AHMAD AMILUDIN, SOSOK PENGHULU DAN GURU PEJUANG
SAYA mengenalnya sejak kecil hingga saat ini. Kebetulan rumahnya berjarak tak terlalu jauh dengan rumah saya. Hanya sekitar 30-an meter. Rumah saya dengan rumahnya berhadap-hadapan bersebelah depan berjarak satu rumah, di seberang jalan raya.
Dulu ia menuntaskan pendidikan formal di Cereng (NTT), Bima dan Mataram. Bima dan Mataram adalah dua kota di NTB. Dengan begitu ia pun memahami beberapa adat istiadat dan budaya. Bukan satu daerah tapi banyak daerah. Termasuk memahami beberapa bahasa daerah seperti Manggarai, Bima dan Sasak.
Pengetahuannya pun tentu saja luas. Kekayaan pengetahuan semacam itu sangat ditopang oleh jurusan yang ia tempuh pada saat ia kuliah di Universitas Muhammadiyah Mataram beberapa tahun silam, tepatnya jurusan pendidikan geografi.
Jurusan ini, sebagaimana jurusan yang diampuh di semua Universitas Muhammadiyah di banyak kota lainnya, tentu sukses mendidik dan melahirkan alumni yang tidak saja cerdas pada moral tapi juga cerdas pada ilmu pengetahuan yang menjadi fokus studinya.
Ditambah lagi pada saat mahasiswa, ia aktif di organisasi mahasiswa, tepatnya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di Mataram. Ia memang sosok aktivis muda yang giat dan geliat. Hampir tak ada waktu kosong yang tak terisi kebaikan. Satu potret yang membanggakan.
Berita baiknya, waktunya selalu diisi untuk kepentingan masyarakat terutama anak-anak sebagai tunas baru yang melanjutkan estafeta kehidupan bermasyarakat kelak. Setelah lulus kuliah di UMMAT, sebutan singkat untuk Universitas Muhammadiyah Mataram, ia kembali ke kampung halaman.
Sekembalinya ke kampung, ia menjadi guru di MIS Leheng, salah satu sekolah berbasis muslim pertama di kawasan Kecamatan Sano Nggoang dan sekitarnya. Selain itu, ia juga menjadi guru ngaji bagi anak-anak di kampung yang tergolong jauh dari hiruk pikuk kota.
Suatu ketika saya berbicara dengannya perihal aktivitas rutinnya. Ia pun bercerita panjang-lebar. Mendengarnya membuat saya terharu. Ternyata dia juga mengajar ngaji untuk begitu banyak anak. Dan, itu tanpa gaji atau honor. Sebab kondisi di kampung memang berbeda jauh dengan di kota.
Khusus di kampung, terutama di Cereng, anak-anak mau mengaji saja sudah luar biasa. Bahkan anak-anak mau kumpul dan mendengarkan nasehat dan motivasi dari dia saja itu sesuatu yang istimewa. Jangan bertanya dan berharap gaji atau honor, atau sebutan lain.
Dulu di saat saya sering berkunjung ke Mataram pada saat ia dan teman-temannya masih kuliah, ia sering membincang banyak hal. Dari hal-hal serius hingga hal-hal sederhana. Ia sosok yang santai tapi tuntas melaksanakan sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya. Ia kerap bercanda namun tetap menjaga kesantunan.
Beberapa kali saya bertemu dengannya bila saya pulang kampung, ia selalu menyempatkan untuk menyapa saya. Walau hanya beberapa menit, selalu ada inspirasi yang saya dapatkan darinya. Suatu pengalaman yang terlihat sepele tapi kaya pesan.
Ia juga suka bercabda. Ya ia memang sosok yang suka bercanda tapi tak membuatnya kehilangan jati diri. Sebab selain menjadi aktivis, ia juga penghulu agama dan guru ngaji yang handal. Mungkin ada saja kekurangan dan kelemahan pada dirinya. Namun apa yang ia lakoni selama ini layak diapresiasi.
Beberapa hari lalu saya mendegar kabar bahwa dirinya segera melangsungkan nikah. Selain dari dirinya juga dari adik saya Din Salahudin, dalam status facebook. Tepatnya ia melangsungkan akad nikah hari ini Senin 3 Agustus 2020 di Kampung Cereng, Golo Sengang, Sano Nggoang, Manggarai Barat-NTT.
Barakallahu laka wa barakallahu 'alaika wa jama'a bainakuma fi khoir adik ganteng Ahamd Amiludin (Mad Ahmad), S.Pd yang telah melangsungkan akad nikah dengan adik Nursia Habia, S.Pd asal Laci, Lembor, Manggarai Barat-NTT. Semoga menjadi keluarga sakinah, mawadah dan rahmah. Dan, sukses menjadi orang tua unggul yang kelak melahirkan generasi unggul juga. Allahumma aamiin! (*)
* Judul tulisan
AHMAD AMILUDIN, SOSOK PENGHULU DAN GURU PEJUANG
Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis buku "Melahirkan Generasi Unggul"
Komentar
Posting Komentar