Bencana dan Kesadaran Ekoteologis Kita


BEBERAPA waktu lalu, tiga provinsi di Pulau Sumatra yaitu Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat terkena bencana dahsyat berupa banjir yang meliputi berbagai lokasi. Nyawa manusia lintas usia melayang, warga di berbagai tempat mengungsi dan tak sedikit yang masih mengalami rasa sedih dan sakit karena dampak bencana ini. Kita tentu sangat prihatin dan turut berduka juga bersedih atas kejadian ini. 

Bencana serupa juga terjadi di beberapa tempat dengan skala kecil, namun terdampak mengerikan. Banjir di beberapa tempat, misalnya, masih menjadi momok yang menakutkan bagi warga terdampak. Selain tumpukan sampah yang menghalang air mengalir, banjir juga terjadi diduga karena ulah manusia tak bertanggung jawab. Tak sedikit warga yang belum bisa kembali ke rumah masing-masing karena di beberapa tempat, hujan masih turun dengan debet besar. 

Bila merujuk Al-Qur'an, kita menemukan firman Allah yang menjelaskan perihal fenomena ini, yaitu fenomena bencana yang merusak. Allah berfirman, "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. ar-Ruum: 41) 

Dari ayat tersebut kita mendapat pesan bahwa bencana yang terjadi tidak selalu terjadi secara alami seperti karena faktor hujan deras dan kecilnya daya tampung kali, sungai dan selokan dalam menampung debet air yang cukup besar. Bencana juga bisa disebabkan karena perbuatan manusia sendiri. Penebangan hutan lindung dan perusakan sumber mata air dapat menimbulkan kerusakan alam dan bencana. 

Kebiasaan buruk seperti membuang sampah bukan pada tempatnya juga dapat menjadi biang bencana banjir. Kita tentu masih ingat bencana banjir sampah di Bandung dan Cimahi beberapa tahun silam. Satu pengalaman yang sangat berharga. Mereka yang terbiasa membuang sampah di kali, sungai dan selokan pun dapat disebut sebagai perusak lingkungan. Sampah yang tertumpuk bukan pada tempatnya akan menghambat laju air pada tempatnya. Sehingga menimbulkan banjir yang menimpa banyak kawasan. 

Islam sendiri memiliki perspektif yang tegas dan jelas perihal bencana yang merusak bagi kehidupan manusia. Hal ini tentu menjadi pijakan dan pengingat agar kita tak salah langkah. Allah berfirman, “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.” (QS. al-A’raf: 56) 

Islam melarang berbuat kerusakan atas alasan dan untuk tujuan apapun. Sebab hal tersebut berdampak pada banyak hal dan ke mana-mana. Bukan saja pada aspek lingkungan, tapi juga pada tatanan kehidupan selanjutnya. Islam pun menggariskan agar kita memperbanyak ibadah dan berdoa kepada Allah sebagai tameng sehingga kita dan bangsa kita dijauhkan dari berbagai bencana dan kita pun mendapat ampunan dari-Nya. 

Bencana apapun, termasuk bencana banjir, sejatinya adalah alarm paling kencang dan nyata agar kita semakin menyadari pentingnya memuliakan alam dan merawat lingkungan. Hal ini merupakan satu bentuk kesadaran ekoteologis, yaitu kesadaran bahwa alam semesta dan lingkungan adalah partner kita dalam menghamba kepada Allah, bukan semata sebagai objek. Mari berbenah diri dan perbanyak memohon ampun kepada-Nya! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Belasan Buku Biografi Tokoh 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Anatomi dan Klasifikasi Ayat-Ayat Al-Qur’an