Da'i Menulis, Optimis Bisa!


Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi satu dekade terakhir berdampak besar bagi berbagai aktivitas kita dalam kehidupan sehari-hari. Selain menjamurnya media massa seperti surat kabar atau koran, media online dan media sosial juga muncul bagai jamur di musim hujan. Terkhusus untuk media online dan media sosial, perkembangannya nyaris tak terprediksi dan sangat kompetitif. 

Sebagai muslim terutama bila menisbatkan diri sebagai da'i, perkembangan media informasi dan komunikasi merupakan "bonus" yang mestinya dimanfaatkan dengan baik untuk aktivitas dan publikasi hal-hal yang juga baik. Mengapa bonus? Sebab sekian dekade silam, para da'i begitu kesulitan untuk mempublikasi tulisan yang berisi materi dakwah dan serupanya. Sehingga kala itu, dakwah lebih difokuskan pada penggunaan lisan seperti ceramah. 

Era ini adalah era dimana para da'i bisa memanfaatkan media yang ada untuk memudahkan perannya dalam menyampaikan dakwah. Hal ini bukan berarti ceramah tak penting, itu tetap penting. Hanya saja, daya jangkauannya sedikit, kecuali bila direkam dan videonya dipublikasi di berbagai media sosial atau media online. Nah, dalam rangka pemanfaatan media terutama media online dan media sosial, maka para da'i bisa menggunakan tulisan sebagai salah satu langkah yang dipilih. 

Mungkin sebagian kita kesulitan untuk menulis. Pada dasarnya menulis itu sama saja dengan aktivitas lain yang bisa kita lakukan. Hanya saja, menulis butuh beberapa hal penting, pertama, niat dan kemauan yang kuat. Kedua hal ini menjadi pemantik sekaligus pendorong yang membuat kita selalu merasa ada keharusan untuk menulis. Karena itu, bangun niat. Misalnya, menulis karena Allah dan untuk dakwah. Keteguhan tekad untuk menulis hingga berkarya akan membuat kita semakin terdorong untuk terus menulis. 

Kedua, belajar dan latihan. Para penulis handal yang karya mereka yang bisa kita baca di berbagai media bahkan buku selama ini adalah para pembelajar. Mereka belajar dan tak berhenti belajar. Baik belajar secara mandiri maupun belajar langsung kepada mereka yang konsen pada dunia kepenulisan. Tentu belajar saja tak cukup, karena itu para da'i juga butuh latihan. Terus melatih dan memang mesti langsung melatih. 

Ketiga, langsung praktik. Ya menulis itu praktik. Para da'i tak cukup mengikuti pelatihan jurnalistik atau kepenulisan. Sebab mesti menindaklanjutinya dalam bentuk tindakan ril. Lalu, apa yang ditulis? Apapun yang kita alami, rasakan, dengar, dan lihat di sekitar kita dapat menjadi inspirasi bahkan menjadi materi tulisan. Bahkan apa yang kita pikirkan juga dapat menjadi sumber inspirasi sekaligus materi tulisan. Sederhana: langsung menulis sesuai gaya dan diksi kita sendiri. 

Keempat, banyak membaca. Sumber bacaan itu banyak. Buku, surat kabar, media online dan media sosial. Bila semakin banyak membaca maka semakin banyak informasi yang kita peroleh. Wawasan kita semakin luas dan perspektif kita juga semakin kaya. Hal ini menjadi modal penting untuk menganalisa dan menghasilkan tulisan yang layak dipublikasi. Bila para da'i aktif membaca, misalnya, 10 halaman buku sehari, maka hal ini bakal berdampak pada kemampuan kita dalam menulis. 

Kelima, aktif publikasi. Da'i yang menulis adalah sebuah keniscayaan pada era ini. Tapi tulisan sebagus apapun hanya akan dinikmati dan bermanfaat bagi pembaca bila dipublikasi. Di sinilah keberadaan media menjadi penting. Saat ini sudah banyak media seperti surat kabar, majalah dan media online. Semuanya insya Allah bersedia mempublikasi tulisan siapapun. Tugas kita adalah menulis dan menulis. Bila kita kesulitan untuk mengirim tulisan ke media massa dan media online maka kita bisa memanfaatkan media sosial kita sebagai media publikasi. 

Ya, adanya ide tentang perlunya gerakan "Dewan Dakwah Menulis" sebagaimana yang mengemuka pada forum pelatihan jurnalistik yang diadakan oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII, Dewan Dakwah) Jawa Barat di Kota Bandung pada Sabtu 17 Desember 2022 adalah ide jenial. Ini bukan ide halusinasi tapi sangat relevan dan layak ditindaklanjut. Sebab para da'i pasti memiliki ide dan materi dakwah. Bila dakwah lisan (ceramah dan serupanya) sudah berjalan dengan baik, maka dakwah bil-qolam (pena atau tulisan) juga bisa kita pilih sebagai alternatif. Ya, da'i menulis, optimis bisa! (*)


Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis buku "Merawat Indonesia"  




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok