Dunia adalah Medan Beramal


KITA tercipta dari bahan baku tanah atau mani. Dan kini kita hidup di dunia yang beralaskan tanah. Kehidupan dunia adalah bagian dari episode kehidupan yang akan kita lalui nantinya. Kita diciptakan oleh Allah untuk tujuan mulia yaitu beribadah. Kewajiban beribadah yang Allah gariskan berlaku untuk semua manusia. Bahkan jin pun mendapatkan kewajiban yang sama, yaitu beribadah kepada Allah. Allah berfirman, "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. (QS. adz-Dzariyat: 56) 

Dunia dengan berbagai isinya kerap membuat sebagian manusia terjebak dan terjatuh. Keindahannya membuat mereka tertarik untuk hidup serba boleh bahkan ingin hidup di dalamnya berlama-lama. Berbagai kesenangan yang mereka saksikan membuat mereka tergoda untuk merasakan dan mengalami semuanya. Berbagai keinginan membuat mereka lupa pada tujuan utama. Memperoleh kekayaan tertentu tak membuat mereka merasa cukup, sehingga tak sedikit yang menempuh cara-cara curang berkali-kali.  

Jabatan, status sosial dan berbagai pujian kerap membuat mereka tergiur dan merasa lebih hebat dari selainnya. Jabatan yang seharusnya bermahkota amanah malah digunakan untuk melakukan tindakan melanggar hukum dan aturan Allah. Status sosial yang menipu kerap membuat mereka lupa daratan. Sehingga sombong, riya' dan hidup serba boleh menjadi kepribadian sekaligus hiasan diri. Bahkan tak sedikit yang sibuk mengejar pujian, padahal isinya tak lebih panjang dari lidahnya. 

Allah berfirman, "Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan, kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak keturunan. (Perumpamaannya adalah) seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani, lalu mengering dan kamu lihat menguning, kemudian hancur. Di akhirat ada azab yang keras serta ampunan dari Allah dan keridaan-Nya. Kehidupan dunia (bagi orang-orang yang lengah) hanyalah kesenangan yang memperdaya." (QS. al-Hadid: 20)

Ya, itulah hakikat kehidupan dunia, terutama bagi manusia yang pandangannya terbatas hanya pada waktu sekarang atau saat di dunia saja. Hakikat hidup di dunia yang dijelaskan ayat tersebut ditujukan bagi orang yang lengah dan mudah tertipu kemegahan duniawi. Di mana sebenarnya, kehidupan dunia tak lain hanya berisi aktivitas sia-sia dan tanpa tujuan yang mengantar pelakunya pada kelengahan dan sibuk pada urusan sia-sia yang hanyalah tipu daya belaka. 

Kehidupan dunia juga hanya tempat bermegah-megahan yang menuju kepada kedengkian dan iri hati, serta tempatnya berbangga atas banyaknya harta dan kesuksesan anak keturunan. Perumpamaan kehidupan dunia ibarat hujan yang turun ke atas tanah, lalu menyenangkan hati para petani yang tengah bercocok tanam. Di mana setelah sekian waktu, tanaman yang tersiram hujan itu akan ada yang menjadi kering. Intinya, kehidupan dunia ini hanya sementara, benar-benar fana. 

Atau ada juga tumbuhan yang menjadi tinggi serta menguat, tapi tak lama kemudian menguning dan malah layu juga hancur. Itulah analogi kehidupan dunia bagi orang yang lengah dan tertipu. Baginya, kehidupan dunia ini hanya untuk bersenda gurau dan bersenang-senang, tanpa peduli pada amal kebaikan yang harus ia tunaikan dalam rangka menyiapkan kehidupan akhirat yang abadi. Mereka tertipu lalu bangga dengan apa yang mereka lakukan itu tanpa menghiraukan tujuan utama yaitu beribadah kepada Allah.  

Sebaliknya, bagi orang yang beriman dan mengerjakan amal ibadah, hidup di dunia bukanlah demikian, melainkan menjadi tempat untuk meraih kebahagiaan lahir-batin dan dunia-akhirat. Bagi orang beriman, dunia adalah ruang pentas penentu apa yang diperoleh kelak di akhirat. Sehingga mereka yang beriman dan taat kepada Allah juga utusan-Nya, akan memanfaatkan kehidupan dunia dengan sebaik mungkin. Mereka tidak mau terjebak pada berbagai kesenangan sesaat dan dunia yang fana. 

Bagi yang beriman, dunia ini adalah ladang amal. Mereka mengisinya dengan hal-hal bermanfaat, seperti ibadah yang diperintah dan yang dianjurkan, hingga menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang. Mukmin sejati akan menggunakan kehidupan dunia sebagai tempat mengumpulkan bekal perjalanan menuju keabadian. Bagi orang beriman, dunia dan akhirat bukankah fase kehidupan yang terpisah, tapi satu kesatuan yang menyatu. Sehingga kehidupan dunia benar-benar dijadikan sebagai tempat untuk berbuat kebaikan yang dampaknya pada kebahagiaan nanti di akhirat. 

Allah pun sudah mengingatkan bahwa kehidupan akhirat tidak boleh melupakan dunia. Maksudnya, dunia mesti jadi medan amal kebaikan dan bermanfaat bagi sesama. Allah berfirman, "Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” (QS. al-Qashash: 77). (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Ketika Allah Memilihmu"


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah