Memaknai 80 Tahun Indonesia Merdeka
Bila ditelisik lebih mendalam, peringatan semacam ini hanya bermakna dan berdampak manakala dilakukan dalam rangka beberapa hal. Pertama, bersyukur kepada Allah. Bagaimana tidak, kemerdekaan yang kita peroleh merupakan bagian dari nikmat dari Allah. Keyakinan semacam ini mesti kita tanamkan secara terus dalam diri kita agar rasa syukur kepada Allah semakin berkualitas. Bila perayaan selama ini kerap dilakukan hanya basa-basi dan hura-hura, maka saatnya kita tunaikan dengan banyak bersyukur kepada Allah. Kita perbanyak doa dan zikir kepada-Nya.
Kedua, meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah. Berbagai kegiatan apapun yang bernilai baik mesti memiliki dampak pada kualitas diri kita yang sesungguhnya. Bagaimana pun, sebagai manusia kita diciptakan oleh Allah terdiri dari aspek ruh dan fisik. Atau dalam bahasa lain, terdiri dari jiwa dan raga. Bila selama ini kita hanya memberi perhatian pada aspek fisik, maka saatnya kita untuk memberi perhatian kepada keduanya secara bersamaan. Peringatan kemerdekaan harus memberi dampak pada kualitas iman dan taqwa juga urusan duniawi kita.
Ketiga, meningkatkan semangat berkarya dan berkontribusi. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah dan peranan para leluhurnya. Tentu saja sejarah yang dimaksud adalah sejarah yang mengandung nilai-nilai perjuangan. Sementara peranan yang dimaksud adalah peranan yang baik oleh para pendahulu kita. Peringatan kemerdekaan kali ini mesti kita maknai sebagai momentum untuk terus berkarya dan berkontribusi pada upaya memajukan bangsa dan negara kita. Kemerdekaan mesti kita isi dengan peranan terbaik, bermakna dan bermanfaat seperti yang dilakoni para pendahulu kita.
Keempat, meningkatkan semangat berkolaborasi. Bangsa kita adalah bangsa yang besar. Terdiri banyak suku, ras dan latar sosial para penghuninya. Maknanya, di negeri ini kita tidak sendirian dalam latar yang homogen. Sebab faktanya kita berasal dari beragam asal dan tentu sangat heterogen. Dalam konteks itu, perayaan kali ini harus kita jadikan sebagai momentum untuk meneguhkan kebersamaan sekaligus meningkatkan semangat kolaborasi untuk memajukan bangsa dan negara. Berbagai hal yang mengarah pada pecah belah harus kita lawan atau sudahi.
Kelima, meningkatkan semangat melawan dan menyelesaikan masalah. Bangsa kita hingga saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang pelik. Kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan masih menimpa bangsa kita. Naifnya, sebagian dari mereka yang mendapat amanah pada sektor publik justru kerap melakukan tindakan pembodohan, pemiskinan dan penjajahan dalam beragam pola dan cara. Saatnya para pejabat dan kita semua menghadirkan jalan keluar dan bukan menjadi bagian dari masalah bangsa. Kita harus berani melawan hal buruk dari diri kita sendiri.
Keenam, membangun semangat anti korupsi dan konsen pada efesiensi anggaran sekaligus komitmen untuk taat mandat. Praktik korupsi, pemborosan anggaran dan bagi-bagi jabatan di berbagai BUMN dan BUMD yang dinilai tidak profesional masih menjadi gugatan dari berbagai kalangan. Naifnya, mereka yang menjabat tidak memahami substansi masalah pada jabatan yang diemban, sehingga dari tahun ke tahun BUMN dan BUMD masih mengalami masalah yang rumit. Tak sedikit BUMN dan BUMD yang mengalami kerugian besar. Bahkan tak sedikit pejabatnya yang terlibat korupsi.
Merdeka dari penjajahan adalah salah satu cita-cita luhur para pendahulu kita. Hal tersebut harus kita syukuri dan warisi dengan baik. Sehingga kita pun memiliki cita-cita yang sama dan mampu menjaganya dengan seksama. Bila dulu para pejuang bertarung dengan mengorbankan jiwa dan raga, maka saat ini kita bertarung dengan mengorbankan waktu, tenaga dan pemikiran kita. Dengan catatan, apapun ikhtiar dan kontribusi yang kita tunaikan harus dalam bingkai rasa syukur dan pengabdian kepada Allah, bukan untuk selain-Nya. Itulah makna kemerdekaan yang sesungguhnya! (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Indonesia Emas 2045"
Komentar
Posting Komentar