Membaca Ulang Nasehat TGH. Safwan Hakim


SAYA lahir di sebuah kampung terpencil di Nusa Tenggara Timur (NTT), tepatnya di Kampung Cereng, Desa Golo Sengang, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat atau Mabar. Kampung ini belum tersentuh listrik PLN, belum tersentuh air PDAM dan belum tersentuh jalan raya beraspal. Dari Labuan Bajo ibukota Mabar, kampung ini ditempuh selama beberapa jam. Rerata orang menempuh dengan jalan kaki. Walau belakangan ini sebagian sudah menggunakan sepeda motor. 

Saya sendiri menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada 1990-1996. Tepatnya di SD Katolik yang berada di kampung saya. Walau warga di kampung hampir 100 persen muslim, namun kala itu tak ada sekolah bernyawa Islam, hanya ada sekolah bernyawa Katolik. Belakangan, sudah ada Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS), tepatnya di Leheng, sebuah kampung sebelah kampung saya. Lalu, beberapa tahun lalu, berdirilah SMP Muhammadiyah yang berlokasi di Cereng.  

Setelah saya lulus SD tahun 1990, saya melanjutkan pendidikan di Lombok, tepatnya di MTs Dakwah Islamiyah Putra di Pondok Pesantren Nurul Hakim (Pondok NH). Pondok NH beralamat di Jl. Taruna Nomor 5, Kediri, Lombok Barat-NTB. Kala itu, teman saya yang berasal dari NTT yang mondok di Pondok NH diantaranya Ustadz Mohammad Yasin (Guru di MAN Labuan Bajo), Pak Hasan Afandy Maha (Guru di MAN Labuan Bajo), Pak Zafri Syahidin (Guru di Labuan Bajo)  dan sebagainya. Termasuk para senior seperti Pak Mohammad Albar (Guru SMAN 1 Komodo), Pak Ramli Hamdani (Pengusaha di Labuan Bajo), Harun al-Rasyid (Mantan Anggota DPRD Mabar) dan lain sebagainya.  

Saya memiliki begitu banyak kenangan selama menempuh pendidikan di Pondok NH. Selain mendapatkan didikan langsung para Tuan Guru dan Asatidz yang berkarakter mulia, di sini juga saya mendapatkan proses pendidikan dan pembinaan yang sangat berharga. Semuanya benar-benar berkesan dan sulit saya lupakan, untuk selamanya. Nilai-nilai kebaikan dan prinsip hidup yang kelak saya jadikan sebagai radar dan payung dalam menjalani karir dan kehidupan, saya peroleh secara gratis di penjara suci ini. 

Salah satu Tuan Guru yang sangat berkesan selama saya di Pondok NH adalah Pimpinan sekaligus Pengasuhnya yaitu Bapak TGH. Safwan Hakim (almarhum). Beliau bukan sekadar sosok Ulama yang karismatik dan alim, tapi juga sosok teladan dan inspirator dalam banyak hal. Bahkan bisa dikatakan kemajuan Pondok NH dalam banyak sisinya merupakan jasa besar beliau. Bukan sekadar karena beliau anak dari pendiri Pondok NH (Bapak TGH. Abdul Karim, almarhum) yang memang Ayah beliau, tapi karena memang beliau sendiri sosok dai dan pendidik yang patut dicontoh dan dibanggakan. 

Beliau memiliki jadwal sendiri dalam mengasuh langsung para santri kala itu. Misalnya, beliau mengisi pengajian umum dengan materi kitab-kitab tafsir seperti Tafsir Jalalain dan sebagainya. Di sela-sela itu, beliau kerap menyampaikan pesan atau nasehat yang sangat bijak. Saya seperti juga para santri lainnya sangat tertegun mendengar kala beliau memberi nasehat. Walau ada saja nasehat yang dilupakan, namun rerata nasehat beliau tetap diingat. Karena beliau menyampaikannya dengan begitu lembut, tawadu dan penuh harap. Tak ada kesan menggurui, walau sangat wajar melakukan itu, sebagai wujud kesungguhan dan cinta beliau kepada para santri. 

Diantara nasehet beliau yang saya ingat diantaranya sebagai berikut, Pertama, luruskan niat dalam mencari ilmu dan menjalani kehidupan. Setiap kali beliau mengisi pengajian selalu membaca sebuah hadits yang sangat mashur di kalangan santri yaitu, "Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya. Dan setiap manusia mendapatkan sesuai dengan apa-apa yang diniatkannya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang diinginkannya, atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa-apa yang ia inginkan itu." (HR. Bukhari dan Muslim). 

Hal ini beliau lakukan sebagai upaya mendidik para santrinya agar menjalani berbagai aktivitas dengan ikhlas dan tulus. Niat mencari ilmu mesti terjaga dari tujuan-tujuan sesaat dan duniawi. Beliau sangat menginginkan agar para santri yang beliau bina kelak benar-benar memiliki keikhlasan niat dan kelurusan langkah, sehingga ilmu yang diperoleh benar-benar bermanfaat dan diberkahi oleh Allah. 

Kedua, menjaga kualitas ibadah wajib dan sunah. Beliau paling sering mengingatkan agar para santrinya menjaga ibadah. Hal ini dibuktikan dengan aturan Pondok NH yang mengharuskan para santri dan para pembinanya sudah berada di Masjid paling lambat belasan menit sebelum shalat ditunaikan. Bukan shalat lima waktu saja yang mendapatkan perhatian dari sosok yang akrab dengan semua kalangan ini, tapi juga memastikan para santrinya aktif menjalankan shalat dhuha dan tahajut, di samping shalat sunat rawatib. Beliau juga sering menganjurkan agar para santrinya melaksanakan shaum sunah Senin-Kamis dan sebagainya. 

Ketiga, rajin membaca dan biasakan menulis apapun yang didapatkan. Beliau adalah sosok pembaca yang aktif. Hal itu bisa dilihat dari sehari-hari dalam kehidupan beliau. Selain membaca berbagai Kitab Kuning dan Tafsir, beliau juga membaca al-Quran dan Kitab-kitab Hadits. Termasuk berbagai buku karya para pakar juga tak luput dari santapan beliau. Bukan itu saja, beliau juga aktif membaca berbagai surat kabar. Sehingga beliau bukan saja ahli dalam ilmu syari, tapi juga dalam berbagai ilmu perkembangan baru dan isu-isu terkini. Dan beliau, pada saat hendak mengisi pengajian datau ceramah, selalu menyediakan catatan yang berisi materi yang akan beliau sampaikan. Termasuk mencatat berbagai pertanyaan para jamaah dan santri yang sering menyampaikan berbagai pertanyaan seputar materi yang dibahas atau isu-isu lain. 

Keempat, menjaga silaturahim dan hubungan baik dengan siapapun. Beliau selalu mengingatkan para santrinya agar menjaga silaturahim dengan siapapun. Hubungan baik tak boleh tertepikan oleh urusan apapun. Jangan kan sama orang yang berbuat baik, dengan orang yang membenci sekalipun kita tetap menjaga hubungan baik. Bagi beliau, kebaikan tak boleh ditutup oleh keburukan, sebaliknya keburukan mesti dihadapi dengan kebaikan. 

Beliau sering kali meningatkan bahwa kita sejatinya adalah dai yang hanya menebar kebaikan dengan cara yang baik. Sehingga tak boleh terjebak pada nafsu syahwat untuk mendendam atau melawan keburukan dengan keburukan. Beliau kerap membacakan hadits yang cukup mashur, “Dan iringi perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka niscaya kebaikan akan menghapuskan keburukan itu.” (HR. Tirmidzi) 

Kelima, menjaga restu dan memohon doa kedua orangtua. Beliau selalu mengingatkan agar memohon restu orang tua dalam meraih berbagai hal termasuk dalam mencari ilmu. Bagi beliau, doa orang tua adalah kunci segala kesuksesan. Bila demikian, maka meminta doa terbaik mereka mesti menjadi prioritas dan mesti dijaga keberlangsungannya. Bahkan untuk urusan kecil-kecil pun tetap meminta restu dan doa kedua orang tua, termasuk para guru yang mendidik. Ini merupakan adab seorang anak sekaligus seorang murid, bahkan seorang muslim yang baik. Beliau pun kerap membacakan hadits berikut, "Ridha Allah tergantung pada ridha kedua orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka keduanya." (HR. at-Thabrani)

Keenam, jadilah hamba Allah yang tawadhu dan bermanfaat bagi banyak orang. Beliau sering kali mengingatkan agar menjadi hamba yang tawadhu, tidak angkuh dan tidak sombong. Sebab kita hanya manusia atau makhluk, sementara ada Zat yang lebih layak untuk merasa besar karena memang Ia Maha Besar yaitu Allah. Menurut beliau, dengan rendah diri atau tawadhu maka seseorang bakal fokus untuk melakukan kebaikan dan bermanfaat bagi diri dan banyak orang. Beliau pun kerap membacakan hadits ini, "Sebaik-baik manusia diantara kalian adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain." (HR. Bukhari) 

Sebetulnya ada begitu banyak nasehat beliau yang hingga kini masih saya ingat dan insyaa Allah suatu saat akan saya tulis kembali dalam satu buku khusus. Apa yang saya alami dan ingat tentu juga dialami dan diingat oleh para santri yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok NH. Semuanya memiliki kesan dan kenangan yang sulit dilupakan. Semuanya bernilai dan bermanfaat, insyaa Allah. 

TGH. Safwan Hakim adalah sosok kharismatik, bersahaja, dan pecinta keluarga. Beliau dikenal sebagai seorang tokoh agama yang santun, lurus, pejuang, pekerja keras dan ikhlas. Berpenampilan sederhana, memakai kain sarung, berbaju putih panjang, mengenakan kopiah putih, dan mengaitkan surban di pundaknya menjadi pakian kesehariannya. Penampilan lahiriyah tersebut seakan menjadi ciri khas dan karakter dirinya. Kesederhanaan itu pula sering kali beliau mengenakan sendal jepit lain sebelah (warna sendal kanan dan kiri berbeda) ketika menyambangi para santri di Pondok NH. (Adi Fadli Dkk, Setengah Abad Nurul Hakim; Menyingkap Sejarah dan Kontribusi Nurul Hakim Bagi Masyarakat, Lombok, Penerbit Pustaka Lombok, 2019, hal. 39) 

Karena karakteristiknya yang begitu khas dan mulia, beliau pun kerap diundang menjadi narasumber di berbagai forum pengajian, seminar dan kegiatan keagamaan lainnya. Beliau pun pernah mendapat penghargaan dalam berbagai hal seperti dalam kebersihan, lingkungan hidup, dan pendidikan. Tidak heran bila beliau pun pernah juga mendapat amanah sebagai Ketua MUI Lombok Barat, Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) Wilayah NTB dan Ketua Umum DDII Wilayah NTB. 

Dari tangan dinginnya, perkembangan Pondok NH dari tahun ke tahun semakin tak terbendung dan tergolong begitu pesat. Kualitas dan asrsitektur bangunan semakin kekinian dan menarik untuk dilihat. Berbagai lembaga pendidikan dibawah naungan Pondok yang dihuni oleh santri dari berbagai kota di seluruh Indonesia bahkan luar negeri ini pun terus berkembang sesuai kebutuhan masyarakat luas. Selain TK, MI, MTs, MA, KMMI, dan SMK Plus, juga ada PPS, MQNH, Mahad Aly, Perguruan Tinggi (IAI NH). Selain itu, terdapat Majelis Talim, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah, Panti Asuhan, Klinik, Koperasi, BMT, Usaha Waserda, Konveksi, Tata Busana dan sebagainya. 

Kini para santrinya menyebar ke berbagai penjuru di seluruh nusantara, bahkan di berbagai negara di dunia. Baik sebagai ulama, dai dan pendidik, maupun sebagai pengusaha, dokter, politisi, pejabat publik, penulis, seniman, dan sebagainya, di samping aktif di berbagai aktivitas sosial yang tentu saja sebagai dampak positif dari didikan beliau dan para pengasuh lainnya selama sekian waktu kala di Pondok NH. 

Menurut TGH. Muharrar Mahfudz, TGH. Safwan Hakim adalah sosok teladan dan guru yang baik. Beliau merupakan sosok yang alim dan taat beribadah. Apa yang diungkap oleh Ketua Umum DDII Wilayah NTB tersebut tentang sosok yang digantikannya pada organisasi yang sama, memang dicintai oleh banyak kalangan, nasehatnya pun dinanti dan didengar. Beliau kerap menjadi penemu titik temu diantara berbagai keragaman pemikiran dan perbedaan sikap keagamaan yang kerap muncul di tengah ummat.  

Sebagai santri, di mana pun kita berada, termasuk para pecinta santri dan kemajuan Islam di seluruh penjuru dunia, sangat perlu untuk mendoakan mudah-mudahan apa yang dilakoni oleh salah satu Tuan Guru berpengaruh di NTB tersebut menjadi amal jariyah yang terwariskan kepada anak-cucu dan santri-santrinya, dan karena itu pula semoga memudahkan beliau untuk mendapatkan surga terbaik di sisi Allah kelak. Aamiin! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Wakil Sekretaris Umum DPW PUI Jawa Barat dan Alumni Pondok Pesantren Nurul Hakim, Kediri, Lombok Barat-NTB Angkatan 1996-2002


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah