Enam Musibah yang Menghapus Dosa
Dalam memandang berbagai peristiwa tersebut, alangkah baiknya bila kita mendalami salah satu hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau bersabda, "Tidaklah seorang muslim itu ditimpa musibah baik berupa rasa lelah, rasa sakit, rasa khawatir, rasa sedih, gangguan atau rasa gelisah sampai pun duri yang melukainya melainkan dengannya Allah akan mengampuni dosa-dosanya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits tersebut beliau sangat tegas memberi kabar gembira bahwa berbagai musibah yang menimpa kita adalah jalan bagi terhapusnya berbagai dosa yang pernah kita lakukan. Kita harus akui secara jujur bahwa kita adalah makhluk yang tak luput dari dosa dan khilaf. Kita juga makhluk yang sering lupa pada kewajiban yang Allah gariskan pada kita. Allah pun menguji kita, agar segera berbenah diri dan bertaubat kepada-Nya.
Pertama, rasa lelah. Sehari-hari kita menjalankan berbagai aktivitas kehidupan, baik profesi maupun aktivitas harian sebagai bagian dari keluarga yang harus memenuhi kebutuhan harian rumah tangga kita. Lelah adalah hal yang sudah pasti kita alami. Menuntaskan berbagai aktivitas rutin tentu butuh tenaga tak sedikit dan melelahkan. Kadang fisik kita sudah tak tahan, tapi kita harus berkorban lebih agar asap dapur tetap mengepul.
Kedua, rasa sakit. Siapa yang tak pernah sakit? Rerata kita pernah merasakan sakit. Entah itu sakit ringan maupun sakit berat. Atau paling tidak sedikit terluka karena goresan paku saat berjalan dekat rumah atau kena beling membersihkan selokan yang tertumpuk sampah saat hujan. Bahkan ada juga yang divonis sakit berat dan membahayakan jiwanya. Ada yang sakit sepekan dan sebulan, bahkan ada yang berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.
Ketiga, rasa khawatir. Pada kondisi ekonomi bangsa yang dinilai tak baik-baik saja, membuat kita khawatir dengan kebutuhan hidup kita sehari-hari. Kita khawatir bila kebutuhan dasar kita terhambat sampai ke kita karena jembatan hancur, jalan tol rusak dan kemacetan yang nyaris susah diurai. Kita khawatir dengan nasib anak kita yang hidup di zaman serba instan seperti ini. Khawatir, apakah mereka mampu menerjang zaman atau justru menjadi korban zaman.
Keempat, rasa sedih. Manusia adalah makhluk yang akrab dengan kesedihan. Mungkin ada orangtua yang meninggal dunia, saudara menjadi korban kecelakaan beruntun dan tetangga yang terbawa arus banjir besar sehingga tak bisa ditemukan lagi. Apapun itu, kita tentu saja sangat sedih bila kita mengalami musibah, atau anggota keluarga kita mengalami bencana yang memilukan.
Kelima, rasa gelisah. Hati gelisah adalah hal yang wajar kita alami. Misalnya, kita hendak melakukan sesuatu namun karena satu dan hal hal akhirnya batal. Kadang kita abai dengan ibadah, sehingga hati kita seperti tidak tenang dan gelisah. Rasa gelisah atas ibadah yang tak mantap kita lakukan adalah alarm dari Allah agar kita lebih telaten dan sadar diri. Sehingga ke depan kita berbenah dan lebih baik lagi.
Keenam, terluka duri. Ada satu lagi musibah yang kerap membuat kita merasa sakit yaitu tertusuk duri. Bisa jadi saat kita menuju masjid, di jalan saat berjalan kaki kita tertusuk duri, sehingga kaki kita terluka dan berdarah. Kita pun merasakan betapa sakitnya bila kaki kita terluka. Bahkan tak sedikit diantara kita yang berpengalaman tabrakan di jalan yang membuat badan terluka dan memar.
Bila merujuk pada hadits di atas, maka semua bencana dan musibah yang menimpa kita tak selalu bermakna buruk. Bisa jadi itu cara Allah untuk membuka jalan bagi kita agar berbenah, berhati-hati dan tidak ceroboh. Banjir misalnya, adalah alarm agar kita tidak membuang sampah sembarang dan tidak menebang pohon di hutan lindung. Apapun itu, semua itu adalah pintu terbuka dari Allah untuk mengampuni dosa-dosa kita selama ini. (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Belasan Buku Biografi Tokoh

Komentar
Posting Komentar