Anies Baswedan dan Cinta Tanpa Tapi


MENULIS adalah cara sederhana mengenal potensi diri sembari menelisik dinamika di luar sana, termasuk tentang orang-orang yang memiliki keunggulan tertentu yang mampu menginspirasi banyak orang untuk semakin produktif dalam melakukan kebaikan atau hal-hal bermanfaat bagi sesama. Berat memang, namun bila nurani berbicara maka jari pun bakal tergerak. 

Setelah menulis buku tentang beberapa kepala daerah dan politisi, baik biografi maupun gagasan sekaligus sepak terjang mereka dalam membangun sekaligus melejitkan karir, kali ini saya menulis tentang satu sosok yang akhir-akhir ini menjadi perhatian banyak orang, yaitu Anies Rasyid Baswedan, yang kerap disapa Mas Anies, Bang Anies dan Kang Anies. 

Buku setebal 194 dan berjudul "Anies Baswedan, Merawat Persatuan Wujudkan Keadilan Sosial" ini merupakan bunga rampai atau antologi tulisan saya di berbagai surat kabar dan media online selama setahun terakhir tentang pria kelahiran 7 Mei 1969 dan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 ini. Selain diksinya sederhana, buku ini sejatinya sebagai apresiasi atas diri saya sendiri yang pada 8 Agustus 2023 nanti genap berusia 40 tahun. 

Saya sangat bersyukur karena pada Ahad 12 Maret 2023 lalu buku yang semula berjudul "Anies Baswedan, Pemimpin Ideal untuk Indonesia" (ketika tebalnya masih 184 halaman) ini saya berikan langsung kepada pendiri "Indonesia Mengajar" dan Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia ke-27 (sejak 27 Oktober 2014 hingga 27 Juli 2016) ini saat bersua di sebuah hotel di Kota Cirebon. 

Bang Anies, demikian saya menyapanya, mengapresiasi dan berterima kasih atas hadirnya buku terbitan "Cereng Menulis" awal Maret 2023 lalu ini. "Saya terima bukunya, saya baca bukunya. Terima kasih banyak, terus berkarya!", begitu ungkapnya saat saya bersua dengannya menjelang ia hadiri acara silaturahim dengan tokoh lintas agama Cirebon Raya kala itu.

Kita atau Indonesia sangat bangga karena memiliki sosok yang memiliki (1) tingkat kecerdasan di atas rata-rata (2) komitmen ke-Indonesia-an yang tinggi, dan (3) jejaring global yang luas ini. Mantan Rektor Paramadina ke-2 (sejak 15 Mei 2007 hingga 6 Januari 2015) ini sangat toleran dan memiliki komitmen sekaligus rekam jejak nyata dalam merawat persatuan Indonesia. 

Baginya, negeri ini berdiri di atas keragaman. Itu sudah anugerah Tuhan, Allah. Satu hal yang kita perlukan sekarang dan ke depan adalah merawat persatuan. "Bangsa kita memang sejak awal berdiri sudah beragam. Karena itu, yang kita butuhkan bukan saja merawat keragaman tapi merawat persatuan. Persatuan Indonesia terwujud manakala keadilan sosial benar-benar nyata bagi seluruh bangsa Indonesia", ungkapnya suatu ketika pada sebuah pertemuan.  

Di luar sana, ada sedikit orang yang aktif mencela, menghina, mencaci maki dan merendahkannya. Lalu, apakah ia melawan atau membalasnya? Tidak, ia tidak melakukan itu. Baginya, semua itu bakal kembali kepada yang menyampaikannya, tanpa perlu ia balas. "Asumsi tak perlu direspon, karena rekam jejak adalah pewarta terbaik tentang siapa dan apa yang telah kita lakukan", ungkapnya suatu ketika. 

Ia seperti tak pernah merasa rugi dengan cibiran apapun yang kerap dilakukan oleh mereka yang memang suka mencibir. Menurutnya, sikap apapun mencerminkan kualitas diri seseorang. Karena itu, tak perlu direspon berlebihan. Kita hanya punya kesempatan untuk berbagi inspirasi dan menebar optimisme bahwa Indonesia bakal semakin maju dengan dua kunci penting: terawatnya persatuan dan terwujudnya keadilan sosial. Ia benar-benar membuktikan cintanya pada Indonesia tanpa tapi. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Anies Baswedan, Merawat Persatuan Wujudkan Keadilan Sosial" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok