah dan Majalah Hidayatullah. Selain mendapatkan ulasan yang kaya perspektif, dari dua majalah tersebut saya belajar menulis secara gratis dari para penulis yang tulisannya dimuat di dua majalah tersebut. Terutama ketiga tokoh yang saya sebutkan di atas. Bagi saya, tiga tokoh tersebut merupakan inspirator autentik literasi islami di Indonesia era ini. Bukan sekadar kandungan ide pada tulisannya, tapi juga konsistensinya untuk menjaga tradisi menulis. 

Saya bisa membayangkan betapa ketiga tokoh tersebut punya aktivitas yang sangat padat dan melelahkan, karena memimpin organisasi besar yang jaringannya ada di mana-mana.  Tapi mereka bukan saja menyempatkan untuk menulis, bahkan menyediakan waktu khusus untuk menulis. Sehingga sampai detik ini saya masih menikmati karya mereka. Ingat, bukan saja menyempatkan diri, tapi menyediakan waktu khusus untuk menulis. Sekali lagi, kalau mereka bisa, saya mestinya juga bisa. 

Karena itu pula, secara tergerak untuk menulis dan terus menulis. Mengapa? Jumlah penulis terutama dari kalangan muda semakin sedikit. Bila para pucuk pemimpin umat yang memiliki banyak kesibukan saja bisa menyempatkan bahkan menyediakan waktu untuk menulis, mestinya yang masih muda dan punya banyak waktu lebih giat lagi untuk menulis. Sebab kalau tradisi menulis terjaga, maka semakin banyak tulisan yang dipublikasi dan dibaca oleh pembaca di luar sana. 

Di era serba digital semacam ini, para penulis terutama dari kalangan muda, harus lebih banyak dan lebih giat lagi. Bila selama ini kita mengeluhkan minimnya jumlah penulis dan minimnya tulisan, maka solusinya bukan memaksa orang lain di luar sana agar menulis,  tapi memaksa diri kita sendiri untuk menulis dan menguasai berbagai media yang tersedia, termasuk media online. Bila ada kesulitan untuk menulis buku, maka silahkan menulis artikel untuk media online juga media sosial. 

Saya percaya bahwa tak ada peradaban maju yang dibangun tanpa ide atau gagasan. Ide atau gagasan akan dikenal orang karena disampaikan dan dituliskan. Bila disampaikan secara lisan, biasanya cakupan penyebarannya terbatas, kecuali direkam dan dipublikasi. Tapi kalau dituliskan, dapat disebar ke mana pun dan dibaca oleh banyak orang dalam bentuk buku dan media lainnya. Termasuk ke berbagai media online yang terus bertumbuh dan semakin kompetitif. Kalau jumlah penulis semakin sedikit, lalu berharap kepada siapa kalau bukan kepada diri kita sendiri?  

Peradaban maju sangat ditentukan oleh tradisi menulis yang terjaga. Peradaban apapun yang pernah jaya di atas muka bumi ini pasti akrab dengan tradisi menulis sekaligus tradisi membaca yang tinggi. Secara khusus peradaban Islam yang pernah berjaya selama ratusan tahun, merupakan dampak ril dari tradisi menulis yang kokoh zaman itu. Bahkan sebagian besar para pendiri bangsa Indonesia ini adalah penulis handal. Bila saja generasi muda bangsa ini melek dan aktif menulis, maka akan ada banyak karya tulis yang dipublikasi dan dinikmati pembaca. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku Biografi Tokoh dan Puluhan Buku 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah