Kembalilah ke Pendidikan Adab!



RABU (11/7/2018) lalu saya menghadiri acara Pelatihan Sehari bertema “Pendidikan Berbasis Adab” di Andalus City, Kota Cirebon-Jawa Barat. Acara yang diparkarsai oleh Pengusaha sekaligus Pengelola Pendidikan “Cirebon Islamic School” (CIS), H. Dede Muharam Lc dan yang dihadiri oleh penggiat pendidikan di Kota Cirebon dan sekitarnya tersebut menghadirkan cendekiawan muslim yang juga Ketua Porgram Studi Magister dan Doktor Pendidikan Islam Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor, Dr. Adian Husaini MA, sebagai narasumber tunggal.

Tulisan ini adalah tindaklanjut sekaligus “perekam” sebagian poin penting yang mampu saya tangkap dari acara yang dihadiri oleh sekitar 250 peserta tersebut. Pertama, tantangan utama umat Islam sekarang ini adalah kekacaun ilmu. Menurut Adian Husaini, posisi dan peran ilmu dalam Islam sangat penting dan strategis. Namun demikian, keunggulan konsep keilmuan Islam kerap dipahami secara keliru, sehingga sering kali muncul berbagai pemahaman yang justru menjauh dari substansi ajaran Islam. Sehingga kerap mengamalkan Islam secara “ngasal”, bahkan Islam tercitrakan secara buruk dari berbagai sisi dan aspeknya.


Menurut penulis buku “Wajah Peradaban Barat” (2005) tersebut, dalam Islam, memahami atau mengilmui sesuatu adalah kunci utama. Begitu juga dalam berislam sekaligus beriman, dengan ilmu yang benar, maka cara berislam dan beriman pun akan benar dan tak bertentangan dengan sumber ajaran Islam itu sendiri.      

Kedua, masalah utama yang dihadapi umat Islam sekarang ini adalah apa yang disebut oleh Syed Muhammad Naquib Al-Attas (Al-Attas), Loss of Adab (hilang adab). Adab adalah kemauan dan kemampuan seseorang untuk meletakkan sesuatu pada tempatnya, sesuai harkat dan martabat yang ditentukan Allah (Al-Attas, dalam Risalah untuk Kaum Muslimin, 2001).

Dalam banyak haditsnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggariskan bahwa adab adalah kunci utama pendidikan. Bahkan adab adalah suatu hal penting, lebih penting dari ilmu itu sendiri. Tanpa adab yang baik, maka ilmu dan amal tak bermakna apa-apa. Dalam sebuah haditsnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka”. (Hadits Ibnu Majah). Imam Ibnu Katsir, dalam Kitab Tafsirnya, menyebutkan, bahwa Ali bin Abi Tholib dalam memaknai firman Allah, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (Quran surat at-Tahrim (66): 6), dengan “Didiklah mereka agar beradab dan ajari mereka ilmu”.

Para ulama pun menulis berbagai Kitab seputar ilmu, pendidikan dan adab. Misalnya, Imam al-Mawardi menulis Kitab “Adab ad-Dunya wal-Din”. Pendiri Nahdhatul Ulama (NU), Kiai Hasyi ‘Asy’ari, menulis Kitab“Adabul ‘Alim wal-Muta’alim”. Dan, Guru-nya Soekarno yang juga Tokoh Persatuan Islam (Persis) Ahmad Hasan, menulis Kitab “Hai Putraku!”.

Ya, adab menjadi sangat penting, sebab berilmu saja tidak cukup. Pada realitasnya, tak sedikit orang yang berpendidikan dan berilmu tinggi dengan gelar mentereng, tapi jiwanya kering kerontang dan adabnya jauh dari adab Islam dan tak punya mental yang kuat menghadapi berbagai ujian kehidupan. Mereka pun terkapar dalam kubangan perilaku biadab yang meresahkan.  

Ketiga, pemahaman mengenai ilmu dan pendidikan masih tercemari oleh pemahaman sekularistik dan dikotomistik. Hal ini terjadi karena keliru dalam mempelajari sumber pokok ajaran agama, juga karena—mengutip pandangan Syamsuddin Arif (Dalam Orientalisme dan Diabolisme Pemikiran, 2008)— terjangkit penyakit sekularistik dan dikotomistis yang menimpa peradaban Barat selama beberapa abad terakhir. Menurut alumni International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC)-Malaysia ini, Barat mengalami distorsi dalam berbagai bidang, sebab Barat antipati terhadap agama, bahkan tak sedikit yang menepikan agama dan sumber ajaran agamanya. Singkatnya, mereka biadab terhadab agama dan sumber ajaran agamanya.

Dalam pandangan Al-Attas (2001), pada tiga abad terakhir Barat benar-benar menghadapi suatu kondisi yang kacau dan mencemaskan. Sumber ajaran agama dan agama bukan lagi menjadi rujukan dalam menjalankan kehidupan, sebab agama dan sumber ajarannya dianggap candu yang berbahaya. Para pemimpin agama pun tak sedikit yang tercemari oleh penyakit bingung dan cemas tak menentu.

Keempat, pendidikan adab adalah satu konsep pendidikan ideal yang sudah dipraktikkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Menyadari hal ini, umat Islam mesti mengkaji dan memahami kembali pendidikan adab, sehingga mampu mengaplikasikannya. Hal ini menjadi semakin penting terutama di saat dunia pendidikan kita yang masih terjerat berbagai kepentingan yang sangat jauh dari hakikat dan urgensi pendidikan itu sendiri.

Kalau ditelisik, konsep pendidikan adab adalah konsep pendidikan yang jauh lebih unggul dan komprehensif dari pendidikan karakter. (Adian Husaini, dalam Pendidikan Islam, 2018). Sebab pendidikan karakter berpijak pada budaya, sementara pendidikan adab berpijak pada  Wahyu Allah yang suci. Baik al-Qur’an maupun al-Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.  

Sebagai jalan keluar dari berbagai fenomena “biadab” dalam kehidupan umat manusia akhir-akhir ini, terutama dalam dunia pendidikan, sekaligus sikap optimistis terhadap peradaban bangsa dengan kunci utamanya pendidikan—sebagaimana yang pernah diungkap oleh pendiri Muhammadiyah, Kiai Ahmad Dahlan—maka pendidikan adab yang menyentuh berbagai potensi dan dimensi manusia (sebagai pendidik, peserta didik, atau hamba Allah), dengan pemaknaan seperti yang diungkap oleh Al-Attas di atas, layak dikaji secara serius hingga dapat diterapkan dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsa kita. Kalau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya sudah membuktikannya, sehingga mereka menjadi generasi terbaik sepanjang sejarah umat manusia bahkan di hadapan Allah, lalu apakah kita masih mau  meragukan dan mencampakannya? [Oleh: Syamsudin Kadir—Penggiat di Majelis Pustaka dan Informasi Cirebon dan Penulis buku “Membangun Pendidikan dan Bangsa yang Beradab”. Tulisan ini dimuat pada halaman 10 Kolom Opini Koran Fajar Cirebon edisi Selasa 17 Juli 2018] 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah