Diplomasi untuk Perdamaian dan Kemanusiaan


Muhammadiyah kembali melakukan gebrakan baru dalam memperkokoh diplomasi global dan internasionalisasi persyarikatan Muhammadiyah. Hal ini dipahami dari acara "Pelatihan Diplomasi untuk Perdamaian dan Kemanusiaan" yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) pada Senin - Selasa, 8 - 9 Juli 2024. Apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah pada awal Muharam 1446 H ini menegaskan betapa pentingnya penguatan diplomasi global umat Islam sekaligus internasionalisasi gagasan Islam juga  Indonesia. Bahkan agenda tersebut menjadi peneguh betapa pentingnya peranan Indonesia untuk mengahdirkan perdamaian dan kemaslahatan kemanusiaan global. 

Islam adalah agama yang berkarakter universal dan mencakup aspek moral, materi dan sosial. Islam bukan saja agama yang mengurusi spiritualitas tapi juga profesionalitas dalam kerja juga lakon sosial kemanusiaan yang terus geliat. Sehingga keimanan tidak saja dipahami dari keteguhan hati tapi juga dari manfaat nyata dan aksi sosial. Tauhid yang menghujam dalam hati akan memberi dampak pada kesungguhan diri untuk perihatin sekaligus peduli pada realitas sosial. Kualitas keislaman tak hanya diukur dengan jumlah ibadah spiritual tapi juga dalam bentuk aksi-aksi sosial. Termasuk mengahdirkan perdamaian bagi seluruh umat manusia. 


Secara sosial, Islam tidak merintangi keberagaman. Bukan saja aspek keyakinan tapi juga aspek suku, ras, warna kualitas dan identitas sosial lainnya. Islam dengan segala values (nilai-nilai) luhurnya hadir sebagai satu sistem keyakinan sekaligus sistem hidup yang relevan untuk diadaptasi dalam kehidupan umat manusia yang beragam itu. Tegasnya, Islam tidak merintangi keragaman dari aspek apapun. Justru Islam hadir sebagai pencetus kedamaian dan kebermanfaatan bagi seluruh umat manusia (global).  

Hal tersebut bukan isapan jempol belaka. Bahkan Allah sudah menegaskan hal tersebut dalam banyak firman-Nya. Diantaranya Allah berfirman, "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu." (QS. al-Hujurat ayat 13). 

Bahkan Islam hadir menjadi rahmat bagi semesta alam. Islam tidak hadir untuk merusak dan menghadirkan bencana bagi mereka yang berbeda. Dengan demikian, Islam tidak menyetujui adanya hasutan, keonaran dan kebencian yang tak berdasar. Islam menghendaki hubungan atau koneksi antar umat manusia berlangsung dengan baik, saling menolong dan melengkapi kepentingan antar sesama. Dalam kerangka itu, saling mengenal dan memahami perbedaan sekaligus ciri khas masing-masing elemen yang beragam itu adalah keniscayaan. 

Diutusnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam sejatinya untuk menjalankan misi besar itu, yaitu menebar rahmat bagi semesta alam. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam al-Quran, "Kami tidak mengutus engkau wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam." (QS al-Anbiya: 107). Ayat ini bukan saja penegas misi global Islam, tapi juga misi yang harus dijalankan oleh umat Islam di seluruh dunia. Umat Islam harus menjadi rujukan kebaikan sekaligus penebar manfaat yang produktif bagi seluruh umat manusia.  

Dalam konteks itu, saya mencatat beberapa hal penting yang perlu dilakoni oleh umat Islam di Indonesia ke depan. Pertama, memperkokoh silaturahim dan kolaborasi antar sesama ormas Islam juga elemen lainnya di Indonesia. Kerjasama yang baik antar ormas Islam dan elemen lainnya harus terus digiatkan di semua level struktur organisasi. Selain dalam rangka pengukuhan soliditas antara sesama umat Islam tapi juga elemen bangsa lainnya. Umat Islam sebagaimana yang sudah dirintis oleh Muhammadiyah sejak lama, harus mencari titik temu dan menggiatkan kegiatan kolaboratif.  

Kedua, menjadikan kalender Islam sebagai kalender universal pada level global. Salah satu problematika yang perlu diselesaikan abad ini adalah kalender global umat Islam. Betul bahwa ijtihad dan ikhtiar menuju ke arah tersebut butuh waktu dan proses yang panjang. Namun bila ikhtiar dan semangat kolektif menjadi goal (tujuan) yang terjaga, maka sampai pada dan ke kondisi tersebut bukan hal yang mustahil. Pertemuan ormas Islam di Indonesia dan jejaring umat Islam di berbagai penjuru dunia perlu digiatkan, bukan saja dalam hal memastikan kemerdekaan bagi negeri muslim dari penjajahan tapi juga dalam hal kalender bersama. Lagi-lagi, Muhammadiyah sedang dan akan terus memperjuangkan itu. 

Ketiga, meneguhkan peranan profetik umat pada level global. Bila menelisik peranan profetik yang dilakoni oleh para pendahulu kita, terutama di dunia Islam, maka kita menemukan fakta menarik, yaitu tanpa pamrih dalam menyebar kebaikan bagi seluruh umat manusia. Kebaikan yang dianut Islam sangat mungkin diterima oleh seluruh umat manusia manakala cara menyampaikan dan menebar kebaikan itu dilakukan dengan cara yang baik dan tepat. Selanjutnya, menghadirkan perdamaian di seluruh penjuru bumi merupakan agenda yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Umat Islam Indonesia harus menjadi juru sekaligus soko guru perdamaian global. 

Untuk menjalankan peranan-peranan tersebut, maka umat Islam perlu memiliki kemampuan berdiplomasi yang tinggi. Kunci diplomasi ada tiga yaitu (1) luasnya jejaring, (2) keterampilan komunikasi, dan (3) penguasaan isu. Umat Islam perlu membuka jaringan sekaligus membentuk jaringan organisasi di seluruh dunia. Di sini diperkuat oleh kemampuan komunikasi yang handal pada level global. Bila memahami berbagai isu global maka aksi diplomasi bakal berjalan lancar dan berdampak nyata. Selain untuk mengokohkan dan menebar kebaikan Islam, diplomasi juga untuk memastikan kolaborasi kemanusiaan berlangsung baik, serta perdamaian dunia selalu terjaga dengan baik pula. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Muhammadiyah; Ide, Narasi dan Karya" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah