Kamis 27 Juni 2024 saya memenuhi undangan Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (HIMA Komunikasi) Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC) untuk menjadi narasumber pada acara bedah buku saya yang berjudul “Pemuda Negarawan”. Menghadiri undangan semacam ini menjadi motivasi bagi saya untuk terus belajar. Bukan saja tentang gagasan, tradisi literasi dan komunikasi di hadapan generasi muda tapi juga untuk memastikan bahwa pemuda masih pada frekuensi yang sama: kolaborasi.
Pada sesi ini saya menyampaikan beberapa poin penting, pertama, media massa, media online dan media sosial adalah modal penting pemuda era ini dan ke depan. Kita harus akui secara jujur bahwa setiap kita memiliki akun media sosial. Hari-hari kita akrab dengan media sosial dan segala konten yang kita publikasi pada laman-laman tersebut. Kita mesti mengisi media sosial kita dengan hal-hal yang bermutu dan bermanfaat. Kita harus menjadi duta konten positif bagi semua media yang ada, terutama media sosial yang kita punya.
Kedua, buku “Pemuda Negarawan” merupakan antologi artikel dari 31 penulis beragam profesi yang berasal dari berbagai kota. Berisi tentang pemuda sekaligus lakon atau kontribusinya dalam perjalanan bangsa Indonesia, baik dulu dan kini maupun ikhtiar ke depan. Kontribusi pemuda yang dimaksud mencakup gagasan, aksi sosial, karya ilmiah, seni budaya dan inovasi kekinian lainnya. Bahkan pemuda mengontribusikan dirinya bagi bangsa dan negara sebagai leader di berbagai sektor.
Ketiga, pemuda adalah elemen penting dalam sejarah perubahan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Pemuda memiliki potensi yang membuatnya nampak unik dan punya peranan dalam berbagai peristiwa sejarah.
Keempat, pemuda akrab dengan elemen kunci. Elemen kunci yang khas dan identik dengan pemuda adalah sebagai berikut: (1) intelektualitas, (2) moralitas, (3) independensi, (4), kreatif-inovatif, (5) jaringan atau koneksi, (6) aktivisme – aksi sosial, dan (7) lakon sejarah. Bila pemuda memiliki elemen kunci tersebut maka pemuda sangat mungkin menjadi kekuatan yang diperhitungkan bahkan dapat menjalankan peranan strategisnya sebagai negarawan muda.
Kelima, pertanyaannya, mengapa Pemuda Negarawan? Elemen kunci yang melekat pada pemuda memungkinkannya untuk menjadi pemimpin di setiap momentum sejarah. Di samping itu, pemuda juga merupakan katalisator perubahan sekaligus penerus kepemimpinan di tengah masyarakat bahkan bangsa dan negara. Kuncinya adalah komunikasi, tradisi literasi dan kolaborasi.
Keenam, pemuda negarawan lebih tertarik untuk berkontribusi pada upaya memajukan bangsa dan negaranya. Karena itu, pemuda memiliki agenda yang memungkinkannya untuk berperan aktif pada pembangunan bangsa. Diantara yang bisa dilakukan oleh pemuda kini dan ke depan adalah sebagai berikut: pematangan potensi intelektual, moral, independen, entrepreneurship, jaringan atau koneksi, aktivisme – aksi sosial, dan peran sejarah. Hal lain, pemuda juga perlu perkuat basis ekonomi dan inovasi-kreatifitas.
Di samping itu, pemuda juga perlu melakukan penguatan kontribusi dan advokasi sosial, akselerasi karir vertikal (birokrasi) dan profesi berbasis kompetensi, perluasan jaringan dan kolaborasi lintas sektor, dan menjadikan teknologi sebagai medan karya dan kompetisi berbasis nilai luhur.
Ketujuh, secara khusus saya memiliki beberapa “The Challenge of New Ideas” untuk para pemuda Indonesia, termasuk mahasiswa UMC. [1], catat nama dan silaturahim kepada 10 pakar komunikasi terbaik dan 10 pengusaha muda terbaik Indonesia. [2], buat audisi Duta Komunikasi PTM Se-Indonesia. [3] tulis prestasi terbaik yang hendak digapai selama 6 bulan, 1 tahun, 5 tahun, 10 tahun dan 50 tahun ke depan. [4] silahkan baca buku-buku ini: (1) Berpikir dan Berjiwa Besar karya David J Schwarth, (2) Atomic Habit (James Clear), (3) Plan Your Success (Syamsudin Kadir), dan (4) Tomorrow is Today (Rhenald Kasali).
Kedelapan, pemuda negarawan adalah pemuda yang memiliki visi hidup dan visi sosial. Secara sederhana, visi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Visi Diri + Visi Sosial + Kebermanfaatan + Visi Akhirat = Untung Bertubi-tubi. Bila pemuda Indonesia memiliki rumusan visi semacam itu maka besar kemungkinan mereka mampu mencapai puncak sejarah sebagai pemuda negarawan.
Momentum sejarah memang tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja. Kita harus berupaya untuk mengisinya dengan berbagai peranan terbaik. Bagaimana pun, waktu adalah masa berkarya. Waktu yang bisa kita klaim sebagai umur kita adalah waktu yang kita isi dengan karya terbaik dan bermanfaat. Sisanya adalah umur sia-sia.
Sebagai renungan, mari kita telisik sejenak sejarah perjalanan bangsa kita. Tak sedikit perempuan yang berjasa bagi bangsa ini. Bahkan mereka dikenang sebagai pahlawan kemerdekaan atau nasional. Mereka adalah pemudi pada zamannya. Mereka adalah Laksamana Malahayati, Cut Nyak Meutia, Cut Nyak Dien, HR. Rasuna Said, Fatmawati, Rohana Kuddus, Dewi Sartika, Siti Manggopoh, Nyi Ageng Serang, Raden Adjeng Kartini (RA. Kartini), Andi Depu Maraddia Balanipa, Opu Daeng Risadju, Siti Walidah, dan Ratu Nahrasiyah.
Kita bisa menyaksikan bahwa mereka semua merupakan pahlawan perempuan Indonesia. Namun ada yang berbeda dari mereka. Perbedaan itu menjadi inspirasi tersendiri bagi kita saat ini, terutama dari aspek literasi. Kita menyaksikan bahwa RA. Kartini menulis buku berjudul “Habis Gelap, Terbitlah Terang”. Buku ini dibaca dan dikaji oleh banyak kalangan, bahkan menjadi inspirasi berbagai pergerakan sosial.
Begitulah manfaat dan dampak buku bagi sebuah bangsa. Awalnya hanya tulisan sederhana seorang pemudi bernama RA. Kartini, lalu mampu menggerakkan sebuah bangsa untuk berbenah bahkan melawan berbagai kezaliman kaum penjajah pada zamannya. Bagi saya, buku adalah kartu nama, aset dan investasi. Dengan menulis buku berarti kita mencicil sejarah kita sendiri sebagai generasi baru Indonesia.
Tak ada jalan lain, sebagai pemuda kita harus berbenah diri. Walau kita harus mencicilnya dari hal-hal yang kita bisa. Kita harus mulai dari akhir. Kita mesti menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut sebagai pemandu. Apa prestasi yang hendak kita gapai?, kita ingin meninggal dalam kondisi apa?, kita ingin dikenang sebagai apa?, apa yang hendak kita wariskan kepada orang-orang yang kita cinta? Semoga sejarah dan akan terus bersama kita. Jangan titipkan sejarah kepada siapapun! (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Pemuda Negarawan"
Komentar
Posting Komentar