Menjadi Guru yang Pantas Diteladani

REKTOR Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Jawa Timur (1997-2013) Imam Suprayogo pernah mengatakan bahwa bangsa yang kuat adalah bangsa yang menempatkan pendidikan sebagai basis utama pembangunannya. Menurut akademisi sekaligus penulis buku “Membumikan Gerakan Ilmu dalam Muhammadiyah” (2010) ini, dengan pendidikan atau proses belajar yang terus menerus sebuah bangsa akan menghasilkan manusia yang memiliki keyakinan sekaligus kepercayaan yang tinggi kepada Kekuasaan Allah sebagai Penciptanya. Dengan pendidikan yang berkualitas, mereka juga cerdas dan terampil, sehat jiwa dan raga, memiliki karakter dan watak yang mulia. Sehingga bangsa dan negara menjadi kuat, berkarakter dan mampu bersaing di tengah dinamika global yang semakin kompetitif.


Saya berpendapat bahwa pendidikan memang merupakan kunci utama dari seluruh kehendak membangun peradaban bangsa dan negara trecinta ini agar lebih maju dan kontributif dalam upaya membangun peradaban dunia. Dalam konteks ini tentu tak ada pilihan lain selain mengupayakan agar pendidikan benar-benar dijadikan sebaga laboratorium penguatan keyakinan, keilmuan, wawasan, penumbuh dan pengembangan potensi dari berbagai elemen yang terlibat di dalamnya terutama peserta didik.

Dalam perspektif pendidikan Islam, salah satu elemen penting dalam pendidikan adalah pengajar, atau kerap kita kenal dengan sebutan guru. Dengan segala beban dan tanggungjawab yang melingkupinya, Islam menempatkan aktivitas kepengajaran atau kependidikan yang ditunaikan oleh guru sebagai pekerjaan yang mulia dan bermartabat. Islam mengakui bahwa mengajar adalah bagian penting dari proses pendidikan itu sendiri. Karena pentingnya, mengajar sebagai momentum menyebarkan ilmu sekaligus penguatan karakter baik, Rasululllah Saw bersabda: “Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu pengetahuan lalu ia menyembunyikannya, maka pada hari kiamat kelak Allah akan mengekangnya dengan kekang api neraka”. (HR. Abu Dawud dan Imam Tirmizi)

Sebaliknya, betapa tegas konsep Islam menempatkan mereka yang begitu semangat dan ikhlas dalam menyebarkan ilmunya. Maka dalam perspektif Islam, sangatlah beruntung para guru yang gemar mengajarkan ilmu kepada para muridnya, atau para dosen kepada para mahasiswanya. Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala dari orang-orang yang mengamalkannya dengan tidak mengurangi sedikitpun pahala orang yang mengerjakannya itu.” (HR. Ibnu Majah)

Pertanyaannya, siapa sosok pengajar atau guru yang patut diteledani? Menjawab pertanyaan ini tentu membutuhkan jawaban yang tak asal bunyi. Untuk itu, hadits berikut layak kita baca dan renungi bersama. Rasulullah Saw bersabda: “Sungguh aku telah diutus (oleh Allah) sebagai seorang pengajar.” (HR. Ibnu Majah). Dalam konteks guru, maka kita perlu mengambil hikmah dari apa yang digariskan dalam Islam, seperti yang dipraktikkan Rasulullah Saw pada masanya dimana proses mengajar sekaligus mendidik itu ditunaikan. Lebih tegasnya, ada beberapa inspirasi yang kita sebagai guru bisa pelajari dan teladani dari potret kepengajaran sekaligus kependidikan Rasulullah Saw. Pertama, Rasulullah Saw adalah pribadi pengajar atau pendidik yang punya sifat kasih sayang, menjauhi kesulitan, menyukai kemudahan, senantiasa berbuat baik dan mencurahkan kebaikan kepada orang lain. Allah Swt berfirman, “Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang bagi orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah ayat 128)

Kedua, pengajar hendaknya memiliki kemampuan berbicara yang jelas dan tak tergesa-gesa. Imam Tirmizi dalam Kitab Asy-Syamil—sebagaimana diafirmasi oleh Asep Sapa’at (Keutamaan Mengajar, 2016)—meriwayatkan, dari ‘Aisyah ra bahwasannya ia berkata: “Rasulullah Saw tidak pernah berkata dengan tergesa-gesa sebagaimana yang biasa kalian lakukan. Akan tetapi, beliau berkata dengan ucapan yang sangat jelas dan terperinci, sehingga orang lain yang duduk bersamanya akan dapat menghafal setiap perkataan beliau.” (HR Imam Tirmizi)

Ketiga, setiap peserta didik bisa belajar memahami suatu ilmu tetapi tidak selalu pada waktu yang selalu sama. Oleh karena itu, guru harus sabar untuk mau mengulangi penjelasan yang sama kepada peserta didik yang terlambat memahami. Imam Tirmizi meriwayatkan dari Anas radhiya Allah ‘anhu bahwa dia berkata: “Rasulullah sering mengulang-ulang perkataan beliau sebanyak tiga kali. Hal itu dimaksudkan agar setiap perkataan yang beliau paparkan dapat dipahami.” (HR. Imam Tirmizi)

Keempat, ajarkan ilmu sesuai kondisi pengetahuan peserta didik dan apa yang mereka sukai. Rasulullah Saw bersabda: “Katakanlah kepada manusia sesuai dengan apa yang mereka ketahui, serta tinggalkanlah apa yang tidak mereka ketahui dan tidak mereka sukai. Apakah kamu ingin Allah dan Rasul-Nya didustakan?” (HR. Bukahri)

Kelima, gunakan metode mengajar yang bervariasi sesuai tingkatan kecerdasan peserta didik. Karena hakikatnya setiap peserta didik bisa belajar tetapi tidak sesuai dengan cara yang sama. ‘Aisyah radhiya Allah ‘anha menuturkan, Rasulullah Saw bersabda: “Kami khususnya, para nabi, diperintahkan untuk menempatkan orang sesuai dengan tingkatan mereka. Dan supaya kami menyampaikan kepada mereka menurut tingkatan pengertian (kecerdasannya).” (HR. Abu Dawud)

Ya, harus diakui bahwa mengajar adalah pekerjaan dan tugas mulia. Bahkan Imam al-Ghazali mengumpamakan pengajar atau pendidik ibarat matahari sebagai sumber kehidupan dan penerangan di langit dan di bumi. Dengan ilmunya, seorang pengajar atau pendidik dapat memberikan penerangan kepada peserta didik bahkan umat manusia sehingga mereka dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, maka yang benar dan mana yang salah. Rasulullah Saw bersabda: “Sungguh Allah, para malaikat-Nya, serta semua penghuni langit dan bumi termasuk semut dalam lubangnya dan ikan-ikan, sungguh semuanya mendoakan kebaikan bagi orang-orang yang mengajari manusia.” (HR. Tirmizi).

Dalam konteks itu, kita berharap agar bangsa ini terutama dunia Perguruan Tinggi (PT) yang menyelenggarakan pendidikan guru untuk semua level pendidikan terutama level dasar dan menengah, tak kehabisan akal sehat untuk terus berinovasi, kreatif dan meningkatkan kualitas kependidikannya dalam melahirkan para pendidik atau guru yang berkarakter mulia sehingga proses pendidikan dimana mereka berkhidmat kelak mampu melahirkan para peserta didik yang berkarkater mulia juga sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw yang sepanjang masa selalu menjadi teladan terbaik umat manusia dalam urusan dunia maupun akhirat. [Oleh: Syamsudin Kadir—Penulis buku “Membangun Pendidikan dan Bangsa yang Beradab”, Aktif di Majelis Pustaka dan Informasi Cirebon. Tulisan ini dimuat pada halaman 4 Kolom Wacana Koran Radar Cirebon edisi Kamis 13 Juli 2017].

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah