Sambut Ramadhan, Pahami Hikmahnya!
TERHITUNG hari ini (Senin/6/5/2019) kita sudah memasuki 1 Ramadhan 1440 H. Ini pertanda kita, umat
Islam, akan membersamai satu bulan yang sama-sama kita nantikan. Bulan dengan
berbagai keunggulannya dibanding dengan bulan yang lain sesuai dengan yang digariskan
oleh Allah dan Rasul-Nya dalam syari-at-Nya.
Siapapun, baik
yang tua maupun yang muda bahkan anak-anak kecil sangat merindukan datangnya
Ramadhan. Bukan saja pahala dan ampunan juga rahmat yang didapatkan dalam bulan
mulia ini, tapi juga punya manfaat atau dampak sosial. Sebab di bulan ini
biasanya dijadikan momentum untuk bersilaturahim antar sesama. Baik dengan
keluarga dan tetangga, maupun dengan rekan kerja dan teman sejawat lintas
profesi, yang bisa jadi selama ini jarang bersua.
Diantara hal
penting yang perlu kita pahami dalam menyambut Ramdhan yaitu hikmah sekaligus
tujuan ber-shaum itu sendiri. Hikmah dan tujuan utama diwajibkannya shaum
adalah untuk mencapai takwa kepada Allah, yang hakikatnya adalah kesucian jiwa
dan kebersihan hati. Maka bulan Ramadhan merupakan kesempatan berharga bagi
seorang muslim untuk berbenah diri guna meraih takwa kepada Allah. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu ber-shaum sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar
kamu bertakwa” (QS.
al-Baqarah:183).
Mengenai ayat
tersebut, Imam Ibnu Katsir
berkata, “Dalam ayat ini Allah berfirman kepada orang-orang yang beriman dan
memerintahkan mereka untuk (melaksanakan ibadah) puasa, yang berarti menahan
(diri) dari makan, minum dan hubungan suami-istri dengan niat ikhlas karena
Allah (semata), karena puasa (merupakan sebab untuk mencapai) kebersihan dan
kesucian jiwa, serta menghilangkan noda-noda buruk (yang mengotori hati) dan
semua tingkah laku yang tercela”.
Lebih lanjut, Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di
menjelaskan unsur-unsur takwa yang terkandung dalam ibadah shaum, yaitu, pertama,
orang yang berpuasa
(berarti) meninggalkan semua yang diharamkan Allah (ketika berpuasa), berupa
makan, minum, berhubungan suami-istri dan sebagainya, yang semua itu diinginkan
oleh nafsu manusia, untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengharapkan
balasan pahala dari-Nya dengan meninggalkan semua itu, ini adalah termasuk
takwa (kepada-Nya).
Kedua, orang
yang ber-shaum (berarti) melatih dirinya untuk (merasakan)
muraqabatullah (selalu merasakan pengawasan Allah), maka dia
meninggalkan apa yang diinginkan hawa nafsunya padahal dia mampu
(melakukannya), karena dia mengetahui Allah maha mengawasi (perbuatan)-nya.
Ketiga, sesungguhnya
shaum
akan mempersempit jalur-jalur (yang dilalui) setan (dalam diri manusia), karena
sesungguhnya setan beredar dalam tubuh manusia di tempat mengalirnya darah, maka dengan berpuasa akan lemah
kekuatannya dan berkurang perbuatan maksiat dari orang tersebut.
Keempat, orang
yang ber-shaum umumnya banyak melakukan ketaatan (kepada
Allah), dan amal-amal ketaatan merupakan bagian dari takwa.
Kelima, orang
yang kaya jika merasakan beratnya (rasa) lapar (dengan ber-shaum)
maka akan menimbulkan dalam dirinya (perasaan) iba dan selalu menolong
orang-orang miskin dan tidak mampu, ini termasuk bagian dari takwa.
Bulan Ramadhan merupakan musim kebaikan
untuk melatih dan membiasakan diri memiliki sifat-sifat mulia dalam agama
Islam, di antaranya sifat sabar. Sifat ini sangat agung kedudukannya dalam
Islam, bahkan tanpa adanya sifat sabar berarti iman seorang hamba akan pudar.
Imam Ibnul Qayyim menggambarkan hal ini dalam ucapan beliau, “Sesungguhnya (kedudukan sifat) sabar dalam
keimanan (seorang hamba) adalah seperti kedudukan kepala (manusia) pada
tubuhnya, kalau kepala manusia hilang maka tidak ada kehidupan bagi tubuhnya”.
Sifat yang agung ini, sangat erat kaitannya
dengan puasa, bahkan puasa itu sendiri adalah termasuk kesabaran. Oleh karena
itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih
menamakan bulan Ramadhan
dengan syahrush shabr (bulan kesabaran). Bahkan Allah menjadikan
ganjaran pahala shaum berlipat-lipat ganda tanpa batas,
sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Semua
amal (shaleh yang dikerjakan) manusia dilipatgandakan (pahalanya), satu
kebaikan (diberi ganjaran) sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala
berfirman: “Kecuali puasa (ganjarannya tidak terbatas), karena sesungguhnya
puasa itu (khusus) untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran (kebaikan)
baginya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Demikian pula sifat sabar, ganjaran
pahalanya tidak terbatas, sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya
orang-orang yang bersabar akan disempurnakan (ganjaran) pahala mereka tanpa
batas.”
(QS. az-Zumar:10).
Imam Ibnu Rajab al-Hambali menjelaskan
eratnya hubungan shaum dengan sifat sabar dalam ucapan beliau, “Sabar itu ada tiga macam, pertama, sabar
dalam (melaksanakan) ketaatan kepada Allah, kedua, sabar dalam (meninggalkan) hal-hal yang
diharamkan-Nya, dan ketiga, sabar (dalam menghadapi)
ketentuan-ketentuan-Nya yang tidak sesuai dengan keinginan (manusia). Ketiga
macam sabar ini (seluruhnya) terkumpul dalam (ibadah) shaum,
karena (dengan) ber-shaum (kita harus) bersabar dalam (menjalankan)
ketaatan kepada Allah, dan bersabar dari semua keinginan syahwat yang
diharamkan-Nya bagi orang yang berpuasa, serta bersabar dalam (menghadapi)
beratnya (rasa) lapar, haus, dan lemahnya badan yang dialami orang yang
berpuasa”.
Semoga dengan
memahami hikmah sekaligus tujuan shaum,
kita semakin bersemangat untuk menyambut
bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan dan mempersiapkan diri dalam perlombaan
untuk meraih pengampunan dan kemuliaan dari-Nya, dengan bersungguh-sungguh
mengisinya dengan
ibadah-ibadah agung yang disyariatkan-Nya. Akhirnya, marhaban ya
Ramadhan! [Oleh: Eni Suhaeni—Pemerhati Masalah Pendidikan dan
Sosial-Keagamaan. Tulisan ini dimuat pada halaman 10 Koran Fajar Cirebon edisi
Senin 6 Mei 2019]
Komentar
Posting Komentar