Mulailah Menulis Dari Sini!


MENULIS merupakan aktivitas yang sangat menarik dan menantang. Menarik, karena dengan punya karya tulis seseorang bisa memperoleh berbagai hal sebagai bentuk efek atau dampak dari apa yang dikaryakannya. Menantang, karena berbagai tantangan dan hambatan datang dalam banyak bentuk, sehingga bila hendak menulis ada saja alasan untuk tidak melanjutkannya hingga menjadi karya yang terpublikasi. 

Selama satu decade terakhir, saya kerap menjadi narasumber acara pelatihan kepenulisan dan jurnalistik, bedah buku atau acara literasi lainnya di beberapa sekolah, pondok pesantren dan perguruan tinggi yang berada di beberapa kota di seluruh Indonesia. Pada berbagai forum tersebut saya kerap mendapatkan pertanyaan perihal kepenulisan. Entah pertanyaan yang sulit atau yang cukup mudah. Diantara pertanyaan yang paling sering muncul, misalnya, “Menulis itu mesti mulai dari mana?” Pertanyaan ini terlihat sangat sederhana, tapi membutuhkan jawab panjang. 

Sepemahaman dan pengalaman saya selama menggeluti dunia kepenulisan, saya selalu menulis dari beberapa hal sebagai berikut. Pertama, mulai dari hal-hal sederhana. Hal sederhana itu, misalnya, saat saya menjadi narasumber kegiatan tertentu seperti bedah buku, saya terbiasa mencatat hal-hal inspiratif yang saya temukan selama acara berlangsung. Saya juga terbiasa untuk menulis artikel pendek yang mengulas seputar situasi atau kondisi saat acara berlangsung. Bila saya bertemu atau silaturahim dengan seorang tokoh, saya berupaya untuk menuliskan hasil perbincangan dengannya. 

Saya juga terbiasa untuk menulis hal-hal yang saya dengar, saya lihat dan saya alami. Bila saya menghadiri seminar nasional dan internasional, saya terbiasa mencatat poin-poin materi yang disampaikan oleh narasumber di forum semacam itu. Saya juga kerap menulis tentang kondisi pengunjung saat berkunjung ke pasar, mall dan tempat umum lainnya. Bahkan saya juga terbiasa menulis saat saya menumpangi pesawat, kereta api, mobil travel dan kapal laut. Saya juga menulis suasana saat saya berkenalan dengan tokoh tertentu yang menurut saya sangat inspiratif dan layak dipublikasi dalam bentuk buku atau artikel biasa. 

Kedua, mulai dari suara hati. Bagi mereka yang sudah terbiasa menulis, umumnya mereka menulis dari dalam. Maksudnya, mereka mengungkap hal-hal yang muncul dari hati mereka. Misalnya, mereka menulis tentang rasa rindu pada kedua orangtuanya masing-masing, atau seputar guru paling disiplin saat mereka menempuh sekolah dasar. Bahkan tak sedikit yang menulis tentang kenangan indah saat awal menikah dan perjalanan rumah tangga mereka hingga kini. Mereka ungkap semuanya dari suara hati terdalam, sehingga pembaca kerap ikut berlabuh pada suasana yang diungkap. 

Saya sendiri kerap menulis seputar kebaikan dan jasa kedua orang tua saya sejak saya kecil hingga kelak ketika keduanya sudah meninggal dunia. Kesan dan pengalaman bersama kedua orang tua sangat menyentuh hati saya untuk menuliskannya kembali dalam bentuk tulisan pendek, terutama yang saya publikasi dalam bentuk buku dan artikel pendek yang dipublikasi di blog pribadi saya. Intinya, saya mengungkap suara hati saya tentang sosok hebat yang sangat berjasa dalam hidup saya. 

Ketiga, mulai dari yang disukai. Memulai menulis memang butuh proses dan pasti berhadapan dengan hambatan tak sedikit. Namun bila tekad untuk menulis sudah tertanam kuat di dalam diri, maka dengan sendirinya semangat menulis bakal terus terjaga dengan baik. Saya sendiri sering menulis tentang berbagai hal yang saya sukai. Misalnya, saya suka menulis dan membaca buku, maka saya pun sering menulis tentang asyiknya membaca buku, manfaat menulis buku dan istimewanya punya buku karya sendiri. Saya juga suka membaca buku biografi para tokoh nasional dan internasional. Dan, tentu saja saya suka dengan biografi tokoh dan apa-apa yang saya lakukan. Ya saya suka membaca dan menulis itu sendiri. 

Tiga poin yang saya sampaikan di atas bukan sekadar teori, tapi saya buktikan dengan karya atau buku-buku saya. Misalnya buku “Salesman Toyota Jadi Walikota” (2021), “Kiprah Politik Drs. H. Anwar Yasin” (2022), “Mengenal Haji Zaenal Muttaqin: Gagasan dan Rekam Jejak” (2023), “Aku, Dia dan Cinta” (2023), “H. Lalu Pathul Bahri: Motivasi, Pengalaman Hidup dan Kepemimpinan” (2024), “Esti Royani: Motivasi dan Pengalaman Hidup serta Liku-liku Meniti Karier” (2024), “Andai Aku Jadi Gubernur Jawa Barat” (2024),“Cinta Tak Bersyarat” (2024), ”“Jejak Langkah Arief Prasetyo Adi” (2024) dan puluhan buku lainnya. 

Menurut sahabat baik saya Mas Imam Nawawi, menulis butuh tekad, kesungguhan dan kerja keras. Bahkan menurut aktivis sekaligus intelektual muda Hidayatullah ini, menulis itu harus dimulai dan konsisten menjalankannya. “Tetapi yang akan bisa menulis adalah yang mau memulainya. Orang yang memulai pun akan berhenti, ketika gagal menjalankan aktivitas penting itu secara konsisten,” ungkapnya pada artikel berjudul “Dari Mana Mulai Menulis?” (7/11/2024). 

Selain itu, kita juga mesti mengorbankan waktu istirahat untuk menuntaskan naskah buku atau sekadar artikel pendek. Kita mesti berani melawan rasa malas dan rasa kantuk yang terus datang menggoda. Kita harus bersabar saat diremehkan dan dihina oleh pembaca atau mereka yang memang sudah terbiasa melakukan hal semacam itu. Sebab kita memiliki fokus dan target, bukan pada apa yang mereka sampaikan pada kita. Kita harus tetap fokus pada target atau agenda utama kita: menulis, menulis dan menulis. Ya mulailah dari sini, dari sekarang! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis 15 Buku Biografi Tokoh


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah