KELUARGA SEBAGAI TAMAN BELAJAR 

Manusia tercipta oleh Tuhan dari tanah. Hal ini memberi pesan penting bahwa manusia dengan sistem anatomi tubuh yang begitu canggih sejatinya tetaplah tanah. Tanah yang kelak menjadi tempat tumbuh berbagai sumber makanan. Dimana makanan tersebut dikonsumsi oleh manusia dan menjadi potensi tersendiri, lalu menjadi sel telur dan air mani.

Melalui proses biologis yang maklum terjadilah kehamilan dan kelak terlahirlah bayi, yang berikutnya menjadi anak. Anak ke remaja, lalu dewasa, kemudian menjadi tua. Lalu kelak dijemput ajal kematian, dikubur dibawah tanah. Kembali lagi ke tanah. Begitulah secara umum perjalanan sederhana manusia dalam kehidupan dunia.

Manusia pun menjadi satu jenis makhluk Tuhan yang unik dan khas. Dengan begitu, manusia pun memiliki amanah dan tanggungjawab pada diri dan kehidupannya yang Tuhan sendiri yang memberikannya. Baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai pemakmur bumi.

Tuhan mencipta manusia tentu dengan tujuan mulia. Dengan segala keunikannya manusia mendapatkan amanah untuk menjadi hamba Tuhan yang mesti menghamba dan mengelola bumi hingga mensejahterakan penghuninya, terutama manusia itu sendiri. Bukan saja diri dan keluarganya tapi juga lingkungan sekitar juga kemanusiaan.

Peran dan kontribusi sosial manusia pada dasarnya sangat ditentukan oleh salah satu laboratorium penting tempat dimana manusia mengawali kehidupannya yaitu keluarga. Keluarga merupakan elemen sekaligus unit sosial paling kecil atau sederhana dalam kehidupan manusia.

Manusia terlahir pertama kali di tengah-tengah keluarga kecil yaitu Ayah dan Ibu. Kedua makhluk mulia inilah yang pertama kali bersentuhan dengan manusia yang bernama anak. Sentuhan yang dimaksud tentu beragam. Bukan saja fisikologi dan emosional tapi juga psikologi, sosial dan sebagainya.

Maka para ahli kerap mengungkapkan bahwa keluarga adalah laboratorium sekaligus taman belajar. Ungkapan semacam itu sangat tepat dan relevan serta dapat dipertanggungjawbkan secara ilmiah juga rasional.

Beberapa alasan yang paling sederhana, misalnya, pertama, keluarga adalah tempat pertama manusia mengenal dunia. Pada saat terlahir di dunia, keluarga dimana kedua orangtua anak berada adalah manusia pertama yang dikenal oleh anak atau manusia.

Kedua, keluarga adalah tempat manusia mengenal huruf dan kata. Pada umumnya orang yang pertama kali berbicara dan mengajak anak bicara adalah kedua orangtuanya. Di sini anak diajar berbagai huruf dan kata dengan pola yang sangat sederhana namun membekas dalam alam bawa sadar anak. Di sinilah manusia mengenal ilmu pengetahuan paling pertama.

Ketiga, keluarga adalah tempat ekspresi pertama manusia. Apapun potensi dan keunikan manusia, percayalah bahwa semua ekapresi kehidupannya pertama kali ia lalui justru dalam keluarga. Suka dan duka, serta berbagai macam hal terasa di sini.

Keempat, keluarga adalah lingkungan yang bebas dari nalar kapital. Sebab dalam keluarga semuanya gratis. Sang anak, misalnya, mendapatkan didikan orangtuanya tanpa bayaran. Orangtua juga melakukan peran-peran pentingnya tanpa pamrih. Hubungan semacam ini berjalan secara alamiah dan tulus namun penuh kehati-hatian dan bertanggungjawab.

Dari beberapa alasan tersebut dapatlah kita berkesimpulan bahwa keluarga adalah laboratorium sekaligus taman belajar yang sangat istimewa dan khusus namun berdampak jelas dan jangka panjang bagi kehidupan manusia.

Keluarga pun benar-benar menjadi elemen yang sangat penting dalam perjalanan hidup manusia. Hubungan kolaboratif yang baik antar orangtua dan anak-anak mereka dalam keluarga akan menjadi modal penting bagi peran dan kontribusi sosial mereka dalam kehidupan yang lebih luas.

Di sini, menjaga perjalanan dan peran keluarga yang baik dan positif menjadi penting. Semua elemen di dalamnya terutama orangtua mesti mampu menjalankan tugas dan perannya sebagai penanggungjawab utama dan pertama keluarga. Sehingga kelak anak-anak mereka memiliki model dalam menjalankan peran strategis dan kontribusi soaial sebagai pelanjut sejarah. Guru pertama dan utama anak pun adalah kedua orangtuanya.

Kalau keluarga mampu kita tempatkan sebagai elemen seistimewa itu maka keluarga pun benar-benar menjadi ruang belajar. Bukan saja bagi orangtua tapi juga bagi anak-anak mereka kelak. Maka teruslah belajar, terutama belajar menjadikan keluarga sebagai ruang belajar. Termasuk menjadikannya sebagai taman menanam cinta dan rindu. Tak usah bingung dan ragu, percaya dan optimis bisa. Asal terus belajar dan belajar terus! (*)


Gebang Udik,
Ahad 12 April 2020

* Judul tulisan
KELUARGA SEBAGAI TAMAN BELAJAR

Oleh: Syamsudin Kadir
Penggiat Literasi dan Penikmat Buku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah