Ramadan sebagai Madrasah Kejujuran


KITA layak bersyukur karena Allah masih menakdirkan kita untuk bersua dengan ramadan 1445 ini. Ini pertanda Allah masih memberi kita kesempatan untuk mengisi ramadan dengan ibadah shaum dan berbagai ibadah khas ramadan seperti shalat tarawih, berbuka, sahur dan sebagainya. Kita sadar betul bahwa tak sedikit diantara keluarga, tetangga dan kolega kita yang pada ramadan ini sudah tak bisa menikmati ramadan karena mereka telah meninggal dunia. Sekali lagi, kita layak bersyukur karena masih diberi waktu untuk bertaubat dan beristigfar atas berbagai dosa yang kita lakukan. 

Bila ditelisik ramadan bila dikaitkan dengan shaum yang kita jalankan, maka ramadan sejatinya merupakan bulan yang baik agar kita terus berbenah diri. Ramadan adalah momentum terbaik untuk berbenah dalam banyak hal, baik iman dan amal maupun aktivitas kita yang bermanfaat lainnya. Ramadan sejatinya madrasah, yaitu sekolah atau pesantren dimana kita bisa belajar tentang banyak hal, terutama tentang kejujuran, bukan saja dalam perkataan tapi juga dalam perbuatan dan penyikapan. 

Pertama, jujur dalam iman. Shaum ramadan adalah ibadah yang spesial dan istimewa. Mengapa? Karena yang diajak atau diperintah oleh Allah untuk menjalankan ibadah ini hanyalah hamba-Nya yang beriman. Bahkan Allah menyapa sekaligus memerintah orang beriman dengan kata-kata "hai". Ini adalah tanda kedekatan sekaligus keakraban. Ini merupakan panggilan sayang dari Allah kepada hamba yang spesial di hadapan-Nya. 

Bila kita merasa terpanggil dan sadar diri dengan panggilan sayang dari Allah maka akan dengan mudah bagi kita untuk menjalankan shaum ramadan. Berbagai tantangan dan hambatan tak menjadi penghalang bagi kita untuk enggan menjalankan ibadah shaum ramadan sebagai ibadah wajib. Sebab kita  sadar bahwa ini adalah ujian kejujuran, apakah kita benar-benar beriman atau sekadar terlihat beriman. Hamba Allah yang jujur dengan imannya bakal siap sedia menjalankan perintah Allah. Ia yakin bahwa setiap perintah Allah terutama shaum memiliki keutamaan dan manfaat bagi dirinya. 

Kedua, jujur dalam menjalankan shaum. Secara umum shaum adalah upaya menjalankan shaum dengan niat beribadah kepada Allah yang mencakup sahur dan berbuka serta bertahan diri makan dan minum dari subuh hingga magrib tiba. Di sini ada dua kejujuran yang menjadi kunci, yaitu jujur dalam menggunakan waktu dan jujur dalam hal makan dan minum. Siapa yang melanggar maka pasti shaum-nya hanya angin lalu bahkan tak dinilai sebagai amal ibadah yang sah. Maka di sini dibutuhkan kejujuran yang nyata, bukan sekadar pada kata-kata. 

Bila kita sukses menjadikan ramadan sebagai madrasah kejujuran maka kita bakal bersikap jujur dalam segala halnya. Bila kita sebagai pejabat negara, misalnya, maka kita tidak akan tergoda untuk melakukan tindakan korupsi atau menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi dan keluarga dengan cara melanggar aturan yang berlaku. Bila kita rakyat biasa, kita tidak menjadi culas atau tergiur dengan upaya apapun yang merusak tatanan bermasyarakat. Sebagai santri yang baik dari madrasah ramadan kita bakal jujur dalam menjalankan berbagai kebaikan tanpa terbius oleh keinginan untuk dipuji, dihormati dan dianggap hebat. 

Ramadan memang menjadi bulan mulia dan dambaan yang sangat kita rindukan kedatangannya. Kerinduan kita sebagai orang beriman kepada ramadan ditandai dengan kegembiraan menyambutnya dan mengisinya dengan berbagai ibadah yang khas dan diperintahkan oleh Allah. Sebagai komitmen pada perintah Allah maka selayaknya kita jadikan ramadan sebagai madrasah yaitu tempat belajar, sehingga iman kita semakin kuat. Kuatnya iman ditandai dengan meningkatnya kualitas taqwa kepada Allah sebagaimana tujuan shaum itu sendiri, "semoga kalian bertaqwa!" (QS. al-Baqarah: 183). (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Happy Ramadan" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah