Tiga Penjaga Stamina Menulis


SELAMA sekian dekade lalu, menulis sebagai aktivitas profesional akrab dilakukan oleh mereka yang berprofesi sebagai penulis. Sehingga posisi penulis pun kerap disandingkan dengan profesi lain seperti dokter, guru, ASN, dan sebagainya. Namun belakangan ini, menulis bukan sesuatu yang asing lagi bagi siapapun. Siapapun sudah akrab dengan dunia kepenulisan, walau mereka tidak berprofesi sebagai penulis. 

Apalah lagi di era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin geliat selama satu dekade terakhir, menulis pun sudah menjadi rutinitas yang akrab dengan siapapun. Bukan saja penulis yang memang rutin menulis, tukang becak, pembantu rumah tangga, satpam, dan sopir angkot pun terbiasa menulis. Walau bukan menulis hal-hal berat dan serius seperti karya ilmiah, namun pada umumnya semuanya sudah biasa dengan aktivitas menulis, minimal menulis status media sosial mereka masing-masing.  

Sebagai pemula dalam dunia kepenulisan sering mengalami kendala dalam menjaga semangat, terutama dalam menjaga stamina menulis. Saya sendiri termasuk yang sering mengalami hal serupa, bahkan beberapa teman saya yang sudah lama di dunia kepenulisan pun masih mengalami hal semacam itu. Maknanya, siapapun yang terjun di dunia kepenulisan pasti diuji oleh kendala beragam bentuk. Sehingga tak sedikit yang hanya semangat di awal lalu akhirnya mundur atau menghilang tak ada kabar. 

Dalam rangka menjaga stamina menulis, sehingga saya terus menulis setiap hari, beberapa berikut kerap saya jadikan sebagai modal atau yang saya sebut sebagai penyemangat alias penjaga semangat.  PERTAMA, niat dan tekad yang kuat. Menulis butuh niat dan tekad yang kuat. Bila seseorang sudah memiliki kedua hal tersebut maka dengan sendirinya akan mendorongnya untuk terus menulis. Selama seseorang memiliki niat dan tekad lemah atau asal-asalan maka seseorang tidak akan tergerak untuk menulis hingga menjadi karya.  

KEDUA, pengorbanan. Menulis butuh waktu, tenaga dan pemikiran yang tak sedikit. Pada umumnya penulis handal adalah mereka yang mengisi waktunya dengan rutinitas menulis. Bahkan tak sedikit yang mengurangi waktu tidur atau istirahatnya demi menghasilkan karya tulis yang layak dipublikasi dan dibaca pembaca. Tenaganya terkuras untuk menuntaskan karya tulis yang sedang digarap. Tak sedikit yang rela terlambat makan demi tuntasnya tulisan. Pemikirannya difokuskan untuk menghasilkan tulisan yang bermutu. Intinya, menulis butuh pengorbanan. 

KETIGA, tindakan atau praktik langsung. Seseorang yang hendak terjun ke dunia kepenulisan tidak saja butuh niat dan tekad serta pengorbanan dalam banyak hal, tapi juta tindakan. Ya, menulis itu adalah kata kerja yang meniscayakan penulis untuk langsung menulis. Sebesar apapun semangat dan kemauannya, bila tidak dilanjutkan dengan praktik menulis langsung maka itu sia-sia belaka. Bila seseorang terjun di dunia kepenulisan maka ia mesti menulis. 

Menulis memang pekerjaan yang melelahkan. Waktu, tenaga dan pikiran dikorbankan untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas. Menjaga stamina menulis tidak cukup dilakukan dengan mengandalkan semangat dari dalam diri. Penulis terutama pemula perlu banyak belajar dan bertukar pengalaman dengan mereka yang berpengalaman. Di samping itu, tentu saja perlu belajar dan latihan terus menerus. Sebab itulah yang menentukan goyangan jari kita benar-benar jadi karya yang terpublikasi. 

Beberapa poin di atas merupakan modal yang saya pakai dalam menjaga stamina menulis selama ini. Saya dan siapapun pembaca bisa saling berbagi pengalaman dan tips gratis semacam ini. Saya tentu bukan orang yang sudah pantas dicontoh, sebab saya juga masih belajar dan insyaa Allah bakal terus belajar. Bagaimana pun, penulis adalah pembelajar yang tak boleh kalah oleh lelah. Semoga semangat menulis kita terus menggebu, sehingga karya kita dibaca sekaligus bermanfaat bagi banyak pembaca di seluruh dunia! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Merawat Indonesia" 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok