Menulis itu Perlu Dipaksa


"Mas, bagaimana caranya agar bisa menulis setiap hari, sehingga di setiap bulannya selalu ada buku baru, atau di setiap pekannya ada artikel yang dimuat di media massa atau media online?" Begitu salah satu dari ratusan pertanyaan yang saya peroleh selama ini dari pembaca dan teman di berbagai grup literasi. Pertanyaan semacam itu terlihat remeh tapi perlu dijawab seperlunya. 

Begini, sebagaimana membaca, menulis juga butuh dipaksa. Artikel 12-15 paragraf hanya akan selesai bila dimulai. Untuk memulai menulis ya tentu mesti dipaksa. Apalagi bila rasa malas dan enggan datang, "paksa diri" untuk menulis adalah solusinya. Bila tidak mau "paksa diri" maka hasilnya hanya begitu-begitu saja. Bahkan tulisannya engga bakal dimulai dan engga bakal selesai. Bagaimana bisa punya artikel atau buku karya sendiri bila malas memulai? 

Sama dengan seorang petani sawah yang ingin mendapatkan hasil pertanian yang maksimal, ia mesti paksa diri untuk datang ke sawah sehingga bisa membajak sawah dan menanam padinya. Setelah itu ia mesti paksa diri untuk menjaga padinya hingga kelak hasil sawahnya maksimal. Petani yang telaten pasti aktif berkunjung ke sawah, periksa padinya. Cek padinya, khawatir padinya kena hama. Ia memastikan padinya terjaga dengan baik hingga kelak bisa menikmati hasilnya. 

Bagaimana mungkin menghasilkan tulisan yang kayak dibaca bila tak disertai dengan kesungguhan. Bila sibuk menyusun alasan: malas, tak ada waktu dan ratusan alasan mengada-ada lainnya, maka tulisannya engga bakal selesai. Bila ingin menikmati beras yang enak atau hasil pertanian yang membanggakan, tentu mesti disertai dengan kerja keras. Bila sekadar menonton dan berpangku tangan, maka yang diperoleh cuma angin lewat. Bila enggan menulis, hasilnya pun nihil!

Selama ini saya menggunakan jurus "paksa diri" untuk menulis. Saya paksa diri, walaupun rasa malas itu datang menggoda. Saya lawan dia dengan langsung menulis. Dalam berbagai kondisi dan momentum saya berupaya untuk menghasilkan tulisan sesederhana apa pun itu. Entah saat menjadi narasumber atau sekadar menghadiri sebuah acara tertentu, saya berupaya untuk menulis, minimal mengapresiasi sebuah forum. Bukan saja menghasilkan tulisan, tapi juga saya publikasi tulisannya ke berbagai media massa dan media online, termasuk ke blog pribadi saya.

Dari jurus "paksa diri" ini saya menemukan begitu banyak hal unik dan benar-benar menggembirakan. Dan yang paling utama adalah magnet pembiasaan itu sendiri. Bila saya membiasakan untuk menulis maka selalu ada dorongan dari dalam diri untuk menulis dan menulis. Jangan kan bila mengikuti audisi penulisan artikel, bertemu dengan teman pun saya jadikan sebuah tulisan. Itulah dampak paling nyata dari "paksa diri" untuk menulis. Tak ada alasan lagi untuk malas atau enggan menulis, sekarang silahkan "paksa diri" untuk menulis. Sebab menulis itu perlu dipaksa. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Aku, Dia & Cinta" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok