Menjadi Orangtua yang Layak Diteladani


Menjadi orangtua adalah amanah dari Allah. Ini bermakna, ketika Allah menganugerahi kita anak-anak, maka itu berarti Allah sedang memberi kita tanggungjawab untuk mengasuh, mendidik dan menafkahi anak-anak kita. Anak-anak yang Allah titipkan merupakan medium bagi kita sebagai orangtua untuk belajar dan meningkatkan kualitas peran dalam menjalani kehidupan dunia yang sesaat. Bukan saja sebagai orangtua, tapi juga sebagai pengasuh sekaligus pendidik anak-anak kita. Karena pendidik pertama dan utama anak adalah kita sebagai orangtua. 

Di era serba teknologi ini, baik informasi maupun komunikasi, berbagai tantangan dan hambatan kerap melingkupi kita sebagai orangtua. Selain konten dan kompetisi konten teknologi yang semakin menjadi-jadi, kita dan anak-anak kita pun di hadapkan dengan nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang selama ini kita yakini dan terapkan dalam kehidupan kita dan anak-anak kita. Berbagai macam aplikasi hadir begitu rupa sehingga kita pun diserbu berbagai konten dengan segala pesan dan nilai yang dikandungnya. Satu fenomena yang benar-benar yang mengharuskan kita kerap mengelus dada.  


Menghadapi kondisi demikian, sebagai orangtua kita kerap menyalahkan teknologi dengan segala argumentasi pembenarannya. Seakan-akan kalau kita sudah menyalahkan teknologi lalu masalah selesai, nyatanya tidak. Bahkan kita juga sering menyalahkan zaman. Zaman ini telah rusak, sudah dipenuhi maksiat, dan peradaban manusia telah ternodai. Dan berbagai ungkapan lainnya yang pada umumnya menyudutkan keadaan atau zaman. Seakan-akan kita tidak punya andil dalam melahirkan kondisi yang buruk. Kita kerap tunjuk jari pada realitas, bukan pada diri kita sendiri. 

Berkaitan dengan hal ini, saya menjadi teringat dengan sebuah tulisan pendek saya yang dipublikasi pada akun Facebook saya pada Jumat 8 November 2024. "Jangan pernah jangan menyalahkan anak-anak dan zaman, bisa jadi biang anak-anak kita lebih akrab dengan teknologi dan enggan mendengar kita adalah karena kita sebagai orangtua atau sebagai guru mereka belum mampu menjadi orang tua atau guru yang layak diteladani oleh anak-anak kita. Mari berbenah diri terus menerus, jadilah orangtua atau guru yang layak diteladani!" 


Saya sebetulnya tidak sedang menyalahkan diri atau siapapun secara membabi buta, saya hanya mengingatkan diri saya dan siapapun yang dianugerahi anak oleh Allah di luar sana agar terus berbenah diri. Bahwa kewajiban mendidik anak adalah kewajiban utama kita sebagai orangtua, bukan orang lain. Bagaimana pun kualitas anak kita dari sisi ibadah, amal dan aksi sosialnya bahkan pengetahuannya, itu medium bagi kita untuk bercermin. Kualitas asuh dan didik kita selama ini tercermin dari kondisi anak-anak kita. Bahkan bagaimana akhlak dan adab anak-anak kita, begitulah hasil dari peranan kita selama ini. 

Berkaitan dengan hal tersebut, saya sendiri semakin terngiang dengan firman Allah dalam al-Quran surat at-Tahriim ayat 6, "Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka!". Menurut para ulama, ayat ini sebagai penegas betapa kewajiban orangtua, terutama seorang ayah atau bapak dalam rumah tangga itu sangat strategis. Bayangkan, kepala keluarga memiliki tanggung jawab penuh untuk memastikan anggota keluarga yang dipimpinnya tidak tersentuh api neraka. Maknanya, seorang kepala keluarga mesti telaten dalam mendidik anggota keluarganya, sehingga semuanya masuk ke dalam surga. 


Tanggungjawab semacam itu tentu sangat berat dan butuh konsentrasi penuh. Mendidik anak harus menjadi prioritas, bukan sambilan. Bila pun anak melanjutkan pendidikan di lembaga pendidikan non pendidikan keluarga, itu bukan berarti tanggungjawab orangtua menghilang atau mengurang. Justru tanggungjawab orangtua semakin luas dan banyak. Dengan demikian, sebagai orangtua jangan pernah beranggapan bahwa penanggungjawab pendidikan anak kita adalah gurunya, ustadz-ustadzahnya, atau sebutan lainnya. Sama sekali tidak! Kewajiban pertama dan utama mendidik anak adalah orangtuanya, ya kita! 

Kunci utama pendidikan anak di lingkup keluarga adalah keteladanan. Kita sebagai orangtua mesti menjadi teladan yang baik bagi anak-anak. Orang pertama dan sering dilihat anak adalah orangtuanya. Ucapan, tindakan dan sikap kita menjadi tontonan yang punya peran tuntunan. Ucapan, tindakan dan sikap yang buruk bakal dilihat bahkan ditiru anak-anak. Ucapan, tindakan dan sikap yang baik bakal dilihat bahkan ditiru anak-anak. Keteladanan bukan sekadar bicara tentang konsep dan teori, tapi tentang aksi alias perbuatan atau tindakan nyata kita dalam kehidupan ril. Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam adalah orangtua sekaligus pendidik terbaik. Mari meneladani beliau, sehingga kita mampu menjadi orangtua yang layak diteladani oleh anak-anak kita! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Melahirkan Generasi Unggul" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah