Publish or Perish!


RABU 3 Januari 2024 saya mendapat kesempatan menjadi narasumber acara Pelatihan Kepenulisan Mahasiswa (PKM) di Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC), Watubelah, Cirebon. Di depan 50-an mahasiswa semester 3 Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) yang hadir saya didaulat untuk menyampaikan materi “Menulis itu Mudah”. Pada kesempatan ini turut mendampingi dan memfasilitasi acara dua orang dosen dari kampus UMC, Ibu Uun Macsunah dan Mba Nisa Rengganis. Keduanya bukan saja konsen di dunia akademik, tapi juga dunia sosial termasuk literasi. Tulisan ini merupakan elaborasi saya atas materi yang saya sampaikan pada pertemuan 3 jam tersebut. 


Indonesia adalah negara yang sangat potensial. Dari nilai luhur, sejarah peradaban, geopolitik-ekonomi, jumlah penduduk, sumber daya manusia (SDM) hingga sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Potensi tersebut adalah khazanah sekaligus kekayaan Indonesia yang membuatnya berbeda dan unik bila dibandingkan dengan negara lain di seluruh dunia, bahkan negara lainnya di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Indonesia yang demikian kaya mengharuskan kita, terutama generasi muda, untuk berperan terutama untuk merawatnya, termasuk dengan memproduksi karya tulis yang bermanfaat. 


Menulis pada dasarnya adalah kegiatan unik dan mudah. Sebab dengan menulis kita menciptakan catatan atau informasi melalui media tertentu dengan menggunakan aksara. Menulis bisa dimaknai sebagai upaya memindahkan ide atau gagasan, hayalan dalam pikiran ke dalam kertas atau sarana semacamnya seperti handphone (HP) atau laptop. Atau bisa juga dimaknai sebagai upaya menyusun huruf atau kata ke dalam kalimat yang tersusun menjadi satu jenis karya tulis yang mengandung makna dan pesan.


Pertanyaan yang sering muncul adalah mengapa dan untuk apa menulis? Pertanyaan semacam ini terlihat sederhana, namun dari situlah seseorang dapat terdorong untuk menulis hingga jadi karya yang terbaca atau terpublikasi. Bila ditelisik, biasanya seseorang menulis karena berbagai alasan sekaligus tujuan, misalnya, ekspresi jiwa dan perasaan, curahan hati, membagi inspirasi, mengkomunikasikan sesuatu, menguji kapasitas, mencerdaskan publik, bukti membaca, memperkaya diri, memanjangkan usia, melanjutkan lakon para ulama, mengikat dan mematangkan ilmu, membangun peradaban, menaklukkan dunia, dan lain sebagainya.


Sebagai pemula, pada saat menulis bicaralah dengan kata hati, tidak terjebak pada Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang salah kaprah, dan tidak terpenjara oleh sistematika tulisan. Selain itu, angan jadikan tanda baca sebagai belenggu. Menulislah dalam kondisi mudah maupun sulit, sehingga kita terus terlatih dan keterampilan kita untuk menulis terasah dengan baik. Hal lain, tentu saja terus belajar dan melatih, di samping berkenalan dengan penulis lain melalui berbagai forum.   


Pada intinya, menulis butuh wadah. Saat ini kita diuntungkan oleh hadirnya teknologi informasi dan komunikasi. Sehingga kita pun bisa menulis dengan mengikuti alur bebas sesuai selera masing-masing. Seorang penulis biasanya terbiasa untuk mengumpulkan atau mencicil bahan tulisan. Ia tidak merasa hebat dengan idenya sendiri. Karena itu, ia suka membaca karya orang lain. Dengan begitu, tulisannya lebih kaya dan berwarna. Bagi penulis yang menghargai idenya, ia tidak mudah menghukum tulisannya dengan jalan: men-delet alias menghapus. Saat menulis, ia tidak buru-buru memperbaiki tulisannya, sebab bisa jadi idenya bakal hilang begitu saja. Ia percaya bahwa setiap ide yang muncul adalah kekayaan. Bila pada satu saat tak dipakai, maka ia simpan idenya untuk dipakai pada tulisan lain yang relevan.  

Penulis pada umumnya terbiasa untuk mengendapkan sumber tulisannya beberapa waktu. Ia selalu berkomitmen untuk memperkaya gagasannya dari berbagai sumber, sehingga ia pun berupaya untuk membaca dan membaca, di samping terus menulis sebagai proses belajar. Bila ia menulis, ia berusaha untuk membaca lalu menulis. Bila menulis, ia berupaya untuk membacanya. Setiap tulisan selesai ia berupaya untuk meninjau kembali tulisannya (revisioning), sehingga tulisannya layak dipublikasi atau terbit menjadi karya tulis yang terbaca oleh pembaca. 

Penulis juga biasanya mampu menentukan fokus dan prioritasnya, fiksi atau non fiksi. Ia tahu apa saja target atau sasaran dari tulisannya, apa manfaat yang pembaca peroleh dari tulisannya. Apapun itu, intinya penulis selalu belajar untuk berani memulai dan terus melanjutkan apa yang sudah dimulai. Dengan menulis ia berupaya memberanikan diri untuk membagi pengalaman kepada siapa saja, di mana dan kapan saja melalui karya tulis. 

Seorang penulis juga mesti memiliki modal, diantaranya, (1) Memiliki impian, kemauan, tekad, niat baik, keberanian memulai, disiplin, (2) Memahami kemampuan diri, minat, bakat dan cita-cita luhur, (3) Kuasai hati, pikiran, kebiasaan dan lingkungan dengan banyak belajar, (4) Biasa membaca, menulis dan berdiskusi, (5) Memiliki website, blog, twitter, facebook, e-mail, dan instagram, (6) Siap menghargai dan membaca karya sendiri dan karya orang lain, (7) Aktif di komunitas kepenulisan, dan (8) Pandai berdoa, tawakal dan bersyukur atas upaya atau ikhtiarnya dalam menghasilkan karya tulis.  

Penulis akan berupaya agar tulisannya terpublikasi (publish), sehingga tulisannya tidak perish atau kehilangan jejak. Secara tegas ia memilih untuk publish bukan perish. Intinya sederhana tapi tegas: terbitkan gagasan kita, atau kita lenyap begitu saja. Maka, menulis (buku, novel, artikel, essay, puisi, cerpen dan serupanya), misalnya, memiliki nilai eksestensial tersendiri, yang membuat penulisnya merasa lebih hidup bermakna atau bermakna dalam hidupnya. 

Karena menulis dapat memberi efek semacam itu, maka menulis menjadi sebuah agenda prioritas. Itulah yang kita perlu tanamkan dalam hati dan pikiran kita ketika menyebut dan menempatkan aktivitas menulis sebagai passion kita. Gairah atau semangat kita dalam menulis akan menuntun kita pada situasi yang berdarah-darah, yaitu bahwa kita harus berusaha ekstra keras demi menulis hingga menerbitkan karya tulis kita apapun bentuk atau jenisnya : buku, novel, artikel, essay, puisi, cerpen dan serupanya.

Zadie Smith, seorang novelis Inggris, pernah ditanya tentang seberapa jauh passion menulis itu telah mengubah hidupnya secara masif dan berpengaruh besar untuk waktu jangka panjang. Ia mengatakan, “Menulis mengajak ia untuk undur diri ke dalam kesedihan mendalam yang lahir dari keadaan tak terpuaskan.” Ia menambahkan, “99 persen bakat, 99 persen kedisiplinan, dan 99 persen kerja keras! Ia tidak boleh berpuas diri terhadap apa yang ia capai.” Sebuah ikhtiar yang seimbang. Terutama bila kita sadar, bahwa taruhannya besar: menulis, atau lenyap tak terkenang! 

Passion akan mengajak kita berjalan jauh, sangat jauh. Tapi biar bagaimana pun, kita akan sangat puas. Teruslah menulis, dan jangan menanti tulisan kita seideal yang kita mau, atau seideal yang pembaca mau. Sebab, kelamaan menanti yang ideal justru membuat kita tidak segera menulis alias mengurungkan niat kita untuk menulis. Jangan pernah takut karena tulisan kita tidak dibaca pembaca, sebab setiap kata memiliki takdir sejarah dan pembacanya masing-masing. 

Seorang novelis dan penulis skenario terkenal AS, Stepen King pernah mengatakan, “Seorang penulis yang menunggu kondisi ideal untuk mengerjakan tulisannya, akan mati tanpa menuangkan satu huruf pun.” Menurut penulis puluhan novel, puluhan buku kumpulan cerpen dan komik ini, “Kalau ada yang disebut bakat, itu adalah sebuah ketekunan yang membuat orang mau duduk berlama-lama di depan mesin tik dan menuangkan ceritanya, tak peduli itu bagus atau tidak.” 

King memang tidak secara otomatis menghasilkan karya yang spektakuler. Sebelum novel pertamanya berhasil terbit (Carrie, novel pertamanya, terbit 5 April 1974), ia mengalami penolakan puluhan kali dari bermacam-macam agen dan penerbit. Namun ia tak patah semangat. Semua surat penolakan itu ia simpan baik-baik. Bahkan setiap surat yang ia dapatkan itu, ia tempelkan di tembok dalam rumahnya, sehingga ia dengan mudah melihat kembali, dan berusaha untuk memperbaiki sekuat tenaga. 

Lagi-lagi itulah passion. Passion-nya untuk menulis telah menghasilkan sebuah kedisiplinan yang tiada tara. Ia mengalokasikan waktu yang sangat banyak setiap harinya untuk menulis. Dan, ketika King menulis, ia akan masuk kamar, mengunci dirinya, dan mengusahakan kamarnya steril dari aneka gangguan. Di dalam, ia tidak akan bersantai atau menunggu inspirasi menulis. Yang ia lakukan adalah menulis apa yang terlintas di pikirannya, apapun itu. Ada sebuah ungkapan King yang layak kita baca dan renungi secara mendalam, kata King, “Jika selama sepekan tidak ada satu buku pun yang kamu baca, dan tak ada satu pun tulisan yang kamu buat, maka lupakan cita-cita kamu untuk menulis!”

Richard St. Cross, dalam bukunya 8 To Be Great, mengatakan, “Orang yang didorong oleh passion akan mau melakukan hal yang ia sukai itu, bahkan mesti ia tidak menerima bayaran sepeser pun.” Jika menulis adalah passion kita, sungguh dia akan mengubah habis-habisan gaya hidup kita. Dari orang yang kerap melewati waktu tanpa aktivitas, menjadi orang yang selalu mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat, termasuk dengan menulis. Ingat, menulis memang bukan bakat bawaan sejak lahir, namun kita semua memiliki peluang untuk menulis bahkan menjadi penulis. Sebab menulis adalah aktivitas yang dapat ditekuni.

Kunci sekaligus modalnya, diantaranya, (1) berani dan banyak membaca, (2) berani dan banyak menulis, dan (3) berani dan banyak mempublikasi. Lakukan itu semua meskipun kita tak dibayar, lakukan itu walaupun kita dihina atau dicela oleh banyak orang. Hinaan dan celaan tidak akan membuat kita berhenti menulis atau menghasilkan karya.  

Akhirnya, pilihan ada pada diri kita masing-masing, “Publish” or “Perish”. Pilihannya tegas: kita memilih “Publish”. Entah apakah kelak dikenang sebagai penulis atau tidak, itu tidak penting. Sekali lagi, itu tidak penting. Sebab yang penting kita telah melakukan apa yang kita mau dan suka: menulis dan menulis. Mudah-mudahan ada pembaca yang terprovokasi! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Owner Cereng Menulis dan Penulis Buku “Aku, Dia & Cinta” 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok