GIAT MEMBACA, HOBI MENULIS


Perkembangan media massa dan media online serta teknologi informasi akhir-akhir semakin tak terbendung. Semua aspek kehidupan umat manusia hampir semuanya berlabuh melalui berbagai media. Kreatifitas, inovasi dan keunikan konten serta kecanggihan kemasan membuatnya menjadi berbeda. 

Di sela-sela fenomena semacam itu lalu muncul semangat baru dalam dunia literasi terutama menulis. Hampir semua yang memiliki handphon bisa dipastikan pernah menulis. Sehingga sebagian menjadikannya sebagai media belajar untuk menghasilkan karya tulis yang bermanfaat. 

Saya sendiri baru belajar dan tersadarkan betapa fenomena di atas adalah anugerah dari Allah. Semuanya bisa digunakan dan dimanfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat. Bila pun untuk sebagian orang menggunakannya untuk kejahatan atau keburukan, itu fenomena lain. 

Dalam konteks literasi, siapapun sejatinya bisa memanfaatkan media dan fenomena yang ada untuk menghasilkan karya bermanfaat. Misalnya, seseorang bisa menulis status atau tulisan pendek di akun media sosial miliknya. Bila secara rutin ia lakukan setiap hari, maka dalam setahun ia sudah menulis sekitar 360 status atau tulisan pendek. 

Belakangan saya menggunakan pola ini. Bahkan untuk beberapa kesempatan saya menulis beberapa status atau tulisan. Sehari bisa gonta-ganti status lebih dari tiga kali. Ini tentu bukan untuk gagah-gagahan, tapi untuk melatih diri saya agar terbiasa untuk menulis. 

Saya sangat teringat dan termotivasi dengan sebuah anonim bahwa orang bisa karena biasa. Ini bermakna, bila seseorang biasa menulis maka kemungkinan besar dia bakal bisa menulis atau menghasilkan karya tulis. Semakin banyak melatih menulis maka besar kemungkinan ia bisa menghasilkan tulisan yang layak baca. 

Lalu beberapa pembaca yang pernah membaca buku-buku saya pernah bertanya perihal modal saya dalam menulis. Sebetulnya pertanyaan semacam itu dan serupanya sudah banyak saya dengar selama sekian tahun. Termasuk ditanyakan juga oleh teman-teman saya sendiri. 

Apapun isi pertanyaan mereka, pada intinya mereka sedang berupaya agar mereka juga bisa punya karya tulis. Kalau membaca beberapa tulisan dan cerita pengalaman para penulis ternama yang sudah punya karya tulis yang monumental maka dapat dipastikan bahwa modal utama mereka menulis adalah membaca. 

Membaca adalah saudara kembar menulis. Makin banyak membaca maka besar kemungkinan bakal tergerak untuk menulis bahkan banyak menulis. Jadi bila hendak memiliki karya tulis termasuk dalam bentuk buku maka banyaklah membaca buku atau karya orang lain. 

Nah, sekarang atau era ini ada banyak sumber bacaan. Semuanya bisa diperoleh selama 24 jam. Baik yang berbentuk PDF maupun dakam bentuk buku. Begitu juga tulisan di berbagai website dan group media sosial. Banyaknya tak bisa dihitung. Asal ada niat dan semangat membaca, siapapun dapat membacanya.  

Bila membaca sudah menjadi kebiasaan sehari-hari bahkan sudah menjadi tradisi, terutama di lingkungan keluarga atau lingkungan lain, maka besar kemungkinan ada dorongan dari dalam untuk menulis. Saya sendiri mengalami sendiri apa yang saya sampaikan ini. Bila saya membaca sesuatu maka dengan sendirinya saya tersemengati untuk menulis. 

Saya sendiri masih dalam tahap belajar, baru mulai belajar. Walau masih pada tahap dan level itu, saya bertekad agar pada setiap bulannya saya punya buku baru. Bahkan sekarang sudah mulai difresh lagi. Sebulan bisa menulis dan menerbitkan beberapa buku baru. 

Saya tentu bukan contoh terbaik untuk menyemangati siapapun di luar sana dalam menekuni dunia kepenulisan. Poin saya sebetulnya sederhana, bahwa kalau seseorang sudah terbiasa membaca dan menjadikannya sebagai tradisi maka besar kemungkinan dia bakal terdorong untuk menulis, termasuk menulis buku. Nanti ujungnya bakal mengalami satu fakta ini: giat membaca, hobi menulis. Agar lebih jelas, silahkan mencoba sendiri! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis 34 Buku dan Ribuan Artikel 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok