Inikah Disruption itu?
BEBERAPA
tahun silam tak sedikit yang berpendapat bahwa kelak (tahun 2008-2018), media
massa khususnya media cetak seperti koran dan dunia Penerbitan buku akan
kehilangan jejak bahkan gulung tikar karena tersaingi media sosial yang semakin
menjamur dan informasinya begitu cepat serta bisa diakses oleh setiap orang
secara cepat pula.
Sebagai
sumber inspirasi terutama demi kemajuan usaha atau perkembangan bisnis serta
untuk menyiapkan antisipasi atas berbagai tantangan dan kendala usaha atau
bisnis di masa yang akan datang, maka pendapat semacam itu ada konteksnya,
bahkan perlu didengar dan dianalisa secara cerdas.
Tapi
pada konteks yang lain, ada baiknya kita menelisik perkembangan bebeberapa
media massa terutama koran seperti Republika, Pikiran Rakyat, Jawa Pos, dan berbagai koran
lainnya.
Begitu
pula Penerbit buku seperti Gema Insani Press (GIP), Pro-U, Mitra Pemuda, dan
berbagai penerbit lainnya.
Satu
fakta yang tak bisa dibantah adalah meningkatnya oplah koran dan oplah buku
pada usaha Penerbitan koran dan buku tersebut. Kemajuan dan perkembangan
semacam itu adalah salah satu fakta bahwa pembaca sejatinya semakin
mengandrungi media cetak dan buku sebagai sumber bacaan untuk menemukan
berbagai sumber inspirasi, motivasi, informasi dan sebagainya.
Sederhana
saja, tak mungkin ada peningkatan jumlah oplah kalau jumlah pembaca atau
penikmatnya menurun. Justru itu adalah fakta meningkatnya jumlah pembaca koran
dan buku. Usaha penerbitan koran dan buku tentu tak mungkin menerbitkan atau
memproduksi dengan jumlah yang semakin meningkat kalau jumlah konsumen tak
meningkat. Tak ada pengusaha yang mau rugi, bukan?
Setelah
ditelisik secara kecil-kecilan alias serampangan ala saya, ternyata diantara
kunci utama mengapa usaha penerbitan semacam itu bisa bertahan bahkan melejit
adalah karena pemiliknya berbasis pada konten dan narasi yang kontekstual
dengan kebutuhan konsumen.
Selain
itu, mereka juga menempuh terobosan cerdas dan menarik yang menarik perhatian
konsumen terutama pembaca untuk membaca koran dan buku. Tanpa terobosan, bisa
jadi mereka benar-benar kehilangan jejak dan gulung tikar.
Tak
cukup di situ. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah berpijak pada
visi-misi dan orientasi usaha atau bisnis, komitmen pada sistem, rencana dan
pelayanan; menjaga ketekunan, mampu memahami kebutuhan konsumen secara inovatif
dan kreatif; serta tahan banting terhadap berbagai cibiran yang kadang datang
begitu saja padahal tak pernah diundang.
Belakangan,
teman-teman saya sedikit-banyak mengadaptasi sisi baik fenomena semacam itu di
dalam dunia usaha atau bisnis termasuk dunia Penerbitan buku, usaha perkebunan
seperti sawit, karet, jati, teh dan sebagainya yang mereka tekuni.
Termasuk,
belakangan juga, beberapa teman juga mengadaptasi pada usaha atau bisnis
fachion yang mereka geluti. Bahkan semakin berkembang melesat ke mana-mana.
Kalau dulu hanya berkembang di Jakarta dan Bandung, kini sudah merambah ke
banyak daerah atau kota seperti Denpasar, Mataram, Bima, Labuan Bajo, Kupang,
Makasar, Manado, Palu, Ambon, Samarinda, Balikpapan, Palangkaraya, Banjarmasin,
Lampung, Palembang, Batam, Riau, Medan, Padang, hingga Aceh.
Hasilnya
di luar rencana dan dugaan. Pemasukan berlipat-lipat. Dan tentu saja dahsyat.
Selalu memperoleh hasil yang memuaskan juga efek positif yang menjanjikan.
Selain
menopang usaha atau bisnis, kenyataan semacam ini ternyata mampu menambah
gairah untuk menekuni usaha semacam, bahkan terdorong untuk mengembangkan jenis
usaha lain di daerah atau kota lain.
Dalam
beberapa kesempatan, saya pun bertanya dalam diri juga kepada beberapa teman:
Inikah yang dinamakan Disruption itu?
Saya
pun tergoda untuk membaca berbagai buku dan tulisan lepas lainnya seputar
fenomena semacam itu. Termasuk mendalami gagasan genial dan jalan pikiran
Rhenald Kasali, baik melalui buku maupun tulisan lepasnya di berbagai media
massa juga sosial.
Salah
satu buku yang menarik saya adalah buku DISRUPTION karya Rhenald Kasali. Dalam
buku ini, akademisi sekaligus pakar manajemen tersohor ini begitu apik
menjelaskan bagaimana fenomena disruption dalam berbagai jenis usaha, baik di
dalam maupun di luar negeri.
Walau
cukup tebal namun buku ini telah menjadi bacaan bahkan rujukan banyak orang,
termasuk para akademisi, pegiat manajemen bisnis, penguasaha, penulis, bahkan
pegiat muda di berbagai kota di seluruh Indonesia. Termasuk saya yang hingga
kini cukup tergoda dengan konten buku ini.
Kalau
saya menghubungkan pencapaian beberapa usaha Penerbitan koran dan buku di atas
serta usaha Fachion dari perspektif buku ini saya menangkap skema penting bahwa
kemajuan dan perkembangan dunia usaha atau bisnis sangat dipengaruhi oleh ide
atau gagasan, jalan pikiran, inovasi, kreatifitas, jaringan, daya respon,
kepedulian, publikasi dan sebagainya.
Hal
lain yang tak kalah pentingnya adalah mampu menepikan berbagai aktivitas dan
langkah yang tak produktif. Termasuk mengacuhkan berbagai komentar atau nyinyir
hinaan dari mereka yang terkena penyakit jiwa atau penyakit hati: iri hati,
dengki, dan malas bekerja.
Hal
lain, tetap meningkatkan kualitas manajemen, kualitas produksi dan rasa syukur
kepada Allah sebagai penentu segala usaha manusia.
Dengan
begitu, pembaca dan saya yang mungkin masih terngiang dengan pertanyaan,
“Inikah yang dinamakan Disruption itu?”, akan menemukan jawabannya.
Selebihnya,
biarkan takdir dan sejarah yang akan menjawab pertanyaan semacam itu. Di
samping menegaskan satu adigium bahwa sekadar bicara adalah biang kemunduran,
dan terjebak penyakit hati seperti iri hati, dengki dan malas bekerja adalah
penumpul bagi akal sehat sekaligus penghambat bagi kelancaran rezeki yang
berkah.
Kalau
usaha Penerbitan koran dan buku terus maju dan usaha Fachion menggeliat ke
mana-mana, lalu bagaimana usaha mereka yang dulu menerawang kelak usaha semacam
itu bakal kehilangan jejak bahkan gulung tikar, kini?
Bagaimana
pula kondisi mereka yang masih saja nyinyir dan sibuk menderita dengan penyakit
jiwa (iri hati, dengki dan malas bekerja) yang terus menghantui diri mereka
sendiri?
Tak
perlu dijawab. Toh tak ada juga yang mendengar keluhan semacam itu. Jejak
kehidupan terlalu jujur dan tidak akan bisa dibohongi oleh lidah yang terlihat
“wah”, serta mental ngemis yang terus mewujud di depan mata. Bagaimana?
Nah,
untuk pembaca yang hebat, tulisan ini saya hadirkan untuk semua orang, termasuk
untuk mereka yang suka nyinyir dan menghina saya, baik dalam bentuk tulisan di
media sosial maupun komentar di belakang alias di luar sana. Termasuk untuk
mereka yang lelah dan menderita karena melihat orang lain berbahagia dengan
kemajuan usaha atau bisnisnya. Bagaimana pun, mereka semua adalah sumber
inspirasi bagi saya untuk terus melejitkan potensi diri dan meningkatkan
kualitas juga kemajuan usaha yang saya geluti.
Akhirnya,
selamat membaca dan mengambil manfaat! [Oleh:
Syamsudin Kadir—Direktur Eksekutif Penerbit Mitra Pemuda dan Pedagang Pakian
Lintas Kota, penulis buku “PENDIDIKAN Mencerahkan dan Mencerdaskan BANGSA”. Nomor
WA: 085797644300]
Sumber:
Komentar
Posting Komentar