Tantangan dan Peluang Da'wah


Pada Senin 4 Maret 2024 saya menghadiri acara silaturahim tokoh ormas pimpinan pesantren dan keluarga besar Dewan Da'wah Cirebon di Andalus City, Kota Cirebon, Jawa Barat. Pada kesempatan ini hadir beberapa tokoh seperti Dr. Adian Husaini (Ketua Dewan Da'wah Pusat), Prof. Dr. Achmad Kholiq (Mantan Ketua ICMI Kabupaten Cirebon), H. Dede Muharam (Owner Andalus City), Dokter As'ad (Ketua ICMI Kabupaten Cirebon) dan puluhan tokoh juga aktivis lainnya. Pada forum ini saya hadir terlambat karena ada hal lain yang tidak bisa ditinggal dan mesti diselesaikan segera. Saya hadir di lokasi acara yang dimulai pukul 09.30 WIB ini sekira pukul 10.15 WIB.  

Saya mencatat beberapa poin penting yang disampaikan oleh Dr. Adian Husaini pada forum ini. Pertama, pentingnya niat dan orientasi pendidikan. Pendidikan nasional kita mengalami distorsi yang sangat membahayakan. Orientasi disetting begitu rupa untuk sesuatu yang memisahkan aspek moralitas, karena aspek materi begitu kuat mewarnai dunia pendidikan nasional. Bahkan tak sedikit dari kalangan santri yang terjebak pada tujuan jabatan dan materi duniawi. Padahal di pondok pesantren telah dididik secara sempurna, bahkan saja aspek moral dan ilmu pengetahuan tapi juga akhlak dan life skill.  

Pada dasarnya kita memiliki teladan yang baik dalam konteks pendidikan yang universal dan mendasar. Tujuan pendidikan yang benar adalah melahirkan generasi yang memiliki iman dan taqwa yang kuat serta memahami berbagai ilmu pengetahuan, baik yang ilmu fardhu 'ain maupun ilmu fardhu kifayah. Dengan begitu, terlahir generasi unggul yang layak mengemban amanah umat di berbagai sektor kehidupannya. Kita bakal tidak khawatir lagi untuk menentukan siapa yang akan melanjutkan kepemimpinan umat dan bangsa ini ke depan. 

Kita tentu sangat ingat substansi pendidikan Luqman sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran. "Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu"." (QS. Luqman: 13-14) 

Jadi materi dan orientasi pendidikan adalah tauhid. Ini maknanya, tidak boleh materi pendidikan justru menjebak peserta didik pada kemusyrikan. Sebab syirik merupakan salah satu bentuk kezaliman paling besar. Anak-anak kita mesti dididik untuk beradab kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya. Anak dididik untuk beradab pada sesama manusia terutama kepada kedua orangtua dan guru-gurunya. Mereka harus dididik menjadi manusia yang pandai bersyukur, sehingga berdampak pada kehidupan nyata. Bukan saja mendapatkan tambahan rezeki tapi juga mendapat keberkahan hidup. 

Kedua, perkuat komitmen da'wah. Aktivitas terbaik dalam kehidupan seorang muslim adalah menjadi dai atau mujahid. Jatuh bangunnya umat Islam sangat tergantung dari komitmen kita untuk terus ber-amar maruf nahi mungkar. Bila aktivitas kita menjauh dari dua aspek tersebut maka kehancuran umat bakal terbuka lebar dan terus menjangkiti. Kita perlu memastikan anak-anak kita memiliki tujuan hidup dan orientasi pendidikan yang jelas sesuai yang digariskan Islam. 

Ketiga, memahami hal penting dalam pendidikan seperti keteladanan guru dan penanaman adab. Guru adalah kunci penting pendidikan. Guru yang baik mesti menjadi teladan bagi peserta didik. Sehingga peserta didik memiliki contoh ril dalam mengamalkan aktivitas da'wah di tengah masyarakat. Lembaga pendidikan juga harus mendidik anak didiknya pada aspek adab. Sebab modal penting seorang dai dan generasi umat adalah adab. Bila adab terjaga maka peranan dai di tengah masyarakat lebih maksimal. 

Keempat, Kita harus menjaga tradisi para pendahulu kita. Salah satunya adalah menulis. Pak Natsir itu memiliki kebiasaan menulis yang kuat. Bahkan beliau berani menulis untuk mengkritik gagasan sekuler yang merusak pandangan dan perspektif umat pada Islam. Pak Natsir juga memiliki kebiasaan untuk terjun langsung ke lapangan. Beliau tidak memanjakan murid-muridnya dengan hal-hal duniawi. Beliau mendidik murid-muridnya dengan mengirim mereka ke berbagai lokasi di seluruh Indonesia. Sehingga kualitas generasi didikan Pak Natsir itu menjangkau ke masa depan. Bahkan layak ditiru dan dilanjutkan peranannya. 

Pada forum ini Prof. Achmad Kholiq menyampaikan beberapa poin. Pertama, menjaga nilai-nilai luhur pendidikan. Hal ini penting dilakukan untuk menanggulangi berbagai permasalahan kita, dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Menurut Prof. Kholiq, pendidikan yang terbaik adalah pendidikan yang melakukan transformasi adab.  Hal ini sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, para sahabat dan generasi gemilang setelahnya. Sehingga umat Islam sempat menguasai peradaban adab selama sekian abad. Hal ini layak kita renungi dan adaptasi di era kini dan ke depan. 

Kedua, penguatan kaderisasi dai. Dewan Da'wah adalah lembaga dakwah yang sejak awalnya sudah memiliki basis nilai yang kokoh. Sehingga optimis dan percaya bahwa ke depan kita bisa melakukan hal-hal besar dan ril bagi umat dan bangsa ini. Kita perlu mengadakan proses kaderisasi secara sistematis yang menghasilkan generasi yang unggul dan berintegritas. Berbagai daerah di seluruh Indonesia perlu mendapat perhatian serius sebagaimana yang dilakukan oleh Pak Mohamad Natsir sejak sebelum beliau mendirikan Dewan Da'wah hingga pada era ini. 

Salah satu murid Pak Mohamad Natsir, H. Mahfud Budiman (Tokoh Persatuan Ummat Islam, PUI Cirebon), juga berbagi pengalaman pada forum ini. Beliau bercerita tentang pola didikan yang dilakukan oleh pendiri Dewan Da'wah tersebut. "Suatu saat saya menghadap ke Pak Natsir, minta pandangan atau solusi untuk permasalahan dakwah di sebuah tempat. Beliau tidak memberi jawaban, tapi justru bertanya balik: kamu punya solusi apa? Lalu saya menjawab begini begitu. Lalu beliau mengatakan, ya itu solusinya. Silahkan lakukan saja, itu sudah bagus". Intinya Pak Natsir itu selalu menghargai pendapat murid-muridnya. Begitulah cara beliau mendidik generasi pelanjutnya.

Dakwah memang pekerjaan berat dan tidak ringan. Selalu ada tantangan dan hambatan yang datang silih berganti. Bila tidak memiliki kesiapan mental dan integritas, maka kita bakal hancur dan cerai berai. Tapi kita mesti memiliki  optimisme dan kepercayaan yang tinggi pada jalan perjuangan kita. Kita adalah dai sekaligus pelanjut dakwah rasulullah SAW. Kita mesti memiliki semangat jihad dengan modal iman dan taqwa juga model terbaik juga keteladanan. Kita harus memastikan pendidikan kita memiliki komitmen yang kuat pada dakwah sehingga terlahir generasi unggul dan berintegritas. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Melahirkan Generasi Unggul" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah