Aisyah Humaira, Tradisi Literasi dan Hari Guru 2023


Ia memang sosok yang unik dan hebat. Ia bukan santriwati, ia juga bukan anak pesantren. Ia belum masuk TK atau pendidikan formal. Tapi semangatnya berkunjung ke pesantren begitu tinggi, cintanya pada pesantren juga tergolong tinggi. Bahkan cintanya pada buku tergolong tinggi. Namanya Aisyah Humaira, anak saya yang ke-3. Usianya baru 3 setengah tahun. Masih sangat belia, masih masuk kategori balita: bayi lima tahun. Ia pembelajar, aktif belajar di rumah dan toko buku. 

Beberapa bulan lalu Mba Aisyah, demikian akrab saya dan keluarga kecil saya menyapanya, berkunjung ke dua pesantren yang tak jauh dari kompleks rumah. Kala itu kami sengaja berkunjung untuk silaturahim. Betapa senangnya ia. Sampai-sampai ia menceritakan suasananya berkali-kali. Bahkan kerap mengakuinya sebagai pondoknya. Ia juga aktif mengikuti saya bila berkunjung ke beberapa tokoh. Belakangan kadang memaksa. Intinya, biar bisa ikut saya ke mana-mana. "Aisyah ikut biar dapat buku baru Ayah," rayunya. 

Belakangan dia tahu kalau saya dan teman-teman baru selesai menulis buku baru berjudul "Merindui Nurul Hakim". Ia pun antusias bertanya tentang pondok yang berlokasi di Kediri, Lombok Barat, NTB itu. Ia tahu bahwa di sinilah saya mondok dulu. Ia berkali-kali melihat foto-foto saat saya berkunjung ke pondok ini beberapa bulan sebelumnya. Termasuk cover buku yang ditulis oleh puluhan alumni pondok tersebut. "Nanti Aisyah ikut ke pondok juga ah, jalan-jalan pakai pesawat seperti ayah," ucapnya suatu ketika. 

Beberapa kali ia meminta jatah buku yang saya maksud. Karena kedua kakaknya Azka Syakira  dan Bukhari Muhtadin sudah mendapatkannya. Ia benar-benar menyimpan buku tersebut di lemari miliknya. Bahkan beberapa kali meminta saya untuk mendokumentasikan saat ia memegang dan membaca bukunya. Buku "Merindui Nurul Hakim" jatahnya pun kerap saya pinjam, dan saya wajib mengembalikan bukunya. "Ayah, itukan bukunya Aisyah. Ayah simpan lagi nanti ya," pintanya. 

Beberapa kali ia mengatakan kelak akan mondok di Nurul Hakim seperti saya era 1996-2002 silam. Dan belakangan beberapa keponakan saya pun juga melanjutkan pendidikan di pondok yang didirikan oleh Bapak TGH. Abdul Karim ini. "Aisyah maunya mondok di pondoknya ayah, ya pondok Aisyah juga dong," ungkapnya. Begitulah santriwati cilik ini. Selain rajin berkunjung dan membaca buku juga rajin mengiklankan buku. Bukan satu tapi banyak buku. 

Pada momentum Hari Guru, Sabtu 25 November 2023 ini, sebagai orangtua, saya tentu sangat bersyukur dan bergembira karena sejak kecil ia suka pada tempat dimana ilmu pengetahuan dan adab diperdalam dan dipraktikkan. Ia juga suka pada dunia literasi, minimal rajin ke toko buku dan suka buku. Bahkan belakangan suka membaca sekaligus mencoret buku. Beberapa buku gambarnya sudah banyak. Karyanya luar biasa.  Semoga ikhtiar dan cita-citanya untuk menjadi santriwati dan penulis buku Allah kabulkan ya anak sayang. Allahumma aamiin! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Merindui Nurul Hakim" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok