Mengingat Kembali Nasehat Kiai Aceng Zakaria


BERAMAL itu mesti dibangun dan dibingkai oleh ilmu. Ilmunya mesti benar dan diperoleh dengan cara yang benar. Sehingga kehidupan bisa dilalui dengan cara yang benar. Itulah poin penting pada pengajian bulanan Persatuan Islam (Persis) Cirebon Raya yang diadakan pada Ahad 26 Juni 2022 setelah Ashar hingga menjelang Magrib. Acara ini langsung dihadiri oleh Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis) KH. Aceng Zakaria sebagai narasumber. Acara yang diadakan di Masjid Al-Falah, Kedawung, Kabupaten Cirebon-Jawa Barat ini dihadiri oleh keluarga besar Persis dan umum yang mendapatkan informasi untuk menghadiri acara ini. 

Kiai Aceng Zakaria, demikian kerap beliau disapa, merupakan salah satu ulama penting di lingkungan Persis. Selain dikenal ahli dalam bidang fiqih, sosok kelahiran Garut 11 Oktober 1948 ini juga ahli di bidang tafsir dan bahasa Arab. Alumnus PPI Perjalanan Bandung ini aktif mengisi ceramah atau pengajian keagamaan di berbagai kota, terutama dengan jamaah Persis. Selain itu, sosok yang dikenal bijak ini juga dikenal produktif menulis. Beliau aktif menulis artikel di berbagai majalah terutama Majalah Risalah yang dikenal di lingkungan Persis, di samping menulis buku-buku keagamaan dalam beragam tema, dari fiqih, bahasa Arab, pendidikan dan sebagainya.

Pada pemaparannya, Kiai Aceng Zakaria mengingatkan beberapa hal penting, pertama, pentingnya mencari ilmu. Menurutnya, kunci paling utama mencari ilmu adalah membaca, terutama membaca al-Quran dan al-Hadits. Untuk mempelajari kedua sumber ilmu tersebut tentu mesti diperkuat dengan penguasaan ilmu alat seperti nahwu dan shorof, di samping ilmu lain yang menunjang seperti ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu dan sebagainya. "Memahami al-Quran dan al-Hadits mesti ditunjang dengan penguasaan ilmu alat", ungkapnya.

Kedua, pentingnya hidup dalam bingkai keselamatan. Keselamatan manusia ditentukan oleh Allah dengan segala aturan yang Ia berikan melalui Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam. Artinya, bila manusia ingin selamat dalam kehidupan ini mesti mengikuti aturan Allah yang sudah dijelaskan dan dicontohkan Rasul-Nya. "Tikus itu sangat bodoh. Ia ingin mendapat uang namun kerap menggigit kertas uangnya. Ia tak paham jalan keselamatan. Dicari malah dirusak. Begitulah pelajaran berharga bagi kita. Kita mesti tahu jalan keselamatan", tegasnya. 

Ketiga, anak adalah amanah. Karena amanah, maka pendidikan anak menjadi penting. Bila tak dididik dengan baik maka anak bakal menjadi musuh dan sumber fitnah bagi orangtuanya. Namun bila dididik dengan baik maka anak menjadi penenang hati, bahkan menjadi pembawa mahkota bagi orangtuanya kelak. Pada banyak riwayat dijelaskan bahwa anak dapat menjadi penyejuk yaitu anak yang soleh. "Anak dapat menjadi musuh, fitnah dan kebanggan. Tergantung kita sebagai orangtuanya. Maka mendidik anak dengan cara yang benar dan tepat adalah keharusan yang tak bisa ditawar", lanjutnya.

Keempat, kehidupan manusia ada pada barisan takdir Allah, ada kematian dan ada kehidupan. Semua manusia tercipta dengan sebaik-baik ciptaan, jenis kelamin yang beragam, jalan hidup yang variatif dan akhir kehidupan yang berbeda-beda. Akhir kehidupan dunia adalah kematian. Setiap yang bernyawa pasti menemui ajal kematian. Bila ajalnya tiba tak ada yang mampu menahan, menunda dan mengulur-ulurnya. Umur manusia di dunia ini sejatinya terus berkurang, walau terlihat seakan-akan bertambah. "Kita mesti ingat hakikat kehidupan dunia yang terbatas ini, bahwa dunia ini adalah tempat menanam atau beramal baik. Hasilnya kita petik nanti di akhirat", tegasnya. 

Kelima, nasib akhir manusia sangat ditentukan oleh iman dan amalnya selama di dunia. Kepastian kehidupan manusia dan nasibnya ditentukan oleh Allah seperti yang sudah dijelaskan dalam wahyu-Nya. Penentuan nasibnya tidak bisa ditentukan oleh pandangan manusia, tapi berdasarkan pandangan Allah. Ada yang terlihat beramal ahli surga malah jadi ahli neraka. Ada yang beramal biasa-biasa saja malah menjadi ahli surga. "Maka fokus kita adalah beramal yang terbaik menurut Allah dan Rasul-Nya. Sebab itu kunci baiknya nasib kita kelak", tegasnya. 

Sebagaimana yang disebutkan di awal bahwa Kiai Aceng adalah ulama yang sangat produktif menulis di lingkungan Persis. Diantara karya tulis beliau, diantaranya, (1) Bidang Aqidah seperti ilmu tauhid jilid I, II dan III (Bahasa Arab), Pokok-pokok Ilmu Tauhid, Syahadat Bai`at dan Jamaah Islamiyyah. (2) Bidang Fiqh seperti Hidayah Fi Masail Fiqhiyyah Mutaa’ridhah, Haramkah Isbal dan Wajibkah Janggut, Do`a-Do`a Shalat (Versi Indonesia dan Sunda), Do`a-Do`a Sehari-hari, Do’a Haji dan Umrah, Hadyu Rosul. 

Selanjutnya, (3) Bidang Pendidikan seperti Tarbiyah An-Nisa (Bahasa Arab) dan Tarbiyah Nisa (Bahasa Indonesia). (4) Bidang Bahasa seperti Al-Muyasar fi Ilmu Nahwi Jilid I, II dan III (Bahasa Arab), Al-Kafi (buku Tashrif) Jilid I, II dan III (Bahasa Arab), Tashrif 20 Jam, Nahwu terjemah, Kamus Tiga Bahasa (Indonesia – Arab – Inggris), Ilmu Mantiq (Bahasa Arab), Jadul Muta`alim (Bahasa Arab), Adi`yyah, (Bahasa Arab). (5) Bidang Tafsir seperti Al-Bayan fi Ulumul Qu`ran (Bahasa Arab), Ilmu tajwid (Bahasa Arab), Tafsir Al Fatihah (bahasa Indonesia). (6) Bidang Hadits seperti Ilmu Musthalah hadits (Bahasa Arab), Etika Hidup Seorang Muslim, Kitabul Adab, Jilid I dan II, (Bahasa Arab). 

Nasehat Kiai Aceng Zakaria merupakan nasehat yang benar-benar mengingatkan kita betapa kehidupan ini mesti bermakna, tentu sesuai dengan aturan Allah. Mulai dari awal penciptaan hingga kehidupan abadi kelak, akhirat. Menurutnya, Allah sudah menegaskan pentingnya menjaga diri dan keluarga agar terhindar dari api neraka. Untuk mencapai itu sangat ditentukan oleh kemampuan kita untuk memperkuat iman dan amal dalam bingkai ilmu. Menurutnya, Allah telah mengingatkan kita, "Jagalah dirimu dan keluargamu dari (siksa) api neraka...." (QS. At-Tahrim ayat 6). Ini peringatan berharga dan istimewa dari Allah agar kita selamat di dunia dan akhirat kelak.  Semoga nasehat beliau bermanfaat dan menginspirasi kita semua agar terus mempersiapkan segalanya untuk kehidupan kita yang sesungguhnya: akhirat! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Melahirkan Generasi Unggul" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah