Meningkatkan Produktivitas Guru sebagai Profesi
SUDAH
menjadi pengetahuan umum bahwa guru memiliki peran penting dan senteral dalam
pengembangan manusia yang utuh sebagai sumber daya menuju pembangunan bangsa yang
semakin tangguh dan maju. Akan tetapi, kesadaran semacam itu belum sepenuhnya
diikuti oleh pemberian perhatian dan penghargaan yang lebih pantas kepada guru
sesuai dengan bebannya yang berat dan penting.
Kalau
dikaji, maka akan dipahami beberapa langkah pokok yang perlu dilakukan untuk mengembangkan
guru sebagai profesi yang andal dan lebih maju, yaitu, pertama, pengembangan sistem penjaminan mutu guru. Untuk menjamin
pengembangan kemampuan guru sesuai dengan tuntunan perkembangannya, sertifikat
kompetensi guru perlu diperbaruhi, misalnya, lima tahun sekali, atau bahkan
lebih cepat sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman. Kedua, pembenahan manajemen guru. Lebih ril, seleksi dan penempatan
guru harus transparan, akuntabel dan profesional. UU No. 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen (yang disahkan dan ditetapkan pada 6 Desember 2005 silam) dapat
menjadi acuan mendasar dalam melakukan pembenahan secara terpadu dan terbuka.
Di samping itu, perlu menggunakan analisis kebutuhan berbasis daerah dan jumlah
peserta didik.
Ketiga,
pengembangan pola pendidikan profesi guru. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyebutkan bahwa salah satu konsekwensi dari
pengakuan guru sebagai profesi adalah diperlukannya pendidikan profesi yang
berbasis pendidikan tinggi. Selain itu, perlu perlu pula dikembangkan pola
pendidikan yang benar-benar berorientasi pada pengembangan kemampuan
profesional. Misalnya, pendidikan profesi guru yang memberikan bekal keilmuan
dalam bidang studi sekaligus kemampuan profesi.
Keempat,
penguatan organisasi profesi guru. Keberadaan organisasi profesi diyakini
penting bagi setiap jenis profesi, karena organisasi tersebut mengoordinasikan
dan mengawasi jalannya suatu praktik profesi sebagaimana yang diatur dalam kode
etik masing-masing profesi, termasuk guru. Karena itu, ke depan perlu penguatan
organisasi yang berkaitan dengan guru seperti PGRI, ISPI, Organisai Guru Bidang
Studi dan sebagainya.
Kelima,
penguatan kode etik guru sebagai profesi. Sekadar penegasan, penetapan dan
disahkannya UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada 6 Desember 2005
silam merupakan kemajuan yang sangat berarti bagi dunia pendidikan Indonesia.
Dalam pandangan Hasan Basri (2012), Undang-undang tersebut penting bagi guru,
antara lain, memberikan perlindungan profesi bagi pelaksanaan pekerjaan/jabatan
guru; memberikan jaminan perlindungan hukum bagi guru untuk memperoleh
hak-haknya sebagai pengemban profesi yang tidak hanya layak (manusiasi) tetapi
juga sesuai dengan nilai keterampilan dan keahliannya; sebagai instrumen hukum
untuk memberikan sanksi bagi guru yang melanggar hukum atau kode etik;
memberikan jaminan perlindungan hukum bagi guru dalam menghadapi ancaman dan
atau tindakan siswa, orangtua/wali murid, dan anggota masyarakat; memberikan
jaminan kepastian hukum bagi siswa, orangtua/wali murid, dan masyarakat dalam
menerima layanan pendidikan yang profesional; memberikan jaminan pada
meningkatnya kesadaran dan tanggungjawab profesionalisme dalam bekerja; dan
memberikan jaminan pada dihasilkannya lulusan sebagai SDM yang berkualitas.
Selain
Undang-undang tersebut disusun pula kode etik guru. Kode etik tersebut adalah
seperangkat kaedah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban
suatu profesi. Kode etik tersebut menjadi penting karena, misalnya, dapat menjaga
dan meningkatkan kualitas moral guru; mampu menjaga dan meningkatkan kompetensi
guru sebagai profesi; dan bisa memberi perlindungan kesejahteraan terhadap
guru.
Mengingat
pentingnya peran guru untuk ikut andil dalam mempersiapkan peserta didik yang
memiliki daya saing pada masa depan, maka—menurut pandangan M. Sumbandowo
(Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. I, No.2)—perlu dilakukan penelitian tentang
kualifikasi pendidikan sebagai dasar pembentukan kompetensi mereka, baik yang
berkaitan dengan kompetensi akademik maupun kompetensi profesional. Hal itu
akan dapat diprediksi kinerja dan pencapaian target pembelajaran yang
dihasilkannya.
Dalam
konteks peningkatan kualitas guru, beberapa hal berikut dapat dijadikan sebagai
pertimbangan. Pertama, dalam upaya
peningkatan mutu produktivitas guru melalui pendidikan dalam jabatan, penekanan
diberikan pada kemampuan guru agar meningkatkan efektivitas mengajar, mengatasi
persoalan-persoalan praktis dan pengelolaan PBM, dan meningkatkan kepekaan guru
terhadap perbedaan individu para siswa yang dihadapinya.
Kedua,
pembinaan mutu guru harus dilakukan secara sungguh-sungguh dengan melatih
kepekaan guru terhadap para siswa yang semakin beragam, terutama pada
pendidikan dasar sebagai konsekwesnsi dari semakin terbukanya akses peserta
didik terhadap sekolah.
Ketiga,
sesuai dengan prinsip-prinsip peningkatan mutu berbasis sekolah dan semangat
desentralisasi, sekolah diberi wewenang yang lebih besar untuk mementukan apa
yang terbaik untuk meningkatkan mutu guru-gurunya.
Keempat,
perguruan tinggi mesti meningkatkan perannya dalam menghasilkan lulusan yang
berkompeten, bukan saja pada bidang studi yang ditempuhnya tapi juga dalam mempersiapkan
diri sekaligus kelak dalam menjalankan profesinya sebagai pendidik atau
guru.
Sangatlah
relevan apa yang dikatakan oleh Danin S (2002), bahwa “Masa depan sistem
pendidikan di Indonesia tidak semata-mata menyangkut upaya untuk meningkatkan
mutu dan efesiensi pendidikan secara internal, tetapi juga dituntut untuk
meningkatkan kesesuaian pendidikan dengan aneka sektor kehidupan sektor lain
yang semakin kompleks.” Jadi, karena guru merupakan penentu meningkatnya
kualitas pendidikan nasional, maka peningkatan kualitas dan produktivitas guru
perlu menjadi perhatian semua elemen terutama pemerintah, organisasi profesi
guru, perguruan tinggi dan penyelenggara pendidikan dasar juga menengah. [Oleh: Syamsudin Kadir—Direktur Eksekutif Penerbit Mitra Pemuda]
Komentar
Posting Komentar