BERMEDIA SOSIAL ITU MESTI MEMBAHAGIAKAN!


Media sosial adalah salah satu ciri utama era milenial ini. Berbagai kalangan baik komunitas maupun personal memiliki akun media sosial. Ada Facecook, WhatsApp, Instagram, Blog dan masih banyak lagi. Pokoknya dunia yang begitu besar seakan diwakili oleh media sosial. Semuanya saling terkait dan mudah dipantau. Jarak pun nyaris menjadi hilang seketika karena semua bisa diakses sekita juga. 

Bila ada yang statusnya suka foto selfi, biarkan saja. Kata teman saya, mungkin dia cantik dan manis atau ganteng makanya foto-foto terus. Atau mungkin lagi syukur nikmat dengan caranya sendiri. Kalau kita mau, silahkan saja foto sendiri di kebun binatang saingan sama penduduk kebun binatang. Pamer senyuman di sekitaran hutan belantara. Bakal seru dan ramai tuh. Silahkan berbahagia dengan para binatang! 

Ada lagi yang statusnya suka marah-marah alias ngamuk seperti kerasukan jin tomang. Kita tak usah ribut dan ikutan heboh, biarkan saja. Itu suka-suka orang. Yang punya tenaga dia dan yang punya waktu dia. Biarkan aja, yang penting bukan kita yang kena marah. Kalau pun kita kena marah, tak usah balas dendam. Cukup kasih senyuman indah dan doakan saja biar menjadi yang terbaik. Sederhana! 

Ada lagi yang sering siaran langsung di media sosial dengan beragam akun media sosial yang dimilikinya. Kalau ada, tak usah menghina dan cemburu, nikmati aja siaran langsungnya. Kalau engga suka ya engga usah ditonton. Silahkan alihkan ke tontonan lain atau sekalian bila perlu silahkan bikin siaran langsung sendiri. Suka-suka kita, sesuai maunya kita. Bebas! 

Ada yang selalu posting tentang nasehat atau tausiah beragam tema, engga usah kita ejek atau kita judge sok alim atau sok suci. Malah kita mesti bersyukur dan berterima kasih, karena pada zaman penuh fitnah dan edan begini masih ada orang yang masih mau menasehati kita secara tulus. Tanpa kita minta dan tanpa kita bayar. Kan ada juga yang tergoda ingin dikasih amplop. Isinya sekian juta rupiah. Tapi ini beda. Datang dengan gratis dan tulus pula. Berbaik sangka saja, mungkin dia lagi proses hijrah untuk hidup yang lebih baik. Doakan saja pada dan menuju kebaikan. Mumpung doa itu gratis. Nah ini yang membuat dia dan kita sama-sama dapat pahala. 

Ada juga yang postingan jualan semua. Ada buku, pakian, makanan dan masih banyak lagi. Kita tak usah mengganggap aneh dan bikin khawatir media sosial kita penuh sama iklan. Berterima kasihlah padanya, sebab begitu tulus dan telah memberi kita kabar gratis. Bisa jadi suatu saat kita butuh sesuatu yang ternyata lewat iklan semacam itu. Selebihnya, baik sangkanya begini: Berarti dia lagi merintis usaha. Semoga Tuhan membimbing dan menjadikan dia sebagai orang kaya yang dermawan. Bagi-bagi untuk kita juga boleh banget. Ngarep juga boleh! 

Ada juga yang postingannya full dengan sindiran. Pokoknya terus aja nyindir. Saban hari begitu terus konten dan polanya. Ini juga tak usah membuat kita risau dan ikutan jadi murung. Nanti cepat tua malah. Bila anak melihat, bisa dikira kakeknya. Kan payah jadinya. Biar bebas, silahkan cuekin aja dan engga usah digubris, yang penting dia engga sebut nama kita. Kalau pun disebut, ya biarin saja. Mungkin dia lagi mencintai kita dengan cara yang lain atau cara tak biasa. 

Ada juga yang suka posting makanan, tak usah risih dan sakit hati. Doakan saja semoga makanannya banyak yang beli. Sehingga dia nanti jadi orang kaya yang baik hati dan suka membantu sesama. Mungkin dengan doa kita yang pendek seperti itu membuat usahanya semakin maju dan sukses menjadi orang kaya yang dermawan. Atau mungkin juga dia lagi nafsu makan atau lagi masa pertumbuhan, butuh apresiasi atas makanan kesukaannya. Biarkan saja, itu hak dia. 

Ada juga postingannya cuma foto anak, kita tak usah marah dan sumpah serapah. Kan yang bikin anak bukan dia. Sebab Tuhan adalah Pencipta manusia. Manusia cuma dapat titipan amanah untuk menjaga. Itu pun hanya sebentar di dunia. Ujungnya bakal selesai dan nanti setelah meninggal bakal menghadap Tuhan. Semuanya dalam kuasa Tuhan, Allah. Selebihnya, bisa jadi dia lagi menikmati masa-masanya indahnya menjadi seorang Bunda atau Ayah. Mencintai anaknya bisa jadi dengan cara begitu. Doakan saja yang terbaik. Oke kan? 

Nah, agar tak jadi korban media sosial alias korban perasaan, makanya kalau main di Facecook, WhatsApp, Instagram, Blog dan akun media sosial lainnya, jangan alay, lebay, apalagi kepo dengan urusan orang, itu tak perlu. Selain habisin waktu juga bikin pikiran dan hati tambah galau dan marah-marah. Bisa kena penyakit nantinya. Penyakitnya banyak. Tumbuh dan nyebar bagai virus Corona. Selain ngeri juga mematikan. Bikin jiwa dan nyawa melayang. 

Karena ini era dan memang media sosial, bukan Dinas Sosial. Yang dia posting itu yang dia suka, bukan yang kita suka. Dia yang punya selera, ya biarkan saja seleranya dia. Jadi tak usah maksain suka atau seleranya kita sama dengan suka atau seleranya dia. Kalau kita suka dan punya selera silahkan tulis di akun media sosial kita. Sebebas dan semerdeka mungkin. 

Penyakit iri hati, dengki dan marah-marah engga ditanggung BPJS. Ada juga ditanggung sakit mental dan jiwa gersang. Bikin pusing kepala. Kalau kita terjebak malah nanti bikin seisi rumah jadi kacau balau. Jangan kan dicinta, dirindu pun engga. Kan bahaya jadinya. Bahkan bikin tetangga sekitar menjadi antipati. Kalau itu yang terjadi, lalu siapa yang bawa kita ke kubur dan siapa yang nguburin kita bila nanti mati? Silahkan mikir sedikit hoe!  

Jadi, jangan cepat tersinggung dengan status orang di media sosial. Orang caci maki kita juga biarkan saja. Hitung-hitung kurangi dosa dan khilaf. Mungkin ada juga orang yang sengaja dicipta Tuhan supaya melakukan hal demikian, agar kita semakin mawas dan evaluasi diri. Selebihnya, mungkin juga supaya kita hidup aman plus tentram dan bahagia. Sederhananya, bermedia sosial itu mesti membahagiakan. Sudah, begitu saja. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis buku "Pendidikan Untuk Bangsa". Judul tulisan "BERMEDIA SOSIAL ITU MESTI MEMBAHAGIAKAN!" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok