Biarkan Kuncupnya Mekar Jadi Bunga


MOMENTUM paling penting dan bersejarah bagi seorang suami adalah saat ia mampu membuat istrinya terus bertumbuh, selalu mekar seperti bunga. Sang suami aktif meniupkan optimisme dan rasa bangga pada istrinya sehingga sang istri semakin percaya diri dan merasa dimiliki oleh sosok yang mencintainya, ya suaminya.  

Pekerjaan ini memang berat bahkan sangat berat. Sebab pada umumnya laki-laki terutama yang sudah menjadi suami selalu merasa dominan dan superior dengan posisinya. Suami selalu ingin diposisikan sebagai penentu segalanya. Dominasi semacam ini kerap membuat potensi terdalam sang istri menjadi enggan bertumbuh. Padahal mestinya terus tumbuh dan ditumbuhkan.  

Namun, bila sang suami menjadikan cinta sebagai energi yang mewarnai lakonnya, maka superiornya pada ucapan, sikap dan tindakan bagai air yang terus disiramkan pada kuncup, sehingga sang istri terus tumbuh, ia mekar bahkan jadi bunga. Dipandang ia nampak indah, dan selamanya membuat hati terpanah dan terpesona. Betapa indahnya bila sebuah pasangan hidup terus menimbulkan keterpesonaan. 

Lelah dan letih berumah tangga dilingkupi oleh rasa saling percaya, saling memberi dan saling melengkapi. Sederhana saja, pasangan kita adalah orang yang paling banyak waktu, tenaga dan perasannya untuk kita. Di saat rasa cinta stagnan, misalnya, ada baiknya kita melakukan ini. Pada saat pasangan kita tertidur, kita sempatkan untuk menatap wajahnya. Tatap setulus-tulusnya. Ingat kembali seluruh proses awal pertama kali kita menjadi pasangan suami-istri. Saat ijab qobul diucapkan. 

Selanjutnya, lepaskan semua sangka buruk, hilangkan semua dugaan yang tak pantas, dan lapangkan hati kita. Sekali lagi, tataplah wajahnya, tatap sekaligus kecup keningnya yang bisa jadi mulai mengkerut karena lelah menemani kita. Tataplah matanya yang sudah mulai mengering karena menjaga dari hal-hal yang tak pantas demi lelaki terbaik baginya, ya suaminya. Dan pandanglah setajam mungkin dan katakan pada diri kita sendiri, "Ya Allah, izinkan aku untuk terus mencintainya tanpa akhir!" 

Praktik semacam itu memang agak unik untuk dikatakan aneh. Tapi begitulah cara kita menjaga keakraban dengan sosok manusia yang kini begitu tulus menjadi istri dan ibu bagi anak-anak kita. Seluruh denyut jantung, gerak tubuh dan imaji mimpinya ia korbankan semuanya untuk kita dan anak-anak kita. Mungkin padanya ada kekurangan, kelemahan dan keterbatasan. Namun padanya juga terdapat kelebihan, kekuatan dan kesempurnaan. Di situlah letak unik dan hebatnya.  

Istri adalah pasangan hidup kita. Ia adalah titipan Tuhan yang ditakdirkan menjadi makhluk yang paling dekat dengan diri kita. Bukan saja fisiknya tapi juga mentalnya, bahkan cita-citanya. Dari rahimnya Tuhan titipkan manusia yang kelak kita sebut sebagai keturunan kita, anak-anak kita. Tugas sejarah kita adalah terus menumbuhkan optimisme dan api semangat untuknya. Sebab sang istri itu bagai bunga, ia butuh disiram kala ia jadi kuncup bahkan hingga kelak jadi bunga. 

Tuhan adalah zat yang selalu mengirimkan rasa cinta pada kita. Baik yang terbangun dari jiwa dan perasaan maupun dari akal dan pandangan mata. Semua itu adalah energi yang mestinya membuat keharmonisan rumah tangga terus terjaga. Dengan catatan, sebagai suami, kita terus menyiraminya cinta kasih dengan landasan iman dan cinta itu sendiri. Dengan begitu, semoga kita dan seluruh pasangan suami-istri di luar sana terus menjadi tempat teduh yang nyaman bagi pasangan yang mencintai dan dicintainya! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Cinta Tak Bersyarat" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah