Menjadi Muslim yang Produktif dan Beruntung


Pertama, marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa yaitu selalu berupaya menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Kedua, kita perlu terus menerus menjadikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam sebagai teladan dalam segala hal, baik dalam aspek ibadah maupun aspek amal soleh juga amal sosial. Semoga Allah selalu bersholawat dan memberi keselamatan kepada beliau, keluarga, para sahabat dan pengikut setianya hingga akhir zaman. 


Diantara titik beda manusia termasuk kita sebagai muslim dalam menjalani kehidupan ini adalah mampu dan disiplin dalam mengisi setiap waktu yang kita lalui. Bagaimana pun, setiap orang diberi waktu yang sama untuk setiap harinya, sama-sama 24 jam. Dan seorang muslim selalu apik mengisi waktu yang ada dengan amal unggul. Yaitu amalan yang memiliki dampak moral sekaligus dampak sosial bahkan dampak ganda, baik saat di dunia maupun saat di akhirat kelak.

Mengenai hal ini kita menjadi teringat dengan salah satu surat yang sangat familiar dalam al-Quran yaitu surat al-'Ashr ayat 1-3. Pada surat ini Allah berfirman, 

وَالْعَصْرِ(1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ(2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ(3

Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya tetap di atas kesabaran.” (QS. al-’Ashr: 1-3).

Berdasarkan ayat di atas, maka syarat menjadi muslim yang produktif dan beruntung adalah sebagai berikut: 

Pertama, selalu berupaya meningkatkan kualitas iman. Menjadi muslim yang beriman itu sudah hak yang biasa, sebab itu menjadi rutinitas kita selama ini. Namun dalam rangka meningkatkan jenjang kualitas diri maka kita perlu meningkatkan kualitas iman. Keimanan seperti juga ketaqwaan kita menjadi kunci penting yang harus terus kita jaga. 

Bahkan kualitas iman dan taqwa kita dari waktu ke waktu mesti terus meningkat. Sebagian ulama mengatakan bahwa kualitas keimanan dan ketaqwaan meningkat karena istighfar, taubat, zikir, berdoa dan bertawakal kepada Allah. Mengapa? Karena kita tak tau kapan ajal kematian kita tiba. Karena itu, kita harus siap sedia, agar saat ajal kematian tiba kita dalam kondisi beriman dan bertaqwa dengan kualitas prima. 

Kedua, giat beramal soleh. Beramal soleh merupakan aktivitas yang akrab dengan diri seorang muslim. Ibadah wajib dan sunah merupakan contoh amal soleh yang rutin kita lakukan dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai seorang muslim. Namun amal semacam tidak cukup. Kita juga perlu melakukan amal soleh yang punya dampak ganda dan berjangka panjang. 

Contohnya: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak soleh yang mendoakan. Sebab tiga amalan ini pahalanya terus mengalir, walaupun kita telah meninggal dunia. Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam bersabda, 

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Artinya: Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah seluruh amalnya, kecuali tiga yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang mendoakan. (al-Hadis) 

Ketiga, saling menasehati dalam dan menuju kebenaran. Menyampaikan kebenaran bukanlah aktivitas sepele dan ringan, tapi ia adalah aktivitas yang bermakna dan berat. Menjalankan peran dakwah, mengingatkan orang pada jalan yang benar dan meluruskan orang agar terhindar dari kemaksiatan atau kemungkaran merupakan amal-amal yang masuk kategori "saling menasehati dalam kebenaran". 

Keempat, pandai mengingatkan pada kesabaran. Menjaga dan meningkatkan kualitas iman, menjaga dan meningkatkan kualitas amal soleh, menambah amal kebaikan, dan saling menasehati dalam dan menuju kebenaran butuh stamina yang kuat. Sebab tantangan dan hambatan selalu hadir. Di sini dibutuhkan kesabaran yang luar biasa. Kesabaran untuk menjadi hamba Allah yang taat butuh latihan terus menerus hingga istiqomah.

Menjadi muslim yang baik adalah dambaan kita semua. Kita ingin agar seluruh waktu yang kita lalui benar-benar terisi dengan kebaikan. Bahkan kebaikan tersebut berdampak baik bagi kehidupan kita dan siapapun di sekitar kita. Bagaimana pun, setiap waktu adalah masa untuk berkarya. Waktu yang layak kita klaim sebagai waktu kita yang sesungguhnya adalah waktu yang terisi kebaikan, sementara sisanya adalah waktu sia-sia. Semoga Allah selalu membimbing kita agar setiap waktu yang kita lalui terisi kebaikan, sehingga kita benar-benar menjadi muslim yang produktif dan beruntung, baik di dunia maupun di akhirat. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Pemuda Negarawan". Ini adalah materi khutbah saya pada Khutbah Jumat, Jumat 5 Juli 2024 di Kantor Bank Jawa Barat-Banten (BJB) Cabang Kota Cirebon.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah