Warga Negara dan Kewarganegaraan


Masyarakat suatu negara merupakan masyarakat hukum suatu negara, yang artinya ialah suatu sistem hubungan yang teratur antara masyarakat suatu negara dengan hukum suatu negara bersangkutan.

Masyarakat suatu negara dapat dibedakan atas penduduk dan bukan penduduk. Yang dikatakan sebagai penduduk ialah warga negara dan orang asing yang berada dalam wilayah suatu negara. Sementara bukan penduduk untuk menunjuk kepada warga negara suatu negara yang berada di luar wilayah negara.


Dalam konteks Indonesia, pada Bab X Pasal 26 ayat 2 UUD 1945 dijelaskan bahwa penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

Masing-masing pembedaan tersebut memberi efek hukum tersendiri sesuai dengan hukum yang berlaku pada masing-masing negara, termasuk bagi negara hukum Republik Indonesia.

Memahami secara utuh mengenai konsep warga dan kewarganegaraan, baik secara umum maupun secara khusus bagi dan dalam sebuah negara, terutama Indonesia adalah satu keniscayaan bagi siapapun yang memiliki legalitas hukum sebagai warga negara Indonesia maupun bagi mereka yang hendak menjadi warga negara Indonesia, atau sekadar menetap di wilayah negara Republik Indonesia sebagai duta, utusan dan atau tugas kenegaraan asing lainnya sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku. 
 
Warga Negara

Warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu organisasi perkumpulan. Warga negara artinya warga atau anggota dari suatu negara (Winarno, 2009: 47).

Masih menurut Winarno, istilah warga negara merupakan terjemahan kata citizen (bahasa Inggris) yang mempunyai arti warga negara; petunjuk dari sebuah kota; sesama warga negara, sesama penduduk, orang setanah air; bawahan atau kawula.[1]

Sedangkan menurut Muhamad Erwin (2013: 80) warga negara adalah warga atau anggota dari suatu negara.

Masih menurut Muhamad Erwin, warga negara adalah anggota dari suatu persekutuan yang didirikan atas kekuatan bersama, dilaksanakan atas tanggung jawab bersama dan ditujukan untuk kepentingan bersama.[2] 

Menurut As Hikam dalam Ghazali (2004), warga negara sebagai terjemahan dari citizen artinya adalah anggota dari suatu komunitas yang membentuk negeri itu sendiri.[3]

Perlu dijelaskan, bahwa rakyat lebih merupakan konsep politis. Ia menunjukkan pada orang-orang yang berada di bawah satu pemerintahan dan tunduk pada pemerintahan itu. Sedangkan penduduk adalah orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah suatu negara dalam kurun waktu tertentu. Adapun warga negara adalah anggota sah sebuah negara yang memiliki hak sekaligus kewajiban dalam menjaga keutuhan dan membangun negara bersangkutan tanpa adanya pemaksaan dari siapapun yang bertentangan dengan konstitusi yang berlaku dalam negara bersangkutan.[4]

Orang yang berada di wilayah suatu negara sendiri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penduduk dan nonpenduduk. Adapun penduduk negara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu warga negara dan orang asing atau bukan warga negara.

Kewarganegaraan

Istilah kewarganegaraan (citizenship) memiliki keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dengan warga negara. Menurut memori penjelasan dari Pasal II Peraturan Penutup Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, kewarganegaraan diartikan segala jenis hubungan dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya kewajiban negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan.

Adapun menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia, kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan negara. 

Menurut Winarno (2009: 49-50), pengertian kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a.       Kewarganegaraan dalam Arti Yuridis dan Sosiologis
1)      Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum antara orang-orang dengan negara. Adanya ikatan hukum itu menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu, yaitu orang tersebut berada di bawah kekuasaan negara yang bersangkutan. Tanda dari adanya ikatan hukum, misalnya akta kelahiran, surat pernyataan, bukti kewarganegaraan, dan lain-lain.
2)      Kewarganegaraan dalam arti sosiologis, tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetap ikatan emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah, dan ikatan tanah air. Dengan kata lain, ikatan ini lahir dari penghayatan warga negara bersangkutan.
b.      Kewarganegaraan dalam Arti Formil dan Materiil
1)      Kewarganegaraan dalam arti formil menunjuk pada tempat kewarganegaraan. Dalam sistematika hukum, masalah kewarnegaraan berada pada hukum publik.
2)      Kewarganegaraan dalam arti materiil menunjuk pada akibat hukum dari status kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara. 

Penentuan Warga Negara

Setiap negara berdaulat berwenang menentukan siapa-siapa saja yang menjadi warga negaranya. Menurut Winarno (2009: 50), dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal adanya asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan berdasarkan perkawinan.

Dalam penentukan kewarganegaraan didasarkan pada sisi kelahiran dikenal dua asas yaitu asas ius soli dan asas ius sanguinis. Ius artinya hukum atau dalil. Soli berasal dari kata solum yang artinya negeri atau tanah. Sanguinis berasal dari kata sanguis yang artinya darah.

Asas ius soli adalah asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat di mana orang tersebut dilahirkan. Sedangkan asas ius sanguis adalah asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan keturunan dari orang tersebut.

Selain didasarkan pada asas kelahiran, kewarganegaraan seseorang juga dapat ditentukan berdasarkan perkawinan yang mencakup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.

Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang tidak terpecah sebagai inti dari masyarakat. Dalam menyelenggarakan kehidupan bersama, suami istri perlu mencerminkan suatu kesatuan yang bulat termasuk dalam masalah kewarganegaraan. Berdasarkan asas ini diusahakan status kewarganegaraan suami dan istri adalah sama dan satu.[5]

Asas persamaan derajat berasumsi bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan suami atau istri. Keduanya memiliki hak yang sama untuk menentukan sendiri kewarganegaraan. Jadi, mereka dapat berbeda kewarganegaraan seperti halnya ketika belum berkeluarga.[6]

Sedangkan menurut Muhamad Erwin (2013: 80) sebagai prinsip/landasan dalam penentuan kewarganegaraan tingkat global saat ini pada dasarnya dapat ditentukan melalui tiga asas, yakni: (1) asas keturunan atau ius sanguinis, (2) asas tempat kelahiran atau asas ius soli, dan (3) asas campuran.

Asas ius soli ini biasanya digunakan oleh negara-negara yang sebagian besar penduduknya berasal dari kaum imigran, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Sedangkan asas campuran biasanya digunakan oleh sebagian negara Asia seperti India dan Pakistan.    

Warga Negara Indonesia 

Pada Bab X Pasal 26 ayat 1 UUD 1945 dijelaskan bahwa yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. 

Warga negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain dengan undang-undang sebagai warga negara (Pasal 2 UU No. 12 Tahun 2006).

Selain itu, yang dikatakan sebagai warga negara Indonesia adalah mereka yang memenuhi syarat-syarat kewarganegaraan seperti (1) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia, (2) anak dari perkawinan yang sah dari seorang ayah yang berwarga negara Indonesia dan ibu yang berkewarganegaraan asing, (3) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara Indonesia.[7] 

Cara Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia 

Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat diperoleh melalui beberapa cara, yakni:
1.      Karena kelahiran berdasarkan keturunan (asas ius sanginis: Pasal 2, Pasal 4 huruf b, c, d, e, f, g, h, l UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia) dan karena kelahiran di wilayah Republik Indonesia (asas ius soli: Pasal 4 huruf i, j, k UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia); 
2.      Karena dikabulkan permohonannya (Pasal 4 huruf m UU No. 12 Tahun 2006)
3.      Karena perwarganegaraan/naturalisasi (Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2006)
4.      Karena perkawinan (Pasal 19 UU No. 12 Tahun 2006)
5.      Karena telah berjasa kepada negara Republik Indonesia (Pasal 20 UU No. 12 Tahun 2006)
6.      Karena pengangkatan (Pasal 21 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2006) [8]

Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia 

Selanjutnya, seseorang atau warga negara Indonesia dapat kehilangan kewarganegaraannya jika (a) memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri; (b) tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu; (c) dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan; (d) masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden; (e) secara sukarela masuk dalam dinas negara asing yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan peundang-undangan hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia; (f) secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut; (g) tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing; (h) mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau (i) bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi warga negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi warga negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan (Pasal 23 UU No. 12 Tahun 2006).



Cara Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia Kembali

Dalam dinamikanya, seseorang dapat saja kehilangan kewarganegaraannya sebagai warga suatu negara. Dalam konteks Indonesia juga begitu, bisa saja seseorang yang pada awalnya berwarga negara Indonesia lalu karena alasan tertentu sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka ia kehilangan kewarganegaraannya.

Nah, bagi seseorang yang kehilangan kewarganegaraan Indonesia masih terbuka lebar baginya untuk kembali dan dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya sebagai warga negara Indonesia melalui prosedur perwarganegaraan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada Pasal 32 UU No. 12 Tahun 2006 dijelaskan secara detail bahwa bagi seseorang yang kehilangan kewarganegaraan Indonesia dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya melalui prosedur perwarganegaraan, yakni dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Hukum dan HAM yang disampaikan melalui perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon. 


Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah disampaikan dapat disimpulkan bahwa warga negara memiliki pengertian dan konsekwensi tersendiri. Kewarganegaraan seseorang hanya dapat diakui manakala dilalui melalui proses legalitas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam sebuah negara bersangkutan, dan atau negara yang hendak dijadikan negara oleh sesorang melalui proses legalitas seperti pewarganegaraan dan serupanya.

Dengan adanya kejelasan kewarganegaraan dan pewarganegaraan, maka seseorang diharapkan akan dengan mudah dapat mendapatkan hak dan menunaikan kewajibannya sebagai warga negara termasuk untuk membela negara. 

Di samping itu, ia juga menjadi terikat dengan berbagai peraturan perundangan-undangan yang berlaku, termasuk konsekwensi hukum lainnya yang memang berlaku di negara bersangkutan.

Daftar Pustaka
Buku:
Abu Daud Busrah. 1993. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Andeng Muchtar Ghazali. 2004. Civic Education; Pendidikan Kewarganegaraan Perspektif Islam. Bandung: Benang Press.
Kaelan dan Ahmad Zubaidi. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jogjakarta: Paradigma.
Muhamad Erwin. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama.
Winarno. 2009. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Perundangan-undangan:
Undang-Undang Dasar 1945, Hasil Amandemen I-IV
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia

Makalah:
Syamsudin Kadir. Mari Menjadi Warga Negara. Disampaikan pada acara Selamat Pagi Cirebon (SPC) RCTV pada 9 Juli 2014, momentum Pilpres 9 Juli 2014. 

Oleh: Syamsudin Kadir—Direktur Eksekutif Penerbit Mitra Pemuda.



[1] Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Winarno (2009), hal. 47.
[2] Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia, Muhamad Erwin (2013: 80). 
[3] Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan, Andeng Muchtar Ghazali (2004). 
[4] Mari Menjadi Warga Negara (Syamsudin Kadir, 2014)    
[5] Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Winarno (2009), hal. 51.
[6] Ibid.
[7] Lebih jelasnya dapat dibaca pada Pasal 4 UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam pasal tersebut dijelaskan terdapat 13 syarat seseorang dapat dikatakan sebagai warga negara Indonesia, termasuk diantaranya seperti yang penulis sebutkan pada makalah ini. 
[8] Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia, Muhamad Erwin (2013: 83). 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah