KIAI AHMAD DAHLAN DAN GERAKAN PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH


SALAH satu elemen terpenting yang menentukan maju atau mundurnya sebuah bangsa dan negara adalah organisasi masyarakat atau yang akrab disebut Ormas. Di Indonesia keberadaan Ormas bukan saja penting tapi juga dibutuhkan dalam menyanggah bahkan dalam menjaga keutuhannya sebagai sebuah bangsa sekaligus negara besar. 

Salah satu Ormas yang berbentuk persyarikatan, yang keberadaannya diakui bahkan sudah ada sebelum negara terbentuk adalah Muhammadiyah. Ia merupakan sebuah gerakan Islam yang akrab dengan dakwah amar ma'ruf dan nahi munkar serta tajdidnya yang bersumber dari Alqur'an dan Sunah. Ia didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan (Kiai Dahlan) sebagai tokoh pembaharuan umat Islam pada zamannya, pada tanggal 8 Zulhijjah 1830 M yang bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 di Kauman, Yogyakarta.

Salah satu aksi praktis dari gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Kiai Dahlan selain dari pemahaman tentang keagamaan juga di bidang pendidikan. Karena pada zaman itu pendidikan di desa Kauman sangatlah kurang, terutama disebabkan karena banyaknya kemiskinan sebagai dampak buruk penjajahan negeri penjajah seperti Belanda dan sekutunya.

Pada awalnya Kiai Dahlan mengajar di Langgar Kidoel yang merupakan tempat pembelajaran agama Islam yang merupakan peninggalan ayahnya setelah beliau wafat. Ayahnya bernama K.H. Abu Bakar, merupakan Khatib di Masjid Gede. Pada masanya, Ayahnya adalah salah satu tokoh yang disegani dan memiliki kontribusi besar dalam mencerdaskan dan memajukan masyarakat sekitarnya. 

Pada tahun 1903 Kiai Dahlan pergi haji yang kedua kalinya. Sepulangnya dari Mekkah Kiai Dahlan mengajar di sekolah Goverment yang merupakan sekolah yang didirikan orang Belanda. Dari hal tersebut Kiai Dahlan ingin merubah pandangan orang Islam di Kauman yang memandang segala hal yang ada di sekolah tersebut sebagai produk "kafir" termasuk meja, kursi sampai pada peta dunia.

Perjalanan Kiai Dahlan dalam mendirikan sekolah tidaklah mudah bahkan penuh hujatan dari para penduduk maupun tokoh-tokoh yang ada di Kauman. Mereka mengangap sekolah yang didirikan oleh Kiai Dahlan tersebut mirip dengan sekolah kafir Goverment. Dimana pada sekolah tersebut tidak ada mengajarkan ilmu agama dan rata-rata murid-muridnya adalah non muslim atau kafir, hingga Kiai Dahlan mengajar dan memasukan ajaran agama Islam pada mata pelajaran di sekolah tersebut dengan jerih payah serta pengetahuan yang dimilikinya.

Kiai Dahlan mendirikan sekolah pertama kali yang dibantu oleh para muridnya yaitu sebuah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah yang didirikannya pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari "Sekolah" kegiatan Kiai Dahlan dalam menjelaskan agama Islam. Yang semua murid-muridnya merupakan anak-anak kurang mampu atau fakir miskin di Desa Kauman. Di Madrasah tersebut tidak hanya mengajarkan ilmu agama saja juga mengajarkan ilmu pengetahuan umum.

Belakangan, Muhammadiyah terus berkembang mulai dari bidang kesehatan, bidang kesejahteraan sosial, bidang kaderisasi, hingga di bidang pendidikan. Secara khusus di bidang pendidikan, Muhammadiyah memiliki berbagai amal usaha yang akrab disebut Amal Usaha Muhammadiyah atau AUM sebagai berikut: Pertama, TK/TPQ. Jumlah TK/TPQ Muhammadiyah adalah 4623. Kedua, SD/MI. Jumlah data SD/MI Muhammadiyah adalah 2604. Ketiga, SMP/MTs, jumlah SMP/MTs Muhammadiyah adalah 1772. Keempat, SMA/SMK/MA. Jumlah SMA/MA/SMK Muhammadiyah adalah  1143. Kelima, Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Jumlah Perguruan Tinggi Muhammadiyah adalah 180. Data tersebut tentu akan terus berubah seiring perkembangan dan kemajuan lembaga pendidikan Muhammadiyah di seluruh Indonesia. 

Menurut Djarnawi, sebagaimana dikutip oleh Rizky Nur Handayani (2020), gagasan untuk mendirikan Muhammadiyah timbul dalam hati sanubari Kiai Dahlan sendiri karena didorong oleh sebuah ayat dalam Al-Qur'an Surah Ali Imran ayat 104, "Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung". 

Dengan demikian, kelahiran Muhammadiyah melekat dengan sikap, pemikiran, dan langkah Kiai Dahlan sebagai pendirinya. Kiai Dahlan mampu memanusiakan Paham Islam yang ingin kembali pada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan hingga memberi karakter yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari.

Dalam dunia pendidikan, Muhammadiyah telah melakukan aktifitasnya dalam bentuk mendirikan madrasah-madrasah dan pesantren dengan memasukkan kurikulum pendidikan dan pengajaran ilmu pengetahuan umum dan modern, mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan kurikulum keislaman dan kemuhammadiyahan. Lembaga pendidikan yang didirikan di atas dikelola dalam bentuk amal usaha dengan penyelenggaranya dibentuk majelis khusus secara vertikal mulai dari Pimpinan Pusat sampai ke tingkat Pimpinan Cabang.

Menurut Abdul Mu’ti, pendirian pendidikan Muhammadiyah didirikan dan dilandasi atas motivasi teologis bahwa manusia akan mampu mencapai derajat keiamanan dan ketaqwaan yang sempurna apabila mereka memiliki kedalaman ilmu pengetahuan. Motivasi teologis inilah yang mendorong Kiai Dahlan menyelenggarakan pendidikan di emperan rumahnya dan memberikan pelajaran agama ekstra kurikuler di OSVIA dan kweekschoool. (Abdul Mu’ti, Mengembangkan Pendidikan Muhammadiyah Menjadi Amal Shalih Profesional, dalam Edy Suandi Hamid, et.al., (peny) Membangun Profesionalisme Muhammadiyah,Yogyakarta: LPTP PP Muhammadiyah, 2003, h. 97-107). 

Pada aspek yang berbeda, Muhammad Azhar melihat pendidikan yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah pada aspek burhani yakni sebuah lembaga pendidikan lebih banyak melahirkan outputketimbang outcome, aspek irfani yakni pendidikan Muhammadiyah yang bercirikan rasionalitas dan materialitas-birokratik, aspek bayani, yakni pendidikan Muhammadiyah yang model pengajarannya menjadi terasa kering, mengingat paradigma pergerakan Muhammadiyah yang modernistik. (Muhammad Azhar, Posmodernisme Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah, 2005, h. 153-154).

Bila ditelisik, ada tiga program yang dilakukan Muhammadiyah dalam "Character Building" yang menjadi tekanan AUM khusus pada aspek pendidikan dalam membangun karakter terpuji, yaitu melalui: (1) kultur sekolah bermutu yang mencakup mutu input, mutu akademik, dan mutu nonakademik; (2)  kultur sekolah Islam dengan fokus penanaman karakter religius, keterbukaan, kepedulian, kebersamaan, dan kerja sama; (3) kultur disiplin dengan fokus penanaman karakter antara lain religius, kedisiplinan, kepedulian, dan kebersamaan.

Selanjutnya, model pendidikan Muhammadiyah didasarkan pada nilai-nilai tertentu, yaitu, Pertama, pendidikan Muhammadiyah merujuk pada nilai-nilai yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi sepanjang masa. Kedua, pendidikan Muhammadiyah ikhlas dan inspiratif dalam ikhtiar menjalankan tujuan pendidikan. Ketiga, pendidikan Muhammadiyah menerapkan perinsip musyawara dan kerjasama dengan tetap memelihara sikap kritis. Keempat, pendidikan Muhammadiyah selalu memelihara dan menghidupkan prinsip inovasi dalam mencapai tujuan pendidikan. Kelima, pendidikan Muhammadiyah memiliki kultur atau budaya memihak kepada kaum yang mengalami kesengasaraan dengan melakukan proses-proses kreatirf. Hal tersebut sesuai dengan tantangan dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat Indonesia.

Kiai Dahlan dan Muhammadiyah telah dan akan terus memberikan sumbangan besar di dalam upaya-upaya mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan paham keagamaan yang moderat serta wawasan kebangsaaan yang maju di tengah pertarungan berbagai ideologi dunia. Secara khusus, Muhammadiyah memiliki wawasan kebangsaan yang tegas bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 merupakan konsensus nasional (dar al-‘ahdi) yang mengikat seluruh komponen bangsa sekaligus bukti sebagai kekuatan perekat, pemersatu, dan pembangun bangsa-negara (dar al-syahadah). (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Melahirkan Generasi Unggul" 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah