Landasan Teologis, Yuridis dan Filosofis Life Skill
MENURUT Senge
(2000) dalam Rohmalina Wahab (2012), pendidikan
diartikan sebagai proses perolehan pengalaman belajar yang berguna bagi peserta
didik. Pengalaman belajar tersebut diharapkan mampu mengembangkan potensi yang
dimiliki peserta didik sehingga siap digunakan untuk menyelesaikan problema
kehidupan yang dihadapinya. Pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik
diharapkan juga mengilhami mereka ketika menghadapi problema dalam kehidupan
sesungguhnya.[1]
Landasan
yuridis pendidikan kecakapan hidup (life skill) mengacu pada UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pada pasal 1 Ayat (1) dijelaskan bahwa : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
Landasan Life Skill
Pertama, Landasan Teologis
Manusia merupakan ciptaan Allah dengan segala potensi
yang dimilikinya. Potensi manusia bisa berkembang bahkan produktif manakala
dikelola dan difungsikan dengan baik. Pendidikan adalah sesuatu yang universal
dan berlangsung terus tak terputus dari generasi ke generasi. Upaya
memanusiakan manusia diupayakan melalui proses pendidikan, sehingga kecakapan
hidup (life skill)-nya tumbuh dan
produktif.
Pesannya jelas bahwa manusia tercipta dengan seluruh
potensi dan keunikannya. Potensi yang dimilikinya akan berkembang manakala
dikembangkan melalui proses belajar sekaligus pendidikan, bahkan pelatihan.
Dengan begitu, pendidikan life skill
adalah keniscayaan manusia sebagai ciptaan Allah.
Kedua, Landasan Yuridis
Landasan yuridis pendidikan life skill mengacu pada UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pada Pasal 1 ayat (1) dijelaskan pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.[2]
Di UU yang sama pada Pasal 3 Tentang Fungsi dan
Tujuan menyatakan : “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.”[3]
Meskipun
rumusan tersebut tidak secara jelas menyatakan kecakapan hidup tetapi kalau
fungsi dan tujuan tersebut direalisasikan oleh sistem pendidikan nasional,
tentu hasilnya adalah lulusan yang memiliki kecakapan hidup.
Pasal
26 ayat 2
dari UU
tersebut yang secara jelas menyatakan pendidikan kecakapan hidup justru
merupakan rincian dari pendidikan non formal yang selengkapnya berbunyi :“Pendidikan non formal
berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian prosefional.” [4]
Pasal 26 ayat 3 dari UU tersebut menjelaskan, “Meliputi
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik”.[5]
Pendidikan life
skill juga dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Pada pasal 13 ayat 1-4, termuat diktum pendidikan life skill sebagai
berikut : Kurikulum untuk
SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, SMA/MA/SMALB atau bentuk lain
yang sederajat, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan
pendidikan kecakapan hidup.[6]
Ketiga, Landasan Filosofis
Manusia dapat eksis dalam kehidupannya karena proses dan
hasil pendidikan, baik formal dan informal maupun non formal. Proses pendidikan
dilakukan melalui proses sadar. Secara filosofis, pendidikan merupakan proses
perolehan pengalaman belajar yang berguna bagi peserta didik, sehingga siap digunakan untuk
menyelesaikan problema kehidupan yang dihadapinya.
Pendidikan merupakan proses dan dengan itu manusia
mengembangkan dan menciptakan keterampilan yang diperlukan untuk merubah dan
memperbaiki kondisi kemanusiaan dan lingkungannya.
Pendidikan
kecakapan hidup (life skill)
bukan
mata pelajaran baru sehingga dalam pelaksanaannya tidak perlu menambah mata
pelajaran. Yang perlu dilakukan adalah mengubah orientasi pendidikan dari subject matter oriented menjadi life skills oriented. Dengan prinsip
ini, mata pelajaran bukan sebagai tujuan, melainkan sebagai alat untuk
dikembangkan life skills di dalamnya, sehingga kemudian bisa digunakan peserta
didik dalam menghadapi kehidupan nyata (Depdiknas, 2005).
Penerapan
suatu konsep pendidikan terkait dengan kondisi peserta didik dan lingkungannya.
Dengan demikian aplikasi pendidikan kecakapan hidup pada berbagai jenjang dan
jenis pendidikan dapat dilakukan secara seragam. Namun demikian, pelaksanaan
pendidikan kecakapan hidup memiliki prinsip umum yang sama.
Kesimpulan
Pendidikan adalah proses
perolehan pengalaman belajar yang berguna bagi peserta didik. Pengalaman
belajar tersebut diharapkan mampu mengembangkan potensi yang dimiliki peserta
didik sehingga siap digunakan untuk menyelesaikan problema kehidupan yang
dihadapinya. Pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik diharapkan juga
mengilhami mereka ketika menghadapi problema dalam kehidupan sesungguhnya.
Kecakapan
hidup (life skill) memiliki landasan tersendiri
yaitu teologis, filosofis, dan yuridis. Sekadar contoh, standar yurudis kecakapan hidup (life skill) mengacu pada UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pada pasal 1 Ayat (1) dijelaskan bahwa : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
Mudah-mudahan
pembahasan ini bisa menjadi pemantik pembaca dalam memperdalam pembahasan
tentang konsep kecakapan hidup (life
skill) dari berbagai dimensinya.
Daftar Pustaka
Buku
dan Peraturan Perundang-undangan
Depdiknas. 2005. Diktat
Implementasi Kurikulum 2004.
Grafika, Sinar. 2014. Buku Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas). (Jakarta: Sinar Grafika)
Jurnal
Wahab, Rohmalina. 2012. Reformulasi
Inovasi Kurikulum: Kajian
Life Skill Untuk Mengantarkan Peserta Didik Menjadi Warga Negara yang Sukses (dalam Jurnal TA’DIB,
Vol. XVII, No. 02, Edisi Desember 2012), Palembang: Fakultas Tarbiyah
IAIN Raden Fatah Palembang.
Peraturan
Perundang-Undangan
1.
Undang-undang
Dasar Tahun 1945 hasil amandemen IV.
2.
Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Online
Oleh:
Syamsudin Kadir—Direktur Eksekutif Penerbit Mitra Pemuda dan Penulis buku “Membangun Pendidikan dan Bangsa yang
Beradab”.
[1] Rohmalina Wahab, Reformulasi Inovasi Kurikulum: Kajian
Life Skill Untuk Mengantarkan
Peserta Didik Menjadi Warga Negara yang Sukses (Dalam Jurnal TA’DIB, Vol. XVII,
No. 02, Edisi Desember 2012), (Palembang:
Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang), hlm. 217-218.
[2] Buku Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Mei
2014 (Jakarta: Sinar Grafika), hlm. 3.
[6]
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19
Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 13 Ayat 1-4.
Komentar
Posting Komentar