Pendidikan untuk Bangsa
Acara bedah buku (baca: dua buku) ini merupakan rangkaian “Event Edu Competition of Sains Salman As-Salam” (ESSA 24) yang diselenggarakan oleh santri pondok yang dekat dengan kaki gunung Ceremai ini. Buku “Pendidikan untuk Bangsa” setebal 211 halaman yang diterbitkan oleh sebuah penerbit di Jawa Timur 2020 silam ini merupakan antologi artikel empat penulis yaitu saya, istri saya (Eni Suhaeni), adik ipar saya (Paga Santosa) serta adik sepupu saya (Bainih Latif). Kami mengumpulkan artikel yang berserakan selama beberapa waktu, lalu diterbitkan menjadi buku yang layak dipublikasi ke masyarakat luas.
Bila merujuk pada konstitusi tepatnya pembukaan UUD 1945, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi kita dapat penjelasan bahwa pendidikan nasional Indonesia memiliki tujuan ideal, baik pendidikan formal dan informal maupun pendidikan non formal. Tujuan utamanya adalah membentuk peserta didik atau generasi yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia. Di samping mandiri, demokratis, peduli, kreatif, inovatif, cinta tanah air, profesional dan bertanggungjawab.
Pertama, tantangan pendidikan. Kita harus akui bahwa dunia pendidikan tak lepas dari berbagai tantangan yang cukup rumit dan berat. Diantaranya (a) kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan, (b) Permisif, hidup bebas, dan hedonis, (c) Narkoba, korupsi, dan kriminalitas, (d) krisis keteladanan, (e) penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi. Berbagai tantangan tersebut memiliki hubungan yang erat antar satu dengan yang lainnya.
Dari Tsauban beliau berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Nyaris sudah para umat-umat (selain Islam) berkumpul (bersekongkol) menghadapi kalian sebagaimana berkumpulnya orang-orang yang makan menghadapi bejana makanannya”. Lalu seseorang bertanya: “Apakah kami pada saat itu sedikit?” Beliau menjawab: “Tidak, bahkan kalian pada saat itu banyak, akan tetapi kalian itu buih seperti buih banjir, dan Allah akan menghilangkan dari diri musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian dan menimpakan kedalam hati-hati kalian wahn (kelemahan)”,.Lalu bertanya lagi: “Wahai Rasulullah apa wahn (kelemahan) itu ?”, Kata beliau: “Cinta dunia dan takut mati”. (al-Hadits)
Ketiga, urgensi pendidikan keluarga. Mengapa pendidikan keluarga? Karena ia merupakan pendidikan pertama dan utama dalam sejarah dan perjalanan hidup umat manusia. Ia adalah lembaga pendidikan tertua yang pernah dialami dan diikuti oleh semua umat manusia. Pendidikan keluarga juga melibatkan seluruh keluarga dan prosesnya dinamis sekaligus terlama. Dalam Islam, model atau contohnya adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, nabi Ibrahim, nabi Nuh, nabi Yusuf, Luqman, dan sebagainya.
Perhatian ulama kita pada pendidikan terutama tentang konsep belajar, pendidikan keluarga dan pendidikan adab juga tergolong tinggi. Tak sedikit ulama yang menulis kitab tentang konsep belajar, pendidikan keluarga, adab sosial dan pendidikan adab. Misalnya Syeikh Burhanuddin Ibrahim az-Zarnuji al-Hanafi (Syeikh az-Zurnuji) menulis kitab “Talimul Ta'lim at-Thoriqot at-Ta’alum”, Imam al-Ghazali menulis kitab “Ayuhal Walad”, KH. Hasyim Asyari (pendiri NU) menulis kitab “Adabul 'Alim wal Mutta'alim”, KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) menulis tafsir “al-Ma’un”, KH. Ahmad Sanusi (pendiri Persatuan Ummat Islam, PUI), menulis kitab “Jauhaaru al-Bahiyyati Fii Adaabi al-Mar’ati al-Mutazawwajati”, Ustadz Ahmad Hasan (Ulama Persatuan Islam, Persis) menulis buku “Hai Anak Cucuku!”, dan para ulama lainnya juga menulis kitab dan buku dalam beragam tema.
Pendidikan untuk bangsa tidak dibatasi oleh sekat-sekat primordial tertentu. Sehingga pendidikan semacam ini dapat diadaptasi oleh kalangan mana pun, dalam dimensi ruang dan waktu yang luas dan terus berubah. Singkatnya, proses pendidikan harus melahirkan generasi atau para pejuang yang beriman dan bertaqwa serta bermanfaat bagi diri dan kemanusiaan, termasuk bagi bangsa dan negara tercinta Indonesia. Di samping itu, terbentuk generasi bangsa yang mandiri, demokratis, peduli, kreatif, inovatif, cinta tanah air, profesional dan bertanggungjawab. Semoga berbagai lembaga pendidikan kita terus menjalankan peranan istimewa dan monumentalnya yaitu melahirkan generasi mulia, unggul dan hebat semacam itu! (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku “Kapita Selekta Pendidikan”
Komentar
Posting Komentar