SABTU 25 Mei 2024 saya mendapat kesempatan menjadi narasumber pelatihan kepenulisan di Pondok Pesantren Nurul Hakim di Kediri, Lombok Barat, NTB. Pada acara yang bertema “Saatnya Da’i Menulis!” dan berlangsung di Ma’had ‘Aly NH ini saya ditemani oleh sahabat baik saya Pak Iwan Wahyudi. Kali ini intelektual muda asal Kota Bima, NTB ini menyampaikan tips, motivasi dan pengalaman kepenulisan hingga menjadi buku.
Di forum ini hadir pula Dr. Muhamamd Muhlis (Ketua Harian Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Dewan Dakwah NTB sekaligus Dosen di Ma’had Aly dan IAI NH). Doktor Muhlis adalah akademisi muda yang telah lama aktif di dunia dakwah. Sosok ini juga tergolong aktif menulis. Salah satu bukunya yang baru saja terbit dan sempat dibedah pada momentum ini berjudul “Meniti Jalan Surga; Risalah untuk Sahabat”.
Lalu pada Senin 10 Juni 2024 saya kembali mendapat undangan dari Ustadz Firdaus Nuzul, M.Pd. (Sekretaris Yayasan Nurul Hakim Lombok) untuk membedah buku “Merindui Nurul Hakim” di NH. Pada acara yang berlangsung di asrama Madrasah Qur’an Nurul Hakim (MQNH) Putra ini saya secara khusus mengundang tiga sahabat baik saya saat menempuh pendidikan di NH yaitu Dr. Retno Sirnopati (Komisioner KPUD Lombok Timur), Asbah Ambalawi, M.Hum (Kepala Kantor Urusan Internasional Universitas Muhammadiyah Mataram, UMMAT), Salman Farisi (Kepolisian NTB).
Tiga sahabat saya ini menyampaikan cerita, kesan dan pengalaman selama nyantri di NH. Mereka juga berbagi tips agar menjadi santri yang produktif dan bermanfaat bagi banyak orang, serta sukses meniti karir apapun profesinya kelak. Niat baik, kerja keras, pengorbanan, kesabaran, keberanian, ketekunan dalam belajar, rajin membaca, biasa menulis dan hidup sederhana merupakan modal sekaligus kunci sukses menjadi santri dan dalam meniti karir.
Pada forum Sabtu 25 Mei dan Senin 10 Juni 2024 ini saya menyampaikan isi buku “Merindui Nurul Hakim” sekaligus berbagi tips dan pengalaman menulis selama ini. Pertama, menulis butuh modal dan langkah praktis. Diantara modal dan langkah praktis menulis yaitu niat ikhlas dan tekad yang kuat, miliki penunjang: ide, media dan mental, aktif di komunitas, mengikuti audisi atau lomba, miliki tradisi unggul: baca, baca dan baca.
Selain itu, kita juga mesti menentukan fokus dan target, punya outline tulisan, biasa mencicil tulisan, langsung praktik: menulis dari sekarang, mampu melakukan editing kecil-kecilan, miliki jaringan media dan penerbitan, menerima saran dan kritik, siap dihina, jangan baperan!
Kedua, ide dan sumber tulisan. Ide dan sumber tulisan bisa diperoleh dari banyak hal. Misalnya dari hal-hal unik yang terjadi di sekitar atau yang dialami sendiri. Bila kesulitan menemukan ide tulisan, maka temukan dengan menggunakan rumusan sarang laba-laba. Teknisnya, tulis satu kata yang paling disukai, lalu bertanyalah tentang kata itu menggunakan 5 W + 1 H (what, why, who, where, when dan how: apa, mengapa, siapa, di mana, kapan dan bagaimana).
Ketiga, menulis keroyokan dan artikel bisa menjadi pemantik untuk menulis buku. Bagi pemula, menulis secara kolaboratif merupakan langkah yang dapat dipilih. Misal, menulis artikel dua atau tiga halaman, lalu disatukan dengan tulisan penulis lain masih dengan tebal yang sama. Tulisan semacam itu menjadi antologi tersendiri. Dan itu bisa menjadi satu buku. Sekarang tinggal tentukan tema, lalu tulis sesuai dengan selera dan pengetahuan, kemudian kumpulkan jadi satu naskah buku. Itu bakal menjadi buku.
Keempat, menjadi santri yang menulis adalah keniscayaan. Sebab setiap hari santri akrab dengan ilmu. Ilmu yang didapat akan terjaga manakala terus dibaca dan dikaji, termasuk ditulis. Bila selama ini hanya menulis di buku tulisan, maka ke depan harus ditulis dalam bentuk buku. Sehingga ilmu yang didapat tersebar dan bermanfaat bagi banyak orang.
Kelima, geliat menulis alumni NH mulai terasa. Ada beberapa alumni NH sudah menulis buku, baik secara mandiri maupun secara keroyokan. Salah satu buku yang baru saja terbit adalah buku “Merindui Nurul Hakim”. Buku ini ditulis oleh para alumni lintas angkatan dan berisi tentang cerita, kesan dan pengalaman selama nyantri di NH selama sekian tahun. Insyaa Allah selanjutnya akan terus hadir buku-buku baru dalam beragam tema.
“Tulisan adalah refleksi dari pikiran kita, dan melalui tulisan kita dapat membagikan kebijaksanaan dan pengalaman kita dengan orang lain,” ungkap Paulo Coelho. Sementara Bud Gurdner mengingatkan, “Ketika kamu bicara, kata-katamu hanya bergaung ke seberang ruangan atau di sepanjang koridor. Tapi ketika kamu menulis, kata-katamu bergaung sepanjang zaman.”
Mohammad Fauzil Adhim menasehati kita, “Tantanglah dunia dengan penamu, hidupkanlah zaman dengan tulisanmu!” Sementara J.K. Rowling memotivasi kita, "Dengan menulis, kita memiliki kekuatan untuk menciptakan dunia yang kita inginkan dan memengaruhi cara orang lain memandang dunia di sekitar mereka."
Menulis bukan sebuah tradisi baru di lingkungan NH. Hanya saja butuh motivasi sekaligus semangat yang lebih menyala lagi. Selebihnya, santri dan alumni NH menulis buku mestinya bukan sebuah hambatan. Sekarang hanya butuh belajar dan latihan terus menerus, di samping berani menulis itu sendiri. Ingat, “Jika selama sepekan tidak ada satu buku pun yang kamu baca, dan tak ada satu pun tulisan yang kamu buat, maka lupakan cita-cita kamu untuk menulis!” ungkap Stepen King. Jadi, kuncinya adalah membaca lalu praktik menulis.
Sekarang, tulislah apa yang perlu kita sampaikan dengan kata-kata yang mudah dipahami oleh pembaca. Insyaa Allah setiap kita punya cara mengungkapkan sesuatu melalui tulisan kita, termasuk dalam bentuk buku. Bila kita terus belajar dan melatih, suatu saat kita pasti punya hasil karya tulis kita masing-masing terutama dalam bentuk buku. Ya, saatnya kita geliatkan tradisi literasi santri sekaligus alumni Nurul Hakim! (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku “Merindui Nurul Hakim”
Komentar
Posting Komentar