Menjadi Guru Hebat, Bisa!
MENJADI
guru yang hebat adalah sebuah keniscayaan di era milenial ini. Sebab guru sudah
berhadapan dengan generasi milenial yang juga hebat. Tuntutan agar guru lebih
hebat, terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi, yang
membuat kecerdasan siswa juga menjadi semakin tinggi.
Secara
khusus, teknologi telah mengubah gaya hidup termasuk proses belajar. Kehidupan setiap
orang pun mengalami shifting
(bergeser) secara masif ke dalam platform.
Pekerjaan-pekerjaan warisan abad industri (abad ke-20) perlahan tapi pasti
digantikan pekerjaan-pekerjaan baru berbasis teknologi informasi.
Bahkan
pekerjaan-pekerjaan lama akan tetap dibutuhkan sepanjang pelaku bisa memperkaya
diri dengan aplikasi teknologi. Tidak akan ada lagi tempat bagi kelompok
medioker bermental penumpang yang kurang menuntut diri untuk belajar kembali.
Bahkan, ijazah dari perguruan tinggi terbaik belum cukup bila pengembangan
mental tidak dilakukan.
Pergeseran
besar-besaran (the gret shifting) dapat
diterima dengan mudah oleh mereka yang berpandangan terbuka dan terbiasa
beradaptasi dengan perubahan. Mereka yang terbelenggu kejayaan masa lalu pasti
menentang. Keberhasilan tak pernah bersifat final. Kehidupan tak berhenti
setelah mencapai kesuksesan. Ada satu tuntutan agar tak ditelan pergeseran
zaman: to keep yourself relevant.
Menjaga agar pekerjaan, termasuk guru, tetap relevan dengan spirit zaman
digital.
Ekosistem
digital menjalankan peran membentuk interkoneksi, membuat segalanya terhubung, dan
mempermudah kegiatan sosial-ekonomi. Ia memberi akses bagi beragam kapabilitas
sumber-sumber daya, dan talenta untuk melahirkan inovasi.
Rhenald
Kasali, dalam The Great Shifting
(2018), menjelaskan ciri-ciri pergeseran masif dan besar-besaran sebagai
berikut, pertama, dimulai dari
teknologi dasar, merembet ke semua sektor yang semula berdiri sendiri-sendiri,
lalu berpaling sebagai satu kesatuan lewat konvergensi. Smart phon, misalnya,
merupakan konvergensi banyak teknologi: semikonduktor chip, software, internet,
kamera digital, telekomunikasi, dan hiburan.
Kedua,
dari industri berbasis produk (product-based competition) menjadi industri berbasis platform (platform based). Era pertanian berubah menjadi era industri ditandai
penemuan mesin uap. Kini era industri telah berubah menjadi era digital online
berkat internet, smartphon, dan media sosial. Perkantoran bergeser ke jagat
maya, cyber, dan virtual.
Ketiga,
teknologi tidak pernah stagnan. Setiap revolusi (penemuan baru berdampak besar)
pasti diikuti evolusi (social invention). Penemuan mesin uap diikuti
evolusi pengembangannya menjadi mesin berbahan bakar cair (bensin dan solar),
mesin pesawat baling-balin, dan mesin jet. Evolusi itulah yang membuat industri
makin maju berkat sarana transportasi canggih.
Keempat,
ranah sosial budaya juga mengalami pergeseran berkat social invetion. Budaya pertanian dan industri berbeda dengan
budaya digital yang kolaboratif, berjejaring, cepat, dan serempak.
Kelima,
budaya baru digital itu dikembangkan mereka yang menghadirkan masa depan ke
hari ini. Bandingkan dengan warisan budaya pertanian dan industri yang
cenderung menghadirkan kompleksitas masa lalu pada hari ini yang serba
membatasi. The geat shifting membuat
yang lama tampak kadaluwarsa (ketinggalan zaman) sehingga haris diciptakan
inovasi baru agar tetap relevan.
Pertanyaannya:
apakah kita bisa menjadi guru hebat di zaman now atau era dimana generasi milenial belajar dengan cara unik ini?
Robert
Bala dalam bukunya “Menjadi Guru Hebat
Zaman Now” (2018), menjelaskan bahwa secara prinsip, ada tiga kriteria yang
mewakili tiga kompetensi guru dalam mengajar, yaitu memahami konsep (written curriculum), metodologi mengajar
(taught curriculum), dan evaluasi (assessed cirriculum).
Mari
kita perjelas satu persatu. Seorang guru yang baik bisa didefinisikan sebagai
orang yang mampu memahami realitas diri dan terus memantaskan dirinya, baik
ilmu dan sikap, maupun tindakannya. Ia juga sanggup menyampaikan apa yang ada
dalam pikiran dan pengalamannya kepada siswa. Selanjutnya, tingkat pemahaman
itu dapat diukur melalui tes yang dilaksanakan.
Pemahaman
konsep yang dirumuskan disebut sebagai kurikulum tertulis (written curriculum).
Konsep adalah hal yang dimiliki oleh guru dalam bentuk pengetahuan dan
pengalaman. Artinya, pengetahuan yang diperoleh selama masa pendidikan dan
terus diperbarui dalam proses belajar. Lewat kemampuan membaca, menganalisa,
tidak terkecuali menonton berita berkualitas melalui media elektornik, kian
mematangkan guru dalam pemahaman konsep.
Tidak
hanya objek pengetahuan, tetapi ia juga mengetahui perkembangan psikologis
anak. Pengetahuan psikologis menjadi sangat penting agar saat tiba waktunya,
guru dapat membantu anak didik mencapai kesempurnaan pada etape hidupnya; di
samping mampu menggunakan metode yang tepat dalam proses pembelajaran, bahkan
mampu menemukan metode yang baru.
Pada
akhirnya, kebenaran akan konsep akan diuji dari hasil yang diperoleh dari
ujian. Tes akan menjadi indikator apakah materi yang dipahami oleh guru telah
disampaikan secara tepat dengan menggunakan metode yang tepat. Di sini,
evaluasi dan perbaikan dianggap sebagai tindak lanjut.
Ujian
bagi siswa mestinya menjadi ujian bagi guru. Prestasi siswa mesti menjadi
indikator bagi guru. Siswa yang hebat bisa dilahirkan dari guru hebat yang
telah menguji dirinya sendiri dan menjadikan pengalaman sebagai rangkaian
proses menjadikannya juga sebagai pribadi hebat.
Seorang
guru yang hebat bukan saja dari dalam dan luasnya pengetahuan yang dipahami
sebagai konsep, tetapi juga melek
teknologi yang ditandai dengan kemampuan memanfaatkan teknologi dalam menunjang
pembelajaran, dan kemampuannya untuk menemukan potensi siswa dan mencari metode
yang tepat untuk mengantar siswa sampai kepada konsep yang ia pahami, bahkan
melampaui konsep yang diketahui oleh guru.
Bahkan,
melalui proses jatuh-bangun, evaluasi dan aksi, perbaikan dan perubahan,
seorang siswa akan terangsang nalurinya untuk terus mencari kesempurnaan. Ia
tidak pernah puas dengan apa yang dipeoleh, tetapi selalu berusaha
memperbaikinya. Di sini guru mesti mampu membangkitkan daya kritis kepada
siswanya sehingga agar di saat masa depan tiba dengan segala problematika,
kemungkinan, dan peluangnya ia dapat mengambil keputusan kritis secara tepat
sesuai dengan konteksnya. Ya, menjadi guru hebat, bisa! [Oleh: Syamsudin Kadir—Penulis
buku “PENDIDIKAN Mencerahkan dan Mencerdaskan” dan Penggiat di Majelis Pustaka
dan Informasi PDM Kabupaten Cirebon. Tulisan ini dimuat pada halaman 11 Kolom
Opini Koran Kabar Cirebon edisi Kamis 10 Januari 2019]
Komentar
Posting Komentar