MENANTI LANGKAH NYATA ICMI DALAM MENGUATKAN TRADISI LITERASI DI KALANGAN MUDA MUSLIM
Alhamdulillah saya sangat bersyukur karena bisa turut hadir pada Musyawarah Daerah Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Orda Kabupaten Cirebon yang diselenggarakan pada Sabtu 23 Januari 2021 lalu di Pendopo Bupati Kabupaten Cirebon, di Jl. Kartini, Kota Cirebon-Jawa Barat. Saya hadir bukan sebagai pengurus ICMI, tapi sebagai warga biasa yang simpatik pada ICMI sejak awal berdiri.
Pada momentum ini Ketua Umum ICMI Orda Cirebon Dr. H. Ahmad Achmad Kholiq mewakili seluruh pengurus menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ). Walaupun hanya dihadiri sebagian pengurus (karena berbagai halangan), LPJ-nya diterima secara bulat oleh peserta yang hadir. Pada saat yang sama terpilih juga Tim Formatur yang akan menggawangi ICMI Orda Kabupaten Cirebon ke depan. Dari Dewan Penasehat dan Dewan Pakar hingga Dewan Pengurus Harian (Ketua Umum, Sekretaris dan Bendahara).
Pada kesempatan ini, ada begitu banyak kalangan yang hadir. Selain Bupati Cirebon Drs. KH. Imron Risyadi, M.Ag dan beberapa pejabat jajaran Pemda Cirebon, juga pengurus ICMI Orwil Jawa Barat. Termasuk undangan lain juga para awak media massa. Secara khusus pada pertemuan ini saya juga bersua Prof. Dr. H. Mohamad Najib, M.Ag selaku Ketua Umum ICMI Orwil Jawa Barat.
Seingat saya, di sela-sela masa jeda, saya berbincang dengan beliau selama 10 menit. Beliau menegaskan agar ICMI ke depan mengakomodasi kalangan muda dalam struktur kepengurusannya. Kaum muda perlu menggiatkan dirinya secara serius dan sungguhan. Hal ini dilakukan agar regenerasi dan penyegaran organisasi berjalan dengan baik dan efektif.
Prof. Najib, demikian saya menyapanya, mengharapkan keterlibatan kaum muda dalam kemunitas dan aktivitas kecendekiawanan. Melahirkan, mengelaborasi dan pematangan ide akan berjalan dengan baik manakala turut aktif dalam kelompok epistemik yang berpengalaman. Sehingga ke depan ICMI semakin memiliki daya jual dan daya gedor bagi upaya mewujudkan masyarakat madani sebagaimana yang diimpikan ICMI.
Secara khusus dan antusias, akademisi UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini mengapresiasi kaum muda muslim yang kreatif dan punya karya intelektual. Penelitian ilmiah di jurnal, artikel di koran dan buku berisi konten konstruktif yang menjadi diskursus publik adalah impian yang perlu diejahwantahkan oleh seluruh stakeholder di ICMI ke depan.
Apa yang disampaikan oleh Prof. Najib merupakan ide segar bagi kemajuan dan konstribusi ICMI ke depan. Sebagai bagian dari elemen muda muslim, saya sangat mengapresiasi ide dan harapan Prof. Najib. Namun harapan semacam ini akan menemukan konteksnya manakala dijadikan sebagai kebijakan dan fokus organisasi semacam ICMI. Sederhananya, manakala menjadi tindakan nyata.
Suatu hal yang menarik, pada kesempatan ini Prof. Najib mengajak saya untuk masuk dalam struktur kepengurusan ICMI Orda Kab. Cirebon. Bahkan pada saat yang sama beliau meminta beberapa tokoh ICMI agar memasukan saya dalam struktur kepengurusan periode selanjutnya. Entah mengajak serius atau sekadar mengapresiasi saya, saya tak begitu paham. Bagi saya, itu tugas Tim Formatur, terutama Ketua Umum terpilih (Dokter As'ad), Sekretaris terpilih (A.A. Khozim, MM, M.Pd) dan Bendahara terpilih (Dr. Sutrija).
Saya tentu merasa haru dan bangga karena pada kesempatan ini saya berkesempatan memberi kenangan atau hadiah kepada Prof. Najib beruapa buku-buku terbaru saya, yaitu "Membaca Politik Dari Titik Nol", "Melahirkan Generasi Unggul", dan "Menjadi Pendidik Hebat". Ketiga buku ini sengaja saya bawa pada saat pembukaan acara untuk dihadiahkan kepada beberapa tokoh yang hadir. "Saling memberi hadiahlah kalian, agar kalian saling mencintai", begitu kira-kira bunyi sebuah hadits mashur di kalangan muslim.
Tujuan saya tak muluk alias sederhana saja, yaitu agar para tokoh tersemangati untuk menulis buku. Sebab di era menjamurnya informasi semacam ini keberadaan buku tetap saja penting. Minimal untuk menghambat laju berbagai konten hoax di berbagai laman media sosial yang semakin hari belakangan ini nyaris tak terbendung.
Betapa sedih rasanya bila kaum cendekiawan memiliki begitu banyak ilmu pengetahuan, kaya wawasan dan berjubel ide, namun mereka tak memiliki karya ilmiah atau minimal buku karya yang terbaca oleh masyarakat luas. Padahal dengan menulis buku, para cendekiawan itu bakal dirujuk. Ide atau gagasan, pandangan dan perspektif mereka tentang berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan bakal dijadikan sebagai referensi.
Bukan itu saja. Kita juga sedih manakala politisi atau pemimpin di kursi pemerintahan di level manapun dengan berbagai pengalaman dan nilai-nilai baik yang mereka perjuangkan namun mereka tak punya buku karya sendiri. Ini bukan soal waktu atau kesempatan, tapi soal mau atau tidak mau. Kalau ada kemauan pasti bisa menghadirkan atau menulis buku. Ke depan, para pemimpin perlu memastikan diri untuk memiliki karya tulis dalam bentuk buku. Ini terlihat sepele, namun dampaknya besar.
Atas dasar itu, saya berharap agar ICMI Orda Cirebon ke depan memiliki perhatian lebih pada aspek literasi dan publikasi. Terutama dalam penulisan dan penerbitan buku. Saya sendiri sejak lama konsen di dunia literasi terutama penulisan dan penerbitan buku. Buku-buku saya juga sudah saya hadiahkan ke banyak pejabat, akademisi, pengurus ICMI dan berbagai kalangan, termasuk para wartawan senior di beberapa Kota. Tema dan fokus pembahasannya pun beragam.
Bila ICMI Orda Cirebon berkenan, saya siap menggawangi ini, atau minimal bekerjasama atau berkolaborasi dengan ICMI. Terkait hal ini, pada pembukaan MUSYDA ICMI Ke-IV kemarin saya mendengar rerata tokoh ICMI termasuk Ketua terpilih (Dokter As'ad) menjelaskan salah satu ciri masyarakat maju sekaligus masyarakat industri 4,0 yaitu kemampuan berkolaborasi. Intinya, ICMI sangat siap berkolaborasi dengan semua kalangan dalam mewujudkan visi-misinya.
Penguatan kolaborasi dengan elemen pemerintah, intelektual atau cendekiawan dan masyarakat itu sudah menjadi rutinitas ICMI selama ini. Siapapun paham bahwa ICMI berpengalaman dalam melakukan itu di level mana pun. Tapi ide-ide ICMI belum menjadi diskursus publik sebagainana pada era 1990-an, era Prof. BJ. Habibie. Mungkin ada ide yang sudah "laku", namun itu baru beberapa. Misalnya, tentang ekonomi dan perbankan syariah yang beberapa tahun belakangan cukup mendapat atensi berbagai kalangan.
Namun organisasi selevel ICMI, itu tak cukup. ICMI adalah kumpulan orang-orang hebat. Bukan saja ilmu dan karir pengurusnya yang menjulang tapi juga jaringan dan pengalamannya melangit. Dengan demikian, ICMI perlu memberi perhatian pada sektor kalangan muda muslim dan tradisi literasi. Salah satu ruang kosong yang kini semakin "kering" adalah saldo kelompok epistemik, terutama di kalangan muda muslim.
Kalau ICMI serius dan memiliki mimpi besar mewujudkan masyarakat madani, maka kuncinya adalah kalangan muda muslim. Hal lain yang menjadi kunci adalah diskursus ide-ide. Kedua hal tersebut adalah elemen penting yang perlu mendapat perhatian serius ICMI. Sederhananya, ICMI perlu melibatkan elemen muda muslim. Termasuk menggiatkan kembali tradisi literasi seperti menulis buku. Ya, saya menanti kesungguhan ICMI untuk berkolaborasi dalam membangun tradisi literasi terutama dalam penulisan buku. (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir; Penulis 36 Buku dan Ribuan Artikel di berbagai Media Massa dan Media Online.
Komentar
Posting Komentar