Generasi Pecinta Buku


Azka Syakira namanya. Ia adalah anak pertama saya. Kini ia masih duduk di kelas VI SDIT Ibnu Abbas yang berlokasi di Talun, Cirebon, Jawa Barat. Kali ini ia masih liburan, menjelang penerimaan raport. Untuk mengisi waktu libur, ia bersama ketiga adiknya: Bukhari Muhtadin, Aisyah Humaira dan Arsyila Qonita memilih berkunjung ke toko buku di pusat Kota Cirebon. Hal ini tentu bukan hal yang baru baginya, sebab sejak kecil sudah terbiasa berkunjung ke toko buku. 

Rabu 20 Desember 2023, saya baru saja menyelesaikan proses editing sebuah naskah buku yang segera terbit. Tiba-tiba si paling aktif: Aisyah Humaira mengajak saya jalan-jalan. Seperti biasa, dia adalah sosok yang paling aktif, baik saat di rumah maupun di luar rumah. Walau belum bisa membaca buku, namun semangatnya untuk berkunjung ke toko buku tak bisa dianggap sepele. "Ayah, jalan-jalan yuk. Aisyah bosan di rumah terus," ungkapnya. 

Beruntung kedua kakaknya masih liburan sekolah, sehingga ada begitu banyak waktu luang untuk belajar di luar sekolah dan di luar rumah. Tak ingin membuatnya kecewa, saya pun langsung mengiyakan ajakannya. Kali ini kami sepakat untuk berkunjung ke toko buku, tepatnya di sebuah mall ternama di Kota Cirebon. Perjalanan dari rumah ke toko buku membutuhkan waktu belasan menit, jarak yang  memungkinkan saya dan keluarga kecil sering atau rajin ke toko buku. 

Aisyah pun mengajak kedua kakaknya, yang memang beberapa hari sebelumnya sudah bersepakat untuk mengisi liburan dengan berkunjung ke toko buku, agar segera berangkat. Tanpa basa-basi istri saya pun mengamini kehendak anak-anak. Sebab seperti biasa, bila tak diikuti, bakal bikin panjang urusan. Ya, begitulah anak-anak. Kalau ingin sesuatu, harus diikuti. Terutama bila berkaitan dengan tradisi baca-tulis. Dan saya biasanya kalau berurusan dengan buku langsung tancap gas. Tak ada uang pun bukan jadi halangan untuk segera berkunjung. 

Perjalanan cukup melelahkan, karena perjalanan kali ini diselingi oleh kondisi jalan yang cukup macet. Tak lama kemudian, kami pun sudah sampai di toko buku. Seperti biasa, anak-anak langsung ke pojok dimana buku anak-anak dipajang. Sementara saya dan istri menuju ke pojok lain tempat buku-buku dewasa dipajang. Azka dan kedua adiknya begitu antusias membaca buku sesuai seleranya. Bila Azka dan Bukhari membaca buku cerpen, maka Aisyah Humaira membuka buku seputar tata cara berwudhu. 

"Ayah, Azka mau beli buku cerpen. Bagus ceritanya. Soalnya buku-buku yang dibeli pas kunjungan sebelumnya sudah dibaca semua," ungkap Azka sembari menunjukan buku yang mau ia beli kali ini. 

"Boleh. Semoga nanti bukunya dibaca tuntas ya. Biar nanti saat di pondok Azka sudah terbiasa membaca buku dan bisa menulis buku sendiri," jawab saya singkat. 

Tak cukup di situ. Rupanya Aisyah tidak mau kalah sama kakaknya yang kerap rebutan buku saat belajar di ruang perpustakaan rumah. Ia pun membawa dan menunjukan beberapa buku yang sudah ia simpan dalam tas plastik yang disediakan oleh karyawan toko buku. 

"Ayah, Aisyah mau beli buku tentang wudhu. Kan sebentar sudah TK. Jadi harus benar wudunya. Tapi belinya banyak, ayah kan beli bukunya banyak, " ungkap Aisyah sembari merayu saya agar segera membayar buku yang sudah ada di tangannya.

"Allahu Akbar, itu bukunya banyak bangat. Memang Aisyah bisa membaca bukunya?," tanya saya. 

"Ya bisalah. Kan kalau masuk TK Aisyah sudah bisa baca buku dan ngaji. Tapi nanti Ayah yang ngajarin, biar Aisyah lancar baca," jawabnya. 

Bukhari tak mau kalah oleh kakak dan adiknya. Saya baru saja berpindah tempat dari satu pojok ke pojok buku lainnya. Tiba-tiba ia mendekat kepada saya lalu menyampaikan bahwa ia mau membeli buku baru. Sehingga buku koleksinya di rumah semakin banyak.  

"Ayah, Ari mau beli buku ini," ungkapnya sembari memperlihatkan buku yang baru saja ia ambil dari rak buku di pojok sebelah.

"Boleh," jawab saya sambil menuju ke arah kasir tempat pembayaran buku. 

Bila Azka membeli buku berjudul "Kado untuk Ayah" karya keroyokan Ana Falesthein dan kawan-kawannya, maka Bukhari membeli buku berjudul "Terjebak Di Markas Rahasia" karya Wika Vio. Kedua buku ini masing-masing merupakan pemenang kompetisi menulis Indiva kategori cerpen lintang dan kategori novel anak. Lalu, Aisyah membeli buku berjudul "Aku Anak Soleh Belajar Wudhu" karya Dewanti Nurcahyani. 

Azka dan Bukhari memang sosok anak yang bisa dibilang gila buku. Sejak kecil mereka sudah akrab dengan buku. Sehingga membaca buku merupakan tradisi yang sudah melekat pada keduanya. Sehingga jangankan ada waktu libur, di sela-seka hari normal pun mereka tetap membiasakan dirinya untuk membaca buku. Mereka diuntungkan oleh lingkungan, sebab saya dan istri terbiasa membaca buku. Minimal buku-buku yang ada di perpustakaan rumah tidak kesepian. 

Hal ini semakin menjadi-jadi karena di kamar mereka masing-masing terdapat buku-buku bacaan yang disimpan rapih di lemari. Bahkan semua buku yang di kamar mereka sudah dibaca tuntas sejak lama, termasuk buku-buku yang mereka beli beberapa bulan terakhir. Hal ini menjadi pemantik bagi mereka untuk membaca dan terus membaca. Sehingga kadang saya dan istri menegur mereka. Sebab pada kondisi tertentu sampai tidak membaca buku pelajaran di sekolah demi membaca buku non pelajaran. 

Ya, Azka dan Bukhari memang tergolong anak yang sangat rajin membaca. Hampir setiap pekan ada buku baru yang mereka beli. Bahkan buku-buku yang mereka beli hampir seluruhnya dibaca tuntas. Aisyah juga demikian. Hanya saja karena belum bisa membaca, ia pun memilih mengomentari gambar atau apapun yang ia lihat di berbagai halaman buku yang ia beli. Uniknya, kadang ia menyimpulkan sendiri isi bukunya, padahal belum bisa baca. Semoga saja kebiasaan ketiga kakaknya ini menjadi teladan bagi si bungsu Arsyila Qonita nanti! 

Alla kuli hal, anak adalah anak lingkungannya. Maknanya, apa yang dilakukan di lingkungan dimana anak hidup dan beraktivitas maka besar kemungkinan anak juga bakal melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang di lingkungannya. Saya sendiri percaya bahwa membangun tradisi baca-tulis adalah keniscayaan, terutama di lingkungan keluarga. Bila saya dan istri saya terbiasa membaca maka anak-anak pun bakal meniru. Dan itu yang saya saksikan pada anak-anak saya selama ini. Semoga kebiasaan membeli, membaca dan menulis buku menjadi tradisi yang terus terjaga dan diwariskan, minimal untuk anak-anak saya sendiri, generasi pecinta buku! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, penulis buku "Aku, Dia & Cinta" 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah