Menjadi Guru Profesional-Profetik


SEORANG sejarawan terkemuka Hanry Adam pernah mengatakan "A teacher effect eternity he cen never tell where his influence stops", seorang guru itu berdampak abadi, ia tidak pernah tau dimana pengaruhnya itu berhenti. (Dikutip dalam buku "Menjadi Pendidik Hebat Di Era Digital”, 2022, hal. 127).  Bahkan di negara kita Indonesia terdapat Undang-Undang khusus yang menaungi para Guru dan Dosen yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Dalam pasal 10 ayat 1 Undang-Undang tersebut disyaratkan bahwa guru mesti memiliki kompetensi, yaitu, pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. 

Secara khusus, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan mumpuni dalam melaksanakan tugas “jabatan” guru. Sepintas, diantara cirinya yaitu (1) memahami tugas dan fungsinya, (2) mampu berkolaborasi dengan guru, siswa dan orangtua siswa juga masyarakat, (3) kreatif, inovatif dan memiliki mental pembelajar, (4) respek, telaten, dan disiplin menjalankan tugas, (5) membimbing dan menumbuh-kembangkan potensi siswa, dan (6) taat azas, yaitu kode etik guru.  

Selain 6 (enam) ciri tersebut, guru profesional juga ditandai dengan: memiliki visi-misi kependidikan, komunikatif, optimistik, egaliter, memahami kurikulum, menguasai materi ajar, dan memiliki kemampuan pedagogik sekaligus manajerial keguruan. Di samping itu, guru juga mesti memiliki kemampuan adaptif dengan jiwa zaman dan tantangan masa depan, serta layak diteladani.  

Diantara kritik yang masih disematkan kepada para guru adalah profesionalitas guru. Menurut pakar pendidikan Prof. Muhmmad Surya (2014), saat ini dunia pendidikan nasional Indonesia berada dalam situasi kritis. Kualitas pendidikan nasional masih rendah dan jauh ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara lain. Diantara penyebabnya adalah guru yang tidak profesional yang ditandai dengan lemahnya pengetahuan, sempitnya wawasan, tidak memiliki kemampuan pedagogik, dan menghilangnya karakter mulia sehingga menipisnya keteladanan.     

Untuk itu, guru mesti memiliki bekal kunci, diantaranya sebagai berikut, pertama, berkomitemen untuk belajar sepanjang hayat. Gelar keserjanaan sampai memperoleh gelar Doktor sekali pun, bukanlah akhir proses belajar bagi siapapun, terutama bagi seorang guru. Tidak ada istilah pensiun dari belajar karena telah merasa cukup dengan apa yang diperolehnya. Dalam konteks Islam bahkan menempatkan semangat mencari ilmu sebagai kewajiban dan bernilai jihad fi sabilillah. Para ulama pun mengisyaratkan agar kita belajar dari buaian hingga liang lahat atau menemui ajal kematian.  

Kedua, melek perkembangan teori pendidikan dan konsep pembelajaran kontemporer. Seiring dengan perkembangan filsafat ilmu pengetahuan, maka teori-teori pendidikan pun ikut berkembang. Terjadi proses shifting paradigm (pergeseran paradigma) pendidikan yang menawarkan konsep baru pendidikan. Pergeseran paradigma ini harus selalu diikuti oleh guru dalam perjalanan karirnya sebagai pendidik. Paling tidak, guru harus mengetahui dan memahami bahwa sekarang ini pendidikan Indonesia sedang diarahkan untuk beralih ke pedagogik transformatif seperti yang ditawarkan oleh H.A.R Tilaar, sebagai paradigma pendidikan kontemporer. Sebelumnya pendidikan kita masih berkutat pada pedagogik kritis, bahkan mungkin masih ada yang menganut pedagogik tradisional.

Menurut Tilaar (2012) ciri-ciri pedagogik transformatif adalah; 1) pendekatan dalam pedagogik transformatif adalah pendekatan individual partisifatif dalam masyarakat yang berubah, penyadaran dan pengembangan potensi individu dalam kebersamaan bermasyarakat, pendekatan humanisme sosiokultur, dan penggerak kebudayaan; 2) pedagogik transformatif sebagai disiplin ilmu bersifat hermeunetik humanistik pedagogik; 3) Dalam pedagogik transformatif guru adalah mitra pembelajar; 5) peserta didik adalah subjek yang partisifatif antisifatif dalam perubahan sosial; 6) proses pendidikan adalah dialogis partisifatif; 7) kelembagaan pendidikan bersifat dekonstruktor dan rekonstruktor sosial.

Inti dari konsep pendidikan yang dikembangkan dalam pedagogik tranformatif adalah pendidikan yang mengupayakan partisipasi semua pemangku kepentingan dalam pendidikan, sehingga produk pendidikan yang dihasilkan mampu bereksistensi dalam dinamika sosial, bahkan menjadi pelaku dan penggerak perubahan itu sendiri. Baik di level masyarakat maupun bangsa juga negara. 

Ketiga, berani, kritis dan kreatif. Ketika ada kebijakan pemerintah yang dianggap menghambat proses pendidikan dan merugikan atau setidaknya mengurangi hak guru, maka mereka harus berani menyalurkan aspirasinya. Guru tidak hanya melakukan protes di belakang panggung, tapi mengkritik secara langsung apa adanya. Kritiknya para guru tentu bukan ngasal, tapi mesti dilakukan demi dan dengan cara yang baik juga konstruktif. Kritikan bisa diekspresikan melalui aksi intelektual, baik lisan (audiensi) maupun tulisan di berbagai media massa dan serupanya. Sederhana saja, ada ratusan media cetak dan online yang bersedia menampung tulisan (essay, artikel) siapapun, termasuk para guru. Guru mesti mampu memanfaatkannya dengan baik. 

Dalam UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, guru memang dinyatakan memiliki hak untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan nasional. Untuk tujuan ini, guru juga dapat menyampaikan aspirasinya melalui organisasi guru, seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI), Serikat Guru Indonesia (SGI), dan organisasi atau forum guru lainnya.  

Keempat, menjadi teladan kebaikan. Dalam perspektif Islam, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam merupakan pendidik terbaik. Sebagai pendidik profetis, seluruh ucapan, perbuatan, dan sikap atau restu beliau adalah kebenaran sekaligus kebaikan yang layak diteladani. Sifat utamanya adalah sidiq (benar, membimbing ke jalan kebenaran), amanah (dapat dipercaya), tablig (komunikatif) dan fathonah (cerdas). Dengan demikian, guru mesti kokoh iman-taqwanya, berakhlak mulia, bermoral, ikhlas, sabar, dapat dipercaya, santun, ramah, arif, berwibawa, disegani, cerdas, kritis, kreatif, disiplin, tanggung jawab, peduli, inspiratif dan karakter terpuji lainnya. 

Kata kunci penting dan utama pendidik atau guru profetik adalah adab. Dalam banyak haditsnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menggariskan bahwa adab adalah kunci utama pendidikan. Bahkan adab lebih penting dari ilmu itu sendiri. Dalam sebuah haditsnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka". (HR. Ibnu Majah). Imam Ibnu Katsir, dalam Kitab Tafsirnya, menyebutkan, bahwa Ali bin Abi Tholib dalam memaknai firman Allah, "Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka" (Quran surat at-Tahrim [66]: 6), dengan ungkapan "Didiklah mereka agar beradab lalu ajari mereka ilmu!". 

Dengan demikian, dalam konteks pendidikan masa depan, selain mesti berilmu dan profesional, guru juga mesti beradab atau  berkarakter profetik, yaitu guru yang ucapan, perbuatan dan sikapnya layak diteladani. Di tengah tantangan dunia pendidikan dan kritik pedas yang disematkan kepada para guru, kita mesti optimis bahwa guru profesional-profetik masih bisa dibentuk atau dilahirkan, sehingga upaya memajukan pendidikan negeri ini semakin mudah kita tunaikan dan wujudkan. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Menjadi Pendidik Hebat Di Era Digital". Dimuat pada halaman 4 Kolom Wacana Koran Radar Cirebon (Jawa Pos Group) edisi hari Senin 3 Oktober 2022. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah